Monday, July 27, 2009

Menko Polhukam: Jangan Komentari Macam-macam


Kritik yang datang bertubi-tubi dari sejumlah kalangan terhadap pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa saat setelah peristiwa meledaknya bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta, beberapa waktu lalu terkesan membuat gerah pemerintah.

Dalam jumpa pers seusai menemui Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Departemen Pertahanan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Widodo AS, Rabu (22/7), meminta para pengamat tidak berkomentar macam-macam menanggapi pernyataan presiden itu. "Kita lihat banyak komentar beberapa pihak, yang tidak memberi kontribusi apa pun ke upaya penyelesaian masalah. Saya kira (laporan) intelijen berdasarkan fakta dan kita harus hadapi fakta itu dengan proper (baik)," ujar Widodo.

Seperti diwartakan, pernyataan Presiden Yudhoyono yang mengaitkan aksi terorisme dengan pihak-pihak yang tidak puas dengan proses dan hasil Pilpres 2009 lalu disayangkan dan menuai banyak kecaman. Setelah menuai kekecewaan, Presiden Yudhoyono secara membingungkan kemudian menyatakan jangan ada pihak mana pun mencoba membelokkan isu terorisme ke persoalan lain. Dia juga berdalih bahwa apa yang disampaikannya bukan untuk menakut-nakuti melainkan untuk membuat masyarakat waspada.

Lebih lanjut dalam jumpa pers Widodo menegaskan, pihak aparat akan tetap fokus dan bekerja maksimal. Negara, pemerintah, dan aparat menurutnya berkewajiban untuk mengingatkan adanya ancaman terorisme, yang bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana saja. Seusai pertemuan, Menhan tidak keluar ruangan mengantar kepulangan Widodo. Hanya Sekretaris Jenderal Dephan Sjafrie Sjamsoeddin yang tampak mengantar Widodo ke halaman gedung Dephan.

Sjafrie pun tidak banyak berkomentar soal isi pertemuan terkait masalah terorisme. Tidak ada hal spesifik tentang itu, hanya secara makro disinggung bagaimana pola kerja sama kepolisian dan TNI dalam menangani terorisme, baik di dalam maupun di luar negeri. Tadi juga dikaitkan dengan kebijakan (Rancangan) Undang-Undang Keamanan Nasional. "Kita harus rapikan dan tata semua kebijakan terkait yang sudah ada," ujar Sjafrie.


Sementara itu, dalam siaran persnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo menegaskan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya menyusul instruksi Presiden RI pada 5 Oktober 2005, yang meminta TNI AD terlibat aktif memerangi terorisