Monday, March 18, 2024

Ramadhan Bulan Al-Qurân


Allah –Subhanahu wa Ta’ala– berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan yang di dalamnya ––mulai–– diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan mengenai petunjuk itu, yang membedakan antara yang haq dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185)

Al-Hafizh Ismail bin Umar bin Katsir Al-Bashrawi Ad-Dimasyqi (700-774) yang lebih terkenal dengan sapaan Ibnu Katsir –rahmatullah ‘alaih, berkata mengenai ayat ini dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim (I/460-461; Darul Hadits), “Allah menyanjung bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lain karena bulan Ramadhan telah dipilih sebagai waktu diturunkannya Al-Quran Al-‘Adhim. Karena hal ini pula Dia mengistimewakannya."

Kitab-kitab Samawi: Al-Quran, Zabur, Taurat dan Injil.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kitab-kitab suci diturunkan kepada para nabi –‘alaihimussalaam, di bulan ini. Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah– [Al-Musnad VI/107] berkata; "Abu Said Maula Bani Hasyim telah bercerita kepada kami, Imran Abul Awwam telah bercerita kepada kami, dari Qatadah, dari Abul Malih, dari Watsilah yaitu Al-Asqa, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda,

أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان ، و أنزلت التوراة لست مضين من رمضان و الإنجيل لثلاث عشر خلت من رمضان و أنزل الله القرآن لأربع و عشرين خلت من رمضان

Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tiga belas Ramadhan, dan Allah menurunkan Al-Quran pada dua puluh empat Ramadhan.

Telah diriwayatkan pula hadits dari Jabir bin Abdullah –radhiyallahu ‘anhu; “Bahwasannya Zabur diturunkan pada dua belas Ramadhan dan Injil pada sepuluh Ramadhan.” Sementara yang lainnya sebagaimana di atas yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih.

Adapun Shuhuf, Taurat, Zabur, dan Injil, maka diturunkan secara spontan kepada nabi yang menerima. Sedangkan Al-Quran diturunkan secara spontan di Baitul ‘Izzah yang berada di langit bumi. Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan di malam Qadar (lailatul qadar), berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Kami telah menurunkannya di lailatul qadar,” juga pernyataan-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya di malam yang penuh keberkahan.” Kemudian setelah itu turun berangsur-angsur berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Demikian itulah keterangan Ibnu Katsir.


Al-Quran merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam, anugerah yang paling agung dan akan terus bersinar hingga akhir zaman. Keberkahannya terus mengalir dan tak akan pernah terputus. Sebuah kitab suci yang akan selalu membimbing seorang muslim menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Orang yang menjadikannya imam, akan selamat dengan izin Allah, namun siapa yang tak menghiraukannya, maka cepat atau lambat kebinasaan pasti akan menghampirinya.

Keberkahan Al-Quran nampak jelas dengan adanya riwayat-riwayat yang mengabarkan keutamaan dan keistimewaannya. Ia merupakan pedoman hidup seorang muslim, obat dari segala penyakit badan dan hati, dan banyak lagi keistimewaan lainnya. Allah berfirman:

وَ نُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لَا يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zalim hanya akan menambah kerugian.” (QS Al-Isra’: 82)


Dari Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Quran), maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf. Namun Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR At-Tirmidzi)

Dari Abu Umamah Al-Bahili –radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Bacalah Al-Quran. Sebab pada hari kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pengembannya.” (HR Muslim)

Diriwayatkan pula dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang membaca Al-Quran dan mengamalkannya, pada hari kiamat orang tuanya akan dikenakan mahkota yang cahayanya lebih bagus daripada cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah di dunia. Lantas bagaimana menurut kalian dengan orang yang mengamalkannya?” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Sanadnya shahih”)

Berikutnya, Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma, meriwayatkan, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Puasa dan Al-Quran akan datang pada hari kiamat untuk mensyafaati hamba. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya dari makanan dan minuman di siang hari, oleh karena itu izinkanlah aku memberinya syafaat.’ Al-Quran berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya tidur malam, oleh sebab itu berilah aku izin untuk memberinya syafaat.’ Maka keduanya pun memberi syafaat.” (HR Ahmad, Ibnu Abiddunya, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim)

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Quran.


Al-Quran di Bulan Ramadhan
Orang-orang terdahulu memiliki perhatian luar biasa kepada bulan Ramadhan ini. Perhatian mereka ditunjukkan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Disebutkan bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum ajma’in, selama enam bulan pertama memanjatkan doa kepada Allah agar mereka disampaikan di bulan Ramadhan, kemudian di enam bulan setelahnya mereka berdoa agar mereka dipertemukan kembali dengan bulan mulia ini. Hal semacam ini tentu merupakan bukti kuat akan antusiasme mereka dalam menggapai pahala besar padahal secara umum mereka telah dijamin masuk surga.

Jika mereka yang jelas-jelas manusia yang dijamin surga saja begitu hebatnya dalam berlomba-lomba untuk meraih kebaikan, tentu kita sebagai manusia belakangan yang tidak ada yang menjamin surga, mestinya harus lebih semangat lagi untuk lebih banyak melakukan kebaikan.

Khususnya aktifitas membaca Al-Quran, mereka memiliki perhatian yang sangat besar. Dalam Lathaif Al-Ma’arif, Ibnu Rajab –rahmatullah ‘alaih, menyebutkan, “Kebiasaan orang-orang terdahulu di bulan Ramadhan ialah membaca Al-Quran, baik dalam shalat maupun selainnya.

Malaikat Jibril –‘alaihissalam, selalu mendatangi baginda Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam, di setiap Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Pengkhususan Jibril pada bulan Ramadhan tentu menjadi sinyal kuat bahwa Ramadhan benar-benar waktu yang istimewa sehingga ia pantas menjadi waktu untuk tadarus Al-Quran.

Imajinasi Al-Malaikah.

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas –radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Adalah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, merupakan sosok yang paling dermawan. Terlebih lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpainya untuk mengajarinya Al-Quran. Jibril menemui beliau di setiap malam Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Maka ketika Jibril menjumpainya, beliau adalah orang yang paling dermawan, lebih dari angin yang bertiup.

Mengenai riwayat ini, Ibnu Rajab menuturkan (Lathaif Al-Ma’arif: 243), “Dalam hadits Ibnu Abbas bahwa tadarus yang berlangsung antara beliau (Nabi –shallahu ‘alaihi wa sallam) dan Jibril di malam hari menunjukkan sunnahnya memperbanyak membaca Al-Quran malam hari di bulan Ramadhan." Sebab, di malam hari sudah tidak ada lagi kesibukkan, semangat menguat, hati dan lisan akan saling bersepakat untuk tadabbur, berdasarkan firman Allah, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS Al-Muzammil: 6)

Lihatlah Amirul Mukminin Utsman bin Affan –radhiyallahu ‘anhu, bagaimana beliau bersama Al-Quran di bulan Ramadhan. Dikabarkan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya. Beliau membaca Al-Quran di setiap rakaat shalat yang beliau kerjakan.

