Wednesday, March 11, 2009

Resesi Besar Terjadi


Harga-harga Saham di AS Tergelincir
Dunia saat ini berada dalam resesi besar dan pertumbuhan ekonomi global berada di bawah 0 persen pada 2009. Demikian peringatan yang diberikan pimpinan Dana Moneter Internasional di Paris, Selasa (10/3). Sementara itu, pasar saham terus tumbang.

China berjuang mengatasi deflasi, Jerman terpukul oleh penurunan ekspor yang drastis. Mahaguru investasi Warren Buffet menyatakan, perekonomian AS berada di bibir jurang dan menyerukan koordinasi internasional untuk mengatasi penurunan ekonomi global.

Uni Eropa meminta Dana Moneter Internasional (IMF) melipatgandakan dana untuk membantu negara-negara yang kesulitan keuangan akibat krisis.

Ketika berbicara pada pertemuan menteri keuangan di ibu kota Tanzania, Dar Es Salaam, Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn mengatakan, pertemuan itu berlangsung pada saat-saat kritis. ”Krisis finansial global saat ini dapat disebut sebagai resesi besar. IMF memperkirakan pertumbuhan global melemah hingga berada di bawah 0 persen tahun ini dan merupakan kinerja terburuk sepanjang sejarah,” ujarnya.

”Walaupun krisis sudah mereda ketika mulai menyentuh daratan Benua Afrika, kita tahu bahwa dampaknya akan sangat mengerikan. Ancaman tidak hanya pada sektor ekonomi, tetapi juga akan membuat jutaan orang kembali masuk ke bawah garis kemiskinan. Krisis ini tidak hanya soal bagaimana melindungi pertumbuhan ekonomi atau pendapatan rumah tangga, tetapi juga soal kerusuhan sipil, bahkan peperangan. Ini persoalan manusia dengan masa depannya,” kata Strauss-Kahn.

Jutaan orang Afrika terancam kembali miskin dan menghadapi konflik karena krisis finansial global ini. IMF menyerukan agar diambil langkah pencegahan segera.

Pekan lalu Strauss-Kahn juga mengatakan, pemulihan ekonomi kemungkinan tidak akan terjadi sebelum 2010.

Dampak krisis pada salah satu negara kaya, seperti Jerman, ditunjukkan dengan angka ekspor yang turun 20,7 persen pada Januari 2009. Perekonomian Jerman sangat bergantung pada ekspor dan kini terpukul resesi paling buruk dalam enam dekade terakhir. Pemerintah memperkirakan output industri akan turun 2,25 persen tahun ini.

Perdana Menteri China Wen Jiabao, akhir pekan lalu, menyatakan harapannya bahwa perekonomian China masih bisa tumbuh 8 persen tahun ini. Namun, pertumbuhan itu dibayangi dengan deflasi. Harga makanan, pakaian, dan bahan bakar lebih murah 1,6 persen dibandingkan dengan tahun lalu dan hal ini merupakan yang pertama kali terjadi dalam enam tahun terakhir.

Penurunan harga-harga tersebut, jika terus berlanjut, dapat menurunkan pertumbuhan. Ini bisa terjadi jika konsumen menunda untuk berbelanja dengan harapan harga akan terus turun.

”Kestabilan harga juga merupakan perhatian para pengambil keputusan karena perkiraan deflasi terkadang membuat konsumen menunda pembelian dengan konsekuensi pertumbuhan semakin lambat,” ujar Jing Ulrich, analis pada JP Morgan.

Terburuk sejak 1982
Di bursa saham Asia, indeks Nikkei ditutup melemah 0,44 persen menjadi 7.054,98 setelah harga-harga saham tergelincir di Wall Street sehari sebelumnya. Indeks di Wall Street mencapai titik terendah sejak Oktober 1982, yakni 6.547.

”Saya tidak pernah melihat orang Amerika setakut ini. Hanya perlu waktu 5 menit untuk penyebaran ketakutan dan perlu waktu panjang untuk meraih kembali rasa percaya diri. Sayangnya, sebuah sistem tidak akan bekerja tanpa keberadaan kepercayaan di pasar,” kata Buffet dalam wawancara dengan televisi CNBC.

Untungnya indeks harga saham-saham di Eropa dan sebagian Asia masih naik.

KOMPAS, 11 Maret 2009

No comments: