Friday, March 6, 2009

Krisis Keuangan Global


Dari waktu ke waktu dalam sejarah manusia terjadi kejadian yang mengguncangkan saat sebuah ortodoksi digulingkan dan muncul yang lain.

Hari ini skala krisis keuangan global menuntut kita untuk mengevaluasi kembali kebijakan dan filosofi ekonomi yang mengantar kita pada titik ini.

Krisis kali ini merupakan puncak dominasi kebijakan ekonomi selama 30 tahun ideologi pasar bebas yang mendapat julukan bermacam-macam: neoliberalisme, liberalisme ekonomi, atau fundamentalisme ekonomi. Inti utama ideologi ini adalah kegiatan pemerintahan harus dibatasi, diganti kekuatan pasar. Beberapa tahun terakhir ini kita saksikan tak terkendalinya kekuatan pasar yang telah mengantar kapitalisme ke jurang.

Bukannya menyebar risiko ke seluruh dunia, sistem keuangan global justru telah memperparah. Ortodoksi neoliberalisme berpendapat, pasar keuangan global akhirnya akan mengoreksi diri, tangan siluman dari kekuatan pasar bebas menemukan keseimbangan sendiri. Namun, seperti diamati ahli ekonomi Joseph Stiglitz, ”alasan tangan siluman sering tidak kelihatan karena memang tidak ada”.

Tata niaga pasar
Kini menjadi tugas generasi baru untuk merefleksikan dan membangun kembali sistem ekonomi nasional dan global.

Bila pemerintah harus menyelamatkan kapitalisme, mereka harus menghadapi tiga tantangan. Pertama, untuk menggunakan lembaga pemerintah dibentuk tata niaga pasar dengan baik sekaligus untuk membangun kembali permintaan domestik dan global. Dengan keruntuhan neoliberalisme, peran negara sekali lagi diakui sebagai hal mendasar. Negara telah menjadi aktor utama dalam menanggapi tiga bidang krisis yang sedang berlangsung, yaitu dalam menyelamatkan sistem keuangan swasta dari keruntuhan, dalam memberikan stimulus langsung ke ekonomi riil karena keruntuhan permintaan swasta, dan dalam merancang rezim peraturan nasional dan internasional di mana pemerintah memiliki tanggung jawab tertinggi untuk menentukan dan menegakkan aturan.

Tantangan kedua terhadap sosial demokrat bukannya untuk melempar bayi dengan air mandinya ke luar. Saat krisis keuangan global terus berlangsung dan berdampak keras pada lapangan kerja, hal ini dirasakan oleh keluarga di seluruh dunia. Tekanan akan menjadi besar untuk kembali ke model negara sebagai penyedia segala dan untuk meninggalkan cita-cita pasar terbuka dan berdaya saing, baik di dalam maupun luar negeri.

Proteksionisme kembali mulai terasa meski berbentuk lebih lembut dan halus dibandingkan dengan Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley 1930 yang kasar. Lembut atau kasar, proteksionisme merupakan cara yang meyakinkan untuk mengubah resesi menjadi depresi karena memperburuk keruntuhan permintaan global.

Klaim filosofi sosial demokrasi yang terus-menerus atas legitimasi politik adalah untuk menyeimbangkan swasta dan pemerintah, keuntungan dan upah, pasar dan negara. Filosofi itu sekali lagi bicara dengan kejernihan dan kekuatan yang meyakinkan tentang tantangan zaman.

Tantangan lebih jauh terhadap pemerintah dalam menangani krisis kali ini adalah dimensi global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah harus membuat peraturan keuangan global yang konsisten guna mencegah balapan ke dasar, di mana modal bocor ke luar ke bidang-bidang ekonomi global dengan peraturan paling lemah.

Kita harus menciptakan standar keterbukaan global yang lebih kuat pada lembaga-lembaga keuangan yang secara sistemik penting. Kita juga harus membangun kerangka pengawasan yang lebih kuat untuk memberi insentif kepada perilaku perusahaan yang lebih bertanggung jawab, termasuk gaji eksekutif.

Aksi G-20
Dunia telah menoleh ke aksi pemerintah yang terkoordinasi melalui G-20: untuk membantu memberikan likuiditas segera pada sistem keuangan global; untuk mengkoordinasi stimulus keuangan yang cukup; untuk memberi tanggapan terhadap kesenjangan pertumbuhan akibat resesi global; untuk merancang ulang aturan peraturan global untuk masa depan; untuk memperbarui lembaga-lembaga publik global yang kini ada—khususnya IMF; untuk memberi mereka kekuatan dan sumber daya yang diperlukan sesuai dengan tuntutan abad ke-21.

Pengaturan tata kelola pemerintahan IMF harus diperbarui. Adalah masuk akal bila kita mengharapkan bahwa ekonomi berkembang dan yang menikmati pertumbuhan cepat seperti China mampu memberikan sumbangan lebih besar kepada lembaga multilateral seperti IMF. Mereka juga harus memperoleh suara pembuatan keputusan yang lebih kuat pada forum-forum ini.

Tantangan jangka panjang pemerintah adalah untuk menangani ketidakseimbangan yang telah membantu meruntuhkan kestabilan ekonomi global pada dasawarsa lalu: secara khusus, ketidakseimbangan antara ekonomi yang menikmati surplus besar seperti China, Jepang, serta negara-negara pengekspor minyak dan bangsa-bangsa pengutang besar seperti AS.

Besarnya krisis dan dampaknya di seluruh dunia tak akan mampu mengubah ortodoksi yang telah lama mapan. Dua kebenaran tak terbantahkan telah terbukti: pasar keuangan tidak selalu mengoreksi diri atau mengatur diri, dan pemerintah (secara nasional dan internasional) tidak akan pernah melepaskan tanggung jawab untuk mempertahankan stabilitas ekonomi.

Bagi pemerintah, amat penting melakukannya dengan benar, tidak hanya menyelamatkan sistem pasar terbuka dari penghancuran diri, tetapi juga membangun kembali kepercayaan di pasar dengan tata niaga yang baik guna menghindari reaksi ekstrem kiri atau kanan.

Pemerintah harus melakukan dengan benar karena taruhannya tinggi, yaitu ongkos ekonomi dan sosial, pengangguran jangka panjang, kemiskinan kembali memperluas jangkauan kemuraman di sejumlah negara berkembang; dan dampak struktur kekuasaan jangka panjang dalam tatanan politik dan strategis internasional yang ada. Keberhasilan bukan suatu pilihan. Beban berat kini menggelayuti kemampuan kita untuk menang.

Kevin Rudd, Perdana Menteri Australia
KOMPAS, 6 Maret 2009

1 comment:

KULYUBI ISMANGUN said...

Menyalakan obor dalam kegelapan, ada orang yang bergembira mendapatkan penerangan, tapi ada juga yang membenci sinar itu karena menyilaukan mata.
Kita harus dapat memaafkan mereka yang benci, karena mungkin mereka terlalu lama tenggelam dalam kegelapan, hingga untuk sementara belum dapat menerima sinar terang.