Bahkan sahabat Nabi, Ubai bin Ka’ab –radhiyallahu ‘anhu, mampu mengkhatamkan Al-Quran di setiap delapan harinya. Sementara sahabat Nabi yang lain, Tamim Ad-Dari, konon mampu mengkhatamkan Al-Qurân dalam setiap pekannya.


Imam kita, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i –rahmatullah ‘alaih, bahkan di bulan berkah ini, konon mampu mengkhatamkan Al-Quran sebanyak enam puluh kali secara tersendiri, selain dari Al-Quran yang beliau baca di waktu shalat.

Adalah Qatadah –rahmatullah ‘alaih, biasa mengkhatamkan Al-Quran berkali-kali di setiap bulan Ramadhan. Diceritakan, jika datang bulan Ramadhan, beliau mampu mengkhatamkannya setiap tiga harinya dan di sepuluh hari terakhirnya beliau mampu mengkhatamkannya di setiap malamnya. (Lathaif Al-Ma’arif: 191)

Diriwayatkan pula bahwa Ibrahim An-Nakha’i melakukan hal itu (mengkhatamkan Al-Qurân setiap hari) khusus di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sedangkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tiga hari sekali. (Lathaif Al-Ma’arif: 191)

Disebutkan pula bahwa Qatadah biasa mengajar Al-Quran di bulan Ramadhan.

Imam Malik bin Anas Al-Asbahi yang bergelar Imam Darul Hijrah, memiliki pengajian dengan hadirin yang luar biasa banyaknya, namun demikian beliau rela meninggalkan pengajiannya itu dan bergegas demi untuk membaca Al-Quran.


Abdurrazzaq menceritakan, “Apabila Sufyan Ats-Tsauri menjumpai bulan Ramadhan, beliau biasa meninggalkan seluruh ibadah (sunnah) dan bergegas untuk membaca Al-Quran.

Sufyan meriwayatkan, “Apabila Zubaid Al-Yami memasuki bulan Ramadhan, beliau khusus mengutamakan Al-Quran dan mengumpulkan murid-muridnya.

Muhammad bin Mas’ar menceritakan, “Ayah saya tidak pernah tidur sampai beliau membaca setengah Al-Quran.” (Lathaif Al-Ma’arif: 318-319)

Jika ada yang bertanya, bagaimana mungkin mereka mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari sementara Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, melarang hal tersebut?

Berikut adalah jawaban Ibnu Rajab, “Adapun larangan mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari, maka itu khusus jika dilakukan terus-menerus. Sedangkan di waktu-waktu yang memiliki keistimewaan sebagaimana bulan Ramadhan terkhusus malam-malam yang di dalamnya diburu lailatul qadar, atau di tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti di Makkah bagi orang-orang asing yang memasukinya, maka disunnahkan memperbanyak membaca Al-Quran sebagai bentuk perhatian pada masalah waktu dan tempat (situasi dan kondisi). Inilah pendapat yang dianut juga oleh Imam Ahmad, Ibnu Ishaq, dan imam-imam lain. Ini pulalah yang dipraktekkan oleh selain mereka sebagaimana yang telah disebutkan di atas.” (Lathaif Al-Ma’arif: 319)


Kiranya cerita-cerita di atas sudah cukup untuk dijadikan sebagai motivasi dan penyemangat bagi orang-orang yang ingin mencari hasanah dunia-akhirat. Muhammad bin Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ali bin Adam bin Musa Al-Atsyubi –hafizhahullah, dalam Qurratu ‘Ain Al-Muhtaj (I/6) memberikan penjelasan, “Orang yang cerdas akan faham hanya dengan isyarat yang tidak difahami oleh orang yang bodoh, meski dengan seribu ungkapan. Orang yang dungu juga tak akan memperoleh faedah meski dibacakan Taurat, Injil dan Al-Qurân sekaligus.

Semoga Allah –‘Azza wa Jalla, memberikan kita kekuatan, ketabahan dan kesabaran untuk bisa lebih memanfaatkan bulan Ramadhan kali ini dan juga bulan-bulan lainnya dalam hal beribadah kepada Allah wabil khusus dalam hal menggeluti Al-Qurân yang Agung, seiring dengan berkurangnya jatah hidup kita masing-masing di dunia fana ini.

Semoga shalawat beriringan salam senantiasa tercurahkan kepada kita semua sebagaimana baginda Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta seluruh keluarga dan shahabat beliau telah mencapainya hingga husnul khatimah fiddunya wal-akhirah.

Penulis Firman Hidayat (telah diedit seperlunya oleh pemilik Blog)
Pengajar dan Alumni Pondok Pesantren Hamalatul-Quran Yogyakarta
Artikel ini sudah dimuat di muslim.or.id, 25 Oktober 2023

Monday, February 26, 2024

Awas, Ada Hak Angket


Hak Angket, dalam tradisi negara-negara barat, disebut sebagai right of inquiry (hak penyelidikan).

Hak Angket dimulai di Inggris pada abad ke-14. Hak ini digunakan untuk menyelidiki dan menghukum penyelewengan administrasi pemerintahan.

Dasar pemikiran penggunaan Hak Angket oleh para anggota legislatif adalah cabang legislatif yang membuat hukum, sementara yang menjalankannya adalah cabang eksekutif.

Alur pikir di atas, diimplementasikan dalam bentuk praktik nyata. Parlemen Inggris (House of Common) mengontrol suplai dan pengeluaran uang publik yang dilakukan oleh pemerintah.

Selanjutnya, segala tindakan atau kebijakan pemerintah harus memiliki alas hukum yang jelas.


Di Amerika Serikat, praktik Hak Angket memang tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Konstitusi negara tersebut. Namun, berbagai putusan Mahkamah Agung (Supreme Court), memberi kewenangan kepada Kongres dan Senat untuk melakukan penyidikan terhadap berbagai kasus, termasuk individu yang bukan aparat pemerintah dan juga pihak korporasi.

Kita ambil contoh dalam putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada 1920-an. Dalam kasus McGrain melawan Dougherty (1927), Mahkamah memutuskan memberikan otoritas kepada Kongres dengan nama Congressional Committee, untuk melakukan pemanggilan kepada orang atau badan hukum yang dinilai melakukan pelanggaran.

Bagi mereka yang tidak datang memenuhi panggilan, dianggap melakukan pelecehan parlemen, dan itu pidana.

Kewenangan yang diberikan kepada Kongres dan Senat tersebut dikenal luas dengan prinsip members of the Senate and Congress to serve as the eyes and ears of the American public.


Hari-hari belakangan ini di republik kita, Indonesia, penggunaan Hak Angket oleh anggota DPR-RI menjadi wacana keseharian yang menyedot perhatian publik. Semua lantaran hasil pemilu yang diumumkan melalui instrumen dan mekanisme quick count.

Ada pihak yang secara gamblang menolak, bahkan mengejek pihak yang menghendaki dilakukannya penggunaan Hak Angket. Mereka dianggap orang yang tidak kesatria karena tak mau menerima kekalahan dalam pemilihan presiden beberapa pekan lalu (tepatnya 14 Februari 2024).

Posisi saya sangat jelas. Saya sangat mendukung penggunaan Hak Angket karena dasar hukumnya jelas tertuang dalam Pasal 20A (2) UUD 1945, DPR mempunyai Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat.

Penggarisan konstitusional tersebut, dielaborasi dalam Pasal 79 UU No 17 Tahun 2014 (UU MD3). Dalam undang-undang ini dikatakan bahwa Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Simpul kata, Hak Angket adalah mekanisme dan instrumen untuk mengontrol jalannya praktik pemerintahan dan kekuasaan. Ini menjadi praktik yang sangat sah di negara-negara demokratis. Tidak perlu lagi kita persoalkan.

Sekarang, pihak yang tidak menyetujui penggunaan Hak Angket berdalih bahwa hasil penggunaan hak tersebut sia-sia, mubazir dan sebagainya, karena tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan pemilihan presiden, yang bisa membatalkan hasil pilpres tersebut.

Kata mereka, kalau mau bersoal tentang hasil pilpres, dibawa ke ranah hukum saja, yakni Mahkamah Konstitusi.

Itu benar, karena ujung dari Hak Angket adalah rekomendasi belaka. Namun, yang hendak dijadikan isu utama dalam penggunaan Hak Angket kali ini bukan masalah kalkulasi perbedaan suara yang sangat mencolok antara pasangan No 2 dengan pasangan No 1 dan 3.


Yang hendak disoal dalam penggunaan Hak Angket adalah proses pemilu yang dinilai penuh aroma busuk. Proses pemilu adalah proses politik, karena itu, salurannya pun saluran politik, yakni DPR.

Katakanlah, misalnya, Hak Angket tersebut menyoal masalah bantuan sosial (bansos) yang disalahgunakan oleh penyelenggara negara untuk memenangkan pasangan tertentu.

Bansos tersebut memang tidak bisa dihitung secara eksak korelasinya dengan perolehan suara. Namun, bansos yang digelontorkan oleh Presiden Jokowi menjelang pilpres, terendus ketidakberesannya.

Coba kita lihat, jumlah bansos yang digelontorkan Jokowi sejak dua tahun terakhir, jauh lebih banyak dibanding bansos selama masa Covid-19 berlangsung, padahal eskalasi dan daya mematikan Covid-19 jauh lebih dahsyat.

El Nino bisa menjadi kambing hitam.

Pemerintah mengatakan, bansos yang banyak digelontorkan menjelang pemilu karena banyak yang kena dampak El Nino. Alasan ini tentu saja kurang betah tinggal di pikiran orang yang berakal waras.

Dampak El Nino terfokus pada petani. Bukan terhadap orang-orang yang tinggal di perkotaan. Jadi bagaimana dengan bagi-bagi bansos di kota Jakarta, khususnya di depan Istana Negara?

Di situlah masalah utamanya. Bansos itu harus ditujukan kepada orang tertentu yang memiliki alamat dan status ekonomi yang jelas dan harus dibantu. Semua itu ada dasar hukumnya.

Selaras dengan ini, timbul pertanyaan, mengapa sejak Gibran Rakabuming Raka dinyatakan lolos menjadi calon Wapres RI, jumlah bansos yang digelontorkan di daerah tertentu, misalnya Jawa Tengah, naik melangit, dan berapa kali Jokowi mengunjungi daerah tersebut selama putranya lolos jadi calon.


Hal-hal inilah yang hendak disoal di DPR kelak. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban para anggota Dewan kepada rakyat yang mereka wakili, karena bagi-bagi bansos tanpa acuan sesuai aturan main adalah pemborosan uang negara dan penyalahgunaan kekuasaan.

Hak Angket kelak juga bisa menyoal mengapa aparat negara, termasuk para kepala desa, dilibatkan memenangkan pasangan calon tertentu, dan mengalahkan pasangan lainnya. Ini bukan rahasia lagi.

Mengapa Presiden Jokowi bisa membuat kebijakan mengangkat penjabat gubernur, bupati dan wali kota, yang pada umumnya dari Jakarta? Selama ini, biasanya cukup eselon dua dari provinsi bersangkutan yang diturunkan. Dan masih banyak lagi rentetan kejadian miring yang terjadi selama proses pilpres berlangsung.

Keluarga Jokowi, foto ini dibuat ketika Kaesang Pangarep belum menikah.

Penggunaan kekuasaan untuk memenangkan calon tertentu, adalah penyalahgunaan kekuasaan. Ini yang disebut kecurangan pemilu terstruktur karena menggunakan struktur dan organ negara.

Maka, memang ada baiknya penggunaan Hak Angket didukung secara luas. Biar masalah-masalah politik yang dilaksanakan secara tekor akhlak dan nir moral serta pelanggaran aturan, bisa dikanalisasi melalui mekanisme politik juga. Bukan dengan cara-cara kekerasan.

Bagaimana dengan mekanisme Mahkamah Konstitusi?

Ada baiknya kita menoleh ke belakang pada 2008. MK dibawah kepemimpinan Mahfud MD pernah membuat putusan membatalkan hasil pemilukada (bupati-walikota dan gubernur), dan mendiskualifikasi calon. Itu karena masuk dalam kategori pelanggaran terstruktur, sistemik, dan masif (TSM).

Sang Anak Haram Konstitusi yang menggemparkan jagat perpolitikan Indonesia.

Sistemik berarti terdesain dengan baik dan meluas. Perencanaan dilakukan dengan cara pat gulipat yang sangat rapi.

Pilpres kita ini di hampir seluruh daerah mengalami fenomena sama, politik uang, serangan fajar, dan keterlibatan aparatur negara, dan sebagainya.

Sementara masif berkaitan dengan implikasi masif dari perbuatan pejabat yang berkongkalikong.

Ini berarti, bola masih bergulir. Putusan MK dengan tolok ukur TSM tersebut, sudah menjadi preseden hukum, yang bisa saja terulang pada uji hasil pilpres yang telah dilaksanakan, kendati kepercayaan publik terhadap MK sudah mengalami delusi akibat ulah mantan ketuanya, Anwar Usman. Siapa tahu MK melakukan taubat nasuha?

