Monday, July 27, 2009

Pidato SBY Bentuk Kepanikan


Pidato Presiden SBY yang kemudian menuai tanda tanya dari berbagai kalangan tak lama setelah kasus peledakan bom yang terjadi di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton, Jumat (17/7), bagi pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia (UI), Effendi Gazali adalah sebuah bentuk ekspresi kepanikan. Dirinya menilai, pernyataan itu haruslah dimaklumi sebagai bentuk dari kepanikan paska kejadian tersebut.

Dalam penilaiannya, seseorang dalam menghadapi teroris biasanya lebih menekankan optimisme ke depan. "What next, ke depan seperti apa. Semakin banyak orang yang bertarung melawan teroris, itu lebih baik. Cuma persoalannya memang, dia (Presiden SBY) sebagai manusia, terpukul juga. Presiden juga manusia, karena masalah-masalah lain, dari soal quick count sampai terjadinya teror, juga persoalan lain yang kemudian diramu di alam bawah sadarnya," kata Effendi Gazali.

Ia berharap, secara struktural haruslah ada orang yang berani menegur, mengingatkan Presiden SBY ke depannya. Bagi Effendi Gazali, Presiden SBY tidaklah perlu harus meminta maaf atas pidatonya yang dianggap banyak kalangan menyinggung pihak lain.

"Bagi saya, agak tidak perlu meminta maaf. Karena apa, tidak ada perlawanan sungguh-sungguh dari kelompok lain. Ada dua hal, ini soal isu teror, semua orang harus berada di belakang presiden. Bagusnya lagi, mereka Bu Mega Pak Jusuf Kalla dan Pak Prabowo malah menunjukkan kualitas kenegarawanannya, menunjukkan sikap dalam hal ini bahwa siapa sebenarnya dari ke 3 tokoh ini dengan menyatakan kami adalah negarawan," papar Gazali.


"Pak Prabowo juga berkali-kali mengatakan, kami melihatnya dari segi yang positif saja. Nah, karena ini seakan sudah sejalan maka, tidak perlu lagi meminta maaf. Toh, beberapa stafnya juga sudah memberikan klarifikasi-klarifikasi. Jadi, sadarlah, presiden juga manusia," Gazali menegaskan kembali.

Sementara itu salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul menyatakan, tak ada yang salah atas Pidato kenegaraan Presiden SBY. "Siapa sih yang tidak sedih dengan peristiwa itu, sedih dong. Kenapa, tiba-tiba di pemerintahan ending beliau (SBY) ini tiba-tiba ada kejadian seperti itu. Nggak bener kalau pernyataan beliau, out of context. Oh nggak, kadang-kadang data intelijen tidak selalu tidak bisa dibuka. Kadang-kadang bisa dibuka," kata Ruhut.

"Kalau data intel tak dibuka itu, ya maaf saja, jujur sajalah kita ini bicara politik. Siapa yang nggak tahu pernyataan Bu Mega dan Mas Prabowo berkaitan dengan kampanye presiden, Gelora Bung Karno digadaikan. Di hari terakhir langsung manis, bahkan ingin sowan. Jadi psy war politik itu perlu. Jadi, apa yang dikatakan presiden itu bener, siapa bilang tidak benar," Ruhut menegaskan.

"Kalau tidak ada hubungan? Pak JK sendiri bilang, kita sedang ribut ini ribut itu, datanglah memanfaatkan di air keruh, teroris itu. Jadi ada hubungannya dong," ujar Ruhut lagi.

Laporan wartawan Persda Network Rachmat Hidayat
KOMPAS.com, 22 Juli 2009

1 comment:

TUKANG CoLoNG said...

gambar ruhut lucu. saya pake buat posting RUHUT SITOMPUL LUCU SEKALI!