Pak Jkw, Sang Pemilik Ijazah KW yang rajin cawe-cawe, adalah Sang Maestro Dirty Mind, Dirty Hand, and Dirty Vote ....

Pada 2016 di kota Rio De Janeiro, Brasil, berlangsung kejuaraan Olimpiade. Dalam pertandingan final bulutangkis partai ganda campuran, pasangan Indonesia, Tontowi (Owi) Achmad-Liliyana Natsir (Butet) berhadapan dengan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon-Goh Liu Ying.

Set pertama dimenangkan Owi-Butet dengan skor 21-14. Pada set kedua, Owi-Butet sudah meraih angka 19, sementara Peng-Yin masih di angka 12. Owi sudah mulai loncat-loncat kecil pertanda kegirangan dan ingin segera mengakhiri permainan. Butet menunjuk-nunjuk Owi, mengingatkan bahwa game is not over yet.

Seorang pewarta wanita Inggris yang melaporkan jalannya pertandingan, tatkala melihat Owi meloncat-loncat, langsung berteriak: Be careful, it is till too early to celebrate (hati-hati, masih terlampau dini untuk melakukan selebrasi) karena masih ada dua angka yang tersisa. Segalanya bisa berubah. Begitu kira-kira jalan pikiran sang wartawati.

Saya pun membayangkan, Bawaslu kita sekarang ini berteriak keras kepada pasangan calon nomor 2 bahwa jangan terlampau dini melakukan selebrasi.

Hamid Awaludin, LL.M, Ph.D
Anggota Komisi Pemilihan Umum Indonesia (2001 – 2004)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2004 – 2007)
Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia (2008 – 2011)

KOMPAS, 25 Februari 2024

Wednesday, January 17, 2024

Mengapa Prabowo Ingin Menjadi Presiden?


Analisa Geopolitik untuk Indonesia

Buat kawan-kawan Nasionalis yang masih belum bosan membela NKRI, silahkan simak benang merah konspirasi politik di bawah ini.

Apa yang nampak di permukaan hanya sebagian hal saja, namun kepingan "puzzle" yang disatukan dari berbagai sumber, bisa menjadi bahan perenungan untuk perjalanan ke depan bangsa ini.

Sengkarut Politik semenjak hadirnya Jokowi hingga hari ini bukan tiba-tiba datang dari langit. Namun dari "langitlah" Jokowi dilindungi dan dijaga hingga hari ini dan kelak.

Silahkan disimak, dibaca pelan-pelan sampai akhir bagian serinya. Meski panjang tetapi inilah kenyataan di bawah permukaan yang sebagian kita tidak mengetahuinya. Bukan sebagai pembenaran, namun sebagai referensi agar kita paham ada hal besar saat kita sibuk memperdebatkan hal kecil.

Dirangkum dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri. Dari info yang jarang mau dimuat oleh media mainstream.

Selamat membaca:


Mengapa Prabowo ingin jadi Presiden? Bukan hanya ingin tapi berambisi. Tahu kan, apa itu ambisi? Sesuatu yang sangat diharapkan dan untuk itu akan diperjuangkan dengan at all cost.

Lalu apa motivasinya? Apakah benar karena ingin berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara? Dengan berbagai sudut pandang akhirnya bisa disimpulkan lebih mengarah pada dendam masa lalu.

Yang harus diketahui bahwa Prabowo lahir dari keluarga elite dan intelek. Ayahnya Soemitro Djojohadikusumo, dikenal sebagai Begawan Ekonomi dan kakeknya, Raden Mas Margono Djojohadikusumo, anggota BPUPKI, pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPA pertama. Jadi baik kakeknya maupun ayahnya adalah bangsawan dan cendekiawan.

Walau masa remajanya banyak di luar negeri karena harus mengikuti ayahnya yang buronan politik Orla rezim Soekarno namun ketika berangkat dewasa Prabowo berada di Ring-1 kekuasaan Soeharto. Karena ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo sebagai arsitek pembangunan ekonomi Orde Baru, tentu sangat dipercaya oleh Soeharto.

Soemitro Djojohadikusumo (kiri) dan Raden Mas Margono Djojohadikusumo.

Alasan rasa hormat Soeharto kepada Soemitro lah yang meminta agar putranya, Prabowo menjadi menantunya. Sejak itu Prabowo menjadi menantu dari orang nomor 1 di negeri ini yang berkuasa dengan sangat otoriter. Karier Prabowo di militer sudah dapat ditebak. Ia menjadi rising star. Pangkatnya naik cepat dan mendapat kedudukan terhormat di Militer.

Sebagai anak bangsawan dan cendekiawan, dan tumbuh berkembang sebagai menantu Presiden, secara psikologis telah membuat Prabowo menjadi orang yang sangat tinggi pride-nya. Rasa bangga dirinya sangat tinggi. Dia tidak pernah siap untuk dilecehkan atau dikecilkan oleh orang lain.

Chaos Mei 1998 yang membuat Soeharto harus lengser dan sampai kini masih menjadi mendung gelap siapa dibalik chaos itu. Siapa yang paling bertanggung jawab atas chaos Mei 1998?

Prabowo Subianto sebagai perwira Kopassus bersama teman-temannya.

Yang pasti setelah itu Prabowo diberhentikan oleh Panglima ABRI. Mungkin seumur negeri ini hanya Prabowo satu-satunya Perwira Tinggi TNI yang diberhentikan oleh TNI. Namun kebijakan TNI tetap berlaku umum bahwa masalah internal hanya TNI yang tahu. TNI tidak pernah membocorkan alasan pemberhentian Prabowo. Ini sudah menjadi tradisi militer, tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara lain.

Namun yang pasti pemberhentian itu berkaitan dengan doktrin TNI patuh kepada pemimpin Nasional yang juga menjadi kehormatan bagi seluruh prajurit TNI. Justru karena pemberhentian sebagai Pati TNI itu membuat Prabowo sakit hati kepada atasannya. Namun dia tidak berdaya untuk melawan karena memang tidak punya nyali seperti Qaddafi sang Kolonel yang mengkudeta Raja Idris di Libya.

Prabowo memilih untuk menerima dan menjauh dari hiruk pikuk politik. Dia pergi ke Yordania membantu usaha adiknya (Hashim Djojohadikusumo). Kebetulan Raja Yordania, Abdullah II adalah sahabat Prabowo dulu waktu ikut training di Fort Benning yang dikenal sebagai lembaga pendidikan militer paling bergengsi di Amerika Serikat yang khusus mencetak pasukan ahli teror kota dan perang kota.

Prabowo sebagai Cawapresnya Megawati saat Pilpres 2009.

Bahwa kemudian Hashim lah yang memotivasi Prabowo untuk mendirikan partai dan mencalonkan diri sebagai Presiden. Ini diajukan oleh Hashim setelah dia dijebak Sandiaga Uno dan Edwin Suryajaya (adik dari Edward Suryajaya, Bendahara Golkar) lewat skema Hostile Takeover dan akhirnya kalah dengan terpaksa melepas bisnis Tambang Batubaranya di PT Adaro.

Kasus ini sempat digelar di Pengadilan Singapore dan akhirnya Hashim kalah. Hashim dendam dengan kekalahan ini. Prabowo juga dendam karena dia tersingkir sebagai Pati TNI, dan karenanya setuju dengan ide Hashim. Disinilah faktor dendam menjadi lebih dominan.

Sejak partai Gerindra didirikan, Hashim bertindak sebagai financial resource bagi Prabowo. Tahun 2009 pasangan Mega-Prabowo tidak berdaya menghadapi SBY yang didukung oleh Aburizal Bakrie (ARB). Hashim tahu bahwa kekalahan Paslon Mega-Prabowo sama dengan kekalahannya atas Adaro. Semua karena ada harimau besar dibalik ARB yaitu Nathaniel Philip Rothschild (Nat).

Nathaniel Philip Rothschild (Nat) bersama salah seorang partnernya.

Mr Nat adalah anggota dari keluarga terkaya Yahudi. Buyutnya bernama Mayer Amschel Bauer Rothschild merupakan penggerak utama Zionist dan pendana terjadinya migrasi besar-besaran bangsa Yahudi dari seluruh dunia kembali ke Tanah Palestina, dan akhirnya terbentuklah Negara Israel.

Mr Nat sendiri dikenal sebagai konglomerat tambang terbesar di dunia. Buyutnya juga adalah pendiri bursa emas di London dan pendiri The Fed (Bank Central Amerika). Nat didukung oleh sumber pendanaan Yahudi dari hasil menguras SDA di seluruh dunia, seperti Abu Dhabi Investment Council, Schroders Investment Management Limited, Standard Life Investments, Taube Hodson Stonex LLP, Artemis Investment Management LLP, dan Robert Friedland.

Menurut cerita kalangan Fund Manager dunia, sumber pendanaan Nat itu assetnya lebih besar dari GNP Amerika. Jadi benar-benar the real power.

Nathaniel Philip Rothschild (Nat), Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie (ARB).

Pada September 2012 Hashim kali pertama bertemu dengan Mr Nat di Restaurant Belvedere yang berada di Holland Park, London. Pertemuan keduanya ‘dicomblangi’ oleh teman Hashim yaitu Robert Friedland seorang konglomerat tambang AS dan pemegang saham terbesar di beberapa lembaga keuangan di Eropa dan Amerika.

Setelah itu Hashim bergabung dengan Mr Nat. Penyebabnya karena Mr Nat bertikai dengan sohibnya ARB di Bumi Resource PLC yang listed di Bursa London. Mr Nat menguasai saham Bumi Resource PLC melalui anak perusahaannya bernama Vallar. Awalnya ARB dimanfaatkan oleh Nat untuk menguasai tambang batu bara di Indonesia dan karenanya Nat mendukung SBY sebagai Capres tahun 2004, dimana ARB di belakang SBY.

Kelihatannya awal pertikaian antara ARB dan Mr Nat terjadi ketika ARB telah menjadi Ketua Umum Golkar dan bermitra dengan China Investment Corporation (CIC). ARB tidak lagi sebagai loyalis Mr Nat karena sudah di back up oleh CIC. Dia ingin bersama CIC menguasai tambang batu bara di Indonesia dan mendepak Mr Nat di Bumi Resource PLC, dan tentu ingin menguasai Freeport karena PT Bumi Resource juga adalah pemegang saham Freeport. Itu sebabnya ARB menggunakan Golkar sebagai kendaraan untuk menjadi Presiden RI.


Nat tidak bisa menerima sikap ARB tersebut. Maka perang tidak bisa dielakkan. Awalnya ARB tersingkir dari Bumi Resource PLC namun ARB melawan. Setelah 13 bulan peperangan berlangsung, berakhir dengan ARB berhak menguasai kembali PT Bumi Resource namun harus membayar sebesar U$ 501 juta. Karena inilah ARB harus rela mendukung Prabowo sebagai Capres sebagai syarat penundaan pembayaran.

The Actual Winner is Rothschild Family. Ya bagi ARB dan Hashim, kekuasaan formal tidaklah penting, yang penting adalah UANG. Dengan uang maka kekuasaan bisa diperalat. Ingat apa kata Mayer Amschel Bauer Rothschild “Give me control of a nation’s money and I care not who makes it’s laws”.

Jelas sekali ambisi Hashim Djojohadikusumo: "Saya ingin kaya dan menjadi Penguasa."

Kini Hashim menjadi settler dari Rothschild untuk mendukung Prabowo jadi RI-1. Bersamanya juga ada barisan Partai berbendera Islam yang ikut bergabung untuk menjadi icon melawan kekuatan ideologi kaum Marhaen (sosialis nasionalis) yang ada di gerbong Nasionalis.

PDIP dengan kekuatan akar rumput selama 1 dasawarsa sedang berhadapan dengan raksasa elite global yang berada di belakang capres pesaing dari PDIP.

Dari referensi di atas menjadi awal menguak puzle-puzle berikutnya. Kelompok Rothschild dengan proxy-nya yang berada di Indonesia membeli jiwa mereka semua dengan uang dan mereka loyal karena itu. Tentu untuk kepentingan Rothschild, bukan kepentingan nasional apalagi kepentingan agama.

Rothschild Family.

Kita tidak pernah tahu Rothschild itu berbentuk seperti apa. Dimana markasnya dan bagaimana mereka bergerak. Mereka antara ada dan tiada, itulah strategi mereka yang kontroversi. Menjadi invisible power yang tak teridentifikasi.

You don’t think that having control of the money is more power than making laws? If you control all the money do you not have the maker of laws at your disposal? The only thing you would fear is a socialist in power”.

Makanya PDIP sebagai penjaga Nasionalis bersama ideologi Marhaenisme yang dicetuskan Bung Karno, bagi mereka tidak boleh berkuasa. Kemenangan Jokowi adalah nightmare bagi capitalism. 2 periode mereka "kecolongan" secara dramatis.

Mari kita analisa lagi lebih jauh terkait substansi dari rekam jejak tiap kasusnya: Semua analisis terkait aksi 411, 212 dan Pilkada DKI hanya menekankan soal revitalis gerakan Islam radikal.

Sangat sedikit analisis yang mengarah pada penjelasan modus ekonomi politik dibalik berbagai aksi yang menyerang legitimasi Jokowi. Semuanya dimulai dari keseimbangan baru dari kemenangan Jokowi dalam pilpres 2014 lalu.


Siapapun tak menyangka Jokowi akan sanggup menandingi Prabowo yang didukung kekuatan oligarki bisnis besar di Indonesia plus kapitalis Amerika. Dukungan oligarki bisnis ke Prabowo tidak bisa terlepas dari patron-patron politik mereka yang merapat ke kubu Prabowo.

Ini sinyal bahwa oligarki bisnis yang berpatron 10 tahun masa SBY akan berada di kubu Prabowo. Selain itu ada ARB, ada Hashim Djojohadikusumo, Harry Tanoe, dan dinasti Cendana. Jaringan bisnis yang berpatron pada para Jenderal juga banyak berada di kubu Prabowo. Cek nama-nama Jenderal purnawirawan TNI dan Polri yang masuk di TKN (Tim Kampanye Nasional).

Praktis, sebagian besar konglomerat kelas kakap merapat ke Prabowo. Prabowo jadi jagoan oligarki bisnis besar. Dengan kekuatan modal besar, Prabowo yang disokong oleh sebagian besar konglomerat kelas kakap berada di atas angin.

Dana kampanye Prabowo tiap ikut Pilpres tidak terbatas. Ditambah dengan sokongan diam-diam dari Cikeas. Kekalahan Prabowo dalam 2 Pilpres membuyarkan harapan mereka.

Ganjar, Prabowo dan Jokowi.

Kini untuk ketiga kalinya mereka reuni. Mereka mulai bermanuver. Segala cara dilakukan untuk merapat ke Jokowi. Pintu untuk masuk dicari, tapi Jokowi tetap lempeng.

Kepentingan kroni-kroni lama dibabat habis oleh Jokowi, mulai dari Mafia Migas sampai Mafia impor. Dari Freeport, batubara, CPO, Nikel hingga yang terakhir hilirisasi membuat negara Eropa Amerika merasa "dikerjain" oleh seorang Jokowi. Selain itu kaki-kaki para patron juga dipotong, sehingga patron politik juga kelimpungan.

Bakrie kelimpungan dengan bisnisnya Lapindo-Brantas harus bayar dana talangan. TV One jadi lebih banyak siaran sinetron. Pasang surut kuasa politik dan Bisnis Bakrie dengan Golkar mengalami masa paling buruk. Partai sebesar Golkar pernah pecah 2 kubu, bentrok antar elite terjadi karena berebut ceruk bisnis di era Jokowi yang semakin dibatasi.

Ingat kasus "papa minta saham" dan E-KTP yang semua dilakukan oleh jaringan Partai Golkar.

Jokowi diantara Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Jusuf Kalla (JK).

Gerindra dan Hasyim ikut terkena imbasnya, sehingga jaringan kroni Prabowo juga berupaya mengais dari jatah impor daging dan gula. Artinya aktivitas bisnis kroni sangat tergantung pada patron politiknya. Ketika patron tersungkur, bisnispun ikut tersungkur.

Dalam kondisi seperti itu, strategi yang digunakan adalah mundur selangkah untuk terus mencari cara menurunkan Jokowi. PDIP sepanjang 2 periode Jokowi masih kompak "melindungi" Jokowi dari upaya pemakzulan. ARB cs akhirnya nyerah sebagai veto player di Golkar.

Konstelasi di Golkar akhirnya diserahkan ke elite Golkar di rezim Jokowi: JK dan LBP. Prabowo pun kemudian otomatis lebih dekat dengan LBP. Sehingga beberapa kepentingan Prabowo bisa tetap diakomodasi. Dengan cara merapat ke pilar-pilar kekuasaan, mereka berharap tetap mendapatkan sumber ekonomi untuk biayai aktivitas politik selanjutnya.


Menjadi Menteri Pertahanan adalah bargaining politiknya dengan pihak pemenang Pilpres. Pemerintahan Jokowi dijamin Prabowo tidak "diganggu" stabilitas politiknya. Sebaliknya Pemerintah juga tidak "mengganggu" kerja Kemenhan dengan segala manuver anggarannya.

Belanja Alutsista, Food estate hingga kapal patroli mangkrak nyaris tak satupun aparat penegak hukum yang berani menyentuhnya. Kemenhan seakan menjadi negara dalam negara.

Apa yang terjadi di 2023 ini menjadi upaya last time menggoyang Jokowi meski tidak lagi ikut Pilpres. Namun uniknya mereka justru semakin fokus ke Jokowi dan keluarganya. Upaya adu domba antara keluarga Jokowi dengan PDIP menjadi perang terbuka yang melibatkan para elitenya.

Konglomerat hitam dan oligarki bisnis itu masih tetap ingin berkuasa dengan memanfaatkan patron-patron politik dengan berburu rente.

Hati-hati dibalik serigala berjenggot ada kekuatan hitam yang tetap ingin berkuasa. Mereka tidak peduli dengan jualan NKRI ber-syariah atau apalah itu, karena yang penting bagi mereka pundi-pundi uang mereka tetap terisi.

Ada 9 Naga, membayar 9 Unta untuk membodohi 9 juta Keledai. Jika kita diam, Indonesia habis !!!

Saat Jenderal Wiranto mencopot pangkat Prabowo Subianto.

Perjalanan politik Prabowo diawali dengan kabar dirinya terlantar di Swiss. Saat itu Prabowo dalam rangka mengasingkan dirinya ke Yordania usai dipecat dari militer atas vonis pelanggaran HAM berat di era reformasi 98.

Mantan Danjen Kopassus itu sedang mengurus bisnis dan uangnya di negara bebas pajak, Swiss. Di negara itulah Prabowo dianggap berstatus tanpa kewarganegaraan alias stateless. Warga negara Yordania bukan, Indonesia juga tidak diakui.

Kabar Prabowo stateless sampai ke tanah air. Suami Megawati, Taufik Kiemas-lah yang berinisiatif menyelamatkan Prabowo dari Swiss dengan mengirim private jet. Prabowo dibuatkan paspor di Singapore yang saat itu Dubesnya Luhut Binsar Panjaitan.

Setiba di Indonesia pada bulan Januari 2000, Prabowo dirangkul oleh Partai Golkar yang saat itu Akbar Tanjung masih menjadi sosok yang disegani di partai yang identik dengan Soeharto dan Orba. Menjadi ketua HKTI sekaligus sebagai anggota dewan penasihat partai Golkar hingga tahun 2008.

Hanura, Gerindra, Golkar, dan Nasdem, berasal dari akar yang sama.

Jadi rumor Prabowo melarikan diri ke Yordania sebenarnya kurang tepat. Dari tahun 1998 hingga 2000 tidak sampai 2 tahun, lebih tepatnya disebut plesiran longstay.

Panglima TNI Wiranto yang memecat Prabowo berkumpul juga di satu kubangan partai Golkar. Cek faktanya, di tahun 2004 Golkar menyelenggarakan konvensi untuk memilih calon presiden yang akan diusung. Ada nama Akbar Tanjung, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Prabowo Subianto, dan Wiranto.

Usai konvensi partai yang dimenangkan Wiranto namun gagal dalam Pilpres 2004 yang direbut “the rising stars” SBY sebagai Presiden ke 6. Kemudian 3 nama terakhir membelah diri dari partai Golkar dengan mendirikan partai baru. Surya Paloh dengan Nasdem, Prabowo mendirikan Gerindra dan Wiranto di Hanura.


Sebagai partai baru, Prabowo dan Gerindra memilih berkoalisi dengan PDIP yang notabene ada Taufik Kiemas sang penyelamat plesiran hingga stateless Prabowo. Pasangan Mega-Prabowo terbentuk di 2009 setelah sebelumnya menandatangani perjanjian politik yang dikenal dengan nama Perjanjian Batu Tulis.

Dalam perjanjian tersebut Prabowo mendukung Megawati sebagai capres dan dia sebagai wakilnya. Konsekwensinya pada Pilpres berikutnya, Megawati akan mendukung Prabowo sebagai Capres. Semacam giliran jaga istana negara tiap 5 tahun sekali.

Paslon Mega-Prabowo kalah dalam Pilpres 2009, SBY berkuasa 2 periode. Megawati dan PDIP memilih menjadi oposisi dan Prabowo bersama Gerindra mendukung pemerintahan SBY hingga 2014.

Pertanyaan mengapa Prabowo ingin menjadi Presiden mulai diwujudkan di tahun 2014. Kalah dalam audisi (konvensi) Capres Partai Golar berlanjut kalah berpasangan dengan Megawati membuat Prabowo memutuskan maju sendiri sebagai capres dengan Gerindra di tahun 2014.

Antara Ketua Partai (Gerindra) dan Petugas Partai (PDI-P).

Ternyata situasi berubah, Megawati tidak maju lagi dalam Pilpres 2014, tetapi menugaskan Jokowi melawan seorang Prabowo. Segala kalkulasi politik, logistik hingga analisa para pakar mengarah Prabowo akan menang mudah melawan Jokowi si tukang kayu dari Solo. Ketua Partai bukan hanya sekelas Petugas Partai.

Prabowo yang didukung koalisi gemuk partai pendukung ternyata harus kalah dramatis dari Jokowi. Kesalahan fatal Prabowo saat melawan Jokowi adalah meneruskan persekutuan pemerintah SBY dengan Amerika. Rakyat sudah paham 10 tahun periode SBY yang memanja rakyat dengan subsidi hasil hutang ke IMF.

Bukan hanya melanjutkan program memanjakan rakyat, Prabowo dalam pandangan jurnalis Amerika menjadi anak kesayangan Amerika. Jalur kedekatan militer Amerika dengan Prabowo tertuang dalam dokumen Pentagon.

Berawal dari Joined Combined Exchange Training (JCET) antara pasukan khusus AS dengan pasukan khusus Indonesia. JCET adalah sebuah program latihan gabungan tentara Amerika Serikat di sebuah negara dengan tentara negara setempat saat Prabowo menjadi Danjen Kopassus.

Bertemu dan berpisah karena kepentingan. Itulah politik.

Program ini sempat menimbulkan kontroversi karena justru dianggap menghasilkan tentara yang terlibat kasus pelanggaran HAM. Prabowo berhubungan dengan Defense Intelligence Agency (DIA) milik Amerika Serikat. Dialah sosok kunci utama masuk special forces AS di Indonesia sejak tahun 2000. Sementara sang Adik, Hashim Djoyohadikusumo dalam sebuah acara diskusi berpidato di Washington DC, di depan US-Indo, sebuah kelompok yang ada anggota dari usaha-usaha terbesar di Amerika. Dalam pidato tahun 2013 itu, Hashim berkata bahwa kalau Prabowo naik sebagai Presiden Indonesia, AS akan terima posisi spesial, privilege dari pemerintah Prabowo.

Hegemoni Amerika di era SBY akan diteruskan Prabowo jika dia menjadi Presiden 2014. Namun masyarakat sudah terlanjur kecewa dengan banjir kasus korupsi di era SBY yang menjerat puluhan tokoh Partai Demokrat berikut jaringan oligarkinya. Suara Partai Demokrat terjun bebas di 2014, namun lebih tepatnya beralih ke Gerindra yang bersepakat meneruskan program 10 tahun SBY.

Keinginan Prabowo menjadi Presiden pada 2014 pupus saat menghadapi perlawanan rakyat pada sistem korup melalui sosok Jokowi. Gagal dalam Pilpres 2014 dengan skema pro Amerika membuat Prabowo memutar haluan. Merangkul kelompok Islam militan menjadi strategi Prabowo menggoyang pemerintah Jokowi.

Pasang surut Jokowi - JK.

Inilah yang menghidupkan mereka untuk selanjutnya mulai bermanuver untuk goyang-goyang rezim Jokowi. Banyak orang SBY dan Prabowo diantaranya masih bersembunyi jadi komisaris-komisaris di BUMN. Dan dengan tantiem (pembagian bonus ke manajemen) komisaris-komisaris itu digunakan untuk membiayai aksi-aksi oposisi.

Artinya berbagai aksi itu dibiayai dengan rente ekonomi dari para elite. Dan mereka menunggu durian runtuh apabila aksi mereka itu berhasil. Jadi aksi-aksi itu punya basis material di elite yang tidak puas pada kepemimpinan Jokowi. Elite politik yang tidak puas pada kepemimpinan Jokowi menggalang pengusaha kroni mereka untuk biayai aktivitas politiknya.

Mereka merancang rapat di atas sebuah kapal pesiar, merancang turunnya Jokowi paling lambat 2 tahun setelah dilantik sebagai Presiden 2014. Transisi kekuasaan diatur, Jokowi akan dilengserkan diganti dengan JK. Rancangan awalnya melalui jalur konstitusional lewat Parlemen (DPR). Setelah 2 tahun, Jokowi tidak jatuh juga. Dicari cara baru untuk jatuhkan Jokowi.

Timbul tenggelam Prabowo - JK.

Momentumnya tersedia menjelang pilkada DKI. Politisasi agama dilakukan secara masif. Aksi massa digerakkan untuk menekan Jokowi. Pada saat yang bersamaan tentara didorong-dorong mengambil alih kekuasaan. Jokowi bergerak cepat, garis batas ditarik dengan tegas sehingga momentum pengambilalihan kekuasaan bisa menyurut. Ahok menjadi tumbal.

Gagal dengan skenario pengambil-alihan kekuasaan dengan menggunakan massa disokong tentara gagal, skenario bergeser lagi. Jokowi praktis punya waktu 1,5 tahun sebelum proses pemilu 2019 mulai digelar.

Mereka mulai merancang skenario baru untuk mengalahkan Jokowi, mengulang skenario mengalahkan Ahok. Dalam hal prestasi Ahok sangat populer dan disukai. Sebagian besar warga puas dengan kinerja Ahok. Walaupun tingkat kepuasannya tinggi tapi Ahok bisa ditumbangkan dengan gunakan politisasi agama. Skenario Jakarta inilah yang digunakan untuk melawan Jokowi mulai saat itu.

Politisasi agama mulai digulirkan di masjid-masjid untuk menyerang Jokowi. Disebut sebagai antek China dan keturunan PKI, ini akan gencar dilakukan sampai 2024.

Pilpres 2019 yang berdarah-darah ....

Prabowo yang pada Pilpres 2019 menggandeng Sandiaga Uno kembali gagal mengalahkan dominasi kekuatan akar rumput Jokowi. Kesalahan terbesar Prabowo adalah merangkul kelompok garis keras, namun gagal mengendalikannya. Mereka yang terprovokasi membenci Jokowi ternyata tidak serta merta mengidolakan Prabowo yang jauh dari religius dalam ukuran mereka.

Pilpres 2019 usai dan menyisakan residu politik terkait mayoritas dan minoritas. Polarisasi terjadi sebagai “kecelakaan politik” hingga hari ini. Apakah kemudian Prabowo akan memanfaatkan situasi tersebut untuk kembali bertarung dalam pilpres 2024?

Situasi telah berubah konstelasinya. Sosok Anies Baswedan lebih dipercaya mewakili kelompok perubahan Indonesia dibanding Prabowo. Anies yang super PD dengan situasi tersebut memilih pisah dengan Prabowo yang sebelumnya santer beredar akan disandingkan bersama Ganjar oleh Jokowi.

Di sudut lain Golkar ingin mengambil peran strategis pada Pilpres 2024. Partai yang selama ini mencari aman berdiri di posisi siapapun yang berkuasa sudah saatnya kembali memegang kuasa. Pengalaman 10 tahun Prabowo gagal menjatuhkan Jokowi secata konstitusional menjadi pelajaran berharga.


Jokowi harus dijauhkan dari rakyat dan partainya.

Nama kader Golkar Bahlil Lahadalia muncul sebagai inisiator jabatan Presiden 3 periode. Sosok yang dikabarkan merupakan anak emas Luhut Binsar Panjaitan tersebut sedikit banyak mengabarkan sinyal Jokowi sedang haus kekuasaan di masyarakat. PDIP menolak dengan alasan hal tersebut inkonstitusional. Penolakan PDIP kemudian dihembuskan kabar bahwa Jokowi kecewa dengan keinginannya tidak dituruti. Retak halus Jokowi dan Megawati setiap hari dipupuk.

Di sisi lain Prabowo melihat ada peluang memenangkan Pilpres 2024 dengan memanfaatkan keretakan hubungan Jokowi dengan PDIP. Prabowo merangsak ke ketiak Jokowi berikut anak dan menantunya.

Ingat, Jokowi bukan murni kader PDIP. Tahun 2004 Jokowi masih jadi pengusaha mebel sukses di Solo. Keinginannya menjadi walikota mengharuskannya keliling dari satu partai ke partai yang lain untuk mendapatkan kendaraan politik. Semua partai menutup pintu karena menganggap Jokowi bukan siapa-siapa. Hingga akhirnya FX Rudyatmo ketua DPC PDIP Solo yang berjasa membawanya masuk mempertemukan dengan Megawati dan mendapatkan restu menggunakan PDIP maju sebagai walikota Solo.


Begitu pula dengan Gibran yang masuk PDIP saat akan maju sebagai Walikota Solo. Gibran sebelumnya berada dalam circle pengusaha muda bersama anak-anak petinggi partai Golkar dalam organisasi HIPMI. Gibran sudah “berdarah” Golkar sebelum masuk ke PDIP.

Perseteruan PDIP dengan keluarga Jokowi memuncak pada kasus putusan MK. Karpet merah Gibran lolos persyaratan usia capres dan cawapres dikonotasikan sebagai ulah Jokowi. Namun hingga saat ini belum ada bukti bahwa Jokowi lah yang merancang skenario di MK, kecuali rumor politik Anwar Usman sang adik ipar yang berjibaku mempertaruhkan jabatan untuk sang keponakan.

Hujatan publik sebagai perusak konstitusi tertuju pada 3 orang: Jokowi, Anwar Usman dan Gibran. Prabowo mendapat durian runtuh bernama Gibran, Golkar menyalip di tikungan dengan lebih dulu mendeklarasikan Gibran sebagai cawapres Prabowo.

Strategi Prabowo bersama Golkar adalah dengan menarik paksa Jokowi dan keluarga untuk Pilpres 2024 bersama Prabowo. Suara loyalis Jokower dan PDIP pecah atas indikasi Jokowi dukung Prabowo yang dititipi Gibran.

Yang warnanya kuning belum tentu emas. Di jalan raya warna kuning adalah tanda "Hati-hati!" dan "Waspada!"

Pertanyaan berikutnya untuk Prabowo. Sukseskah strategi unik kali ini untuk menjadikannya sebagai Presiden? Masyarakat pemilih kali ini lebih cerdas melihat rekam jejak sekaligus rekam medis Prabowo.

Ingat, Prabowo sendiri pernah mengatakan bahwa assetnya selama ini macet karena dia gagal berkuasa. Jadi mengapa Prabowo ingin jadi Presiden? Bukan untuk jadi pemimpin tapi agar dia menjadi penguasa. Dendam menjadi penguasa selama puluhan tahun, ketika jebol di 2024 maka kemungkinan apa yang akan terjadi?

Hutang investasi politik puluhan tahun harus dibayar lunas, gerbong kapitalis di belakangnya akan berhamburan berpesta, buka puasa puluhan tahun para neo orba berkumpul dalam satu meja makan. Kita cukup jadi penonton yang terperdaya, kaum marhaen kalah lagi dengan kaum kapitalis.

Demos (rakyat) kratos (kekuasaan) benar-benar nyata berubah menjadi Demon (setan) kratos (kekuasaan). Pilihannya hanya satu: lawan dan menang !!!

Salam NKRI Tanpa Koma !!!

Ki Panji Nuswantoro
https://suluhnusantaranews.id/2023/11/07/mengapa-prabowo-ingin-jadi-presiden-bagian-1/#
https://suluhnusantaranews.id/2023/11/08/mengapa-prabowo-ingin-jadi-presiden-bagian-2/
https://suluhnusantaranews.id/2023/11/10/mengapa-prabowo-ingin-jadi-presiden-bagian-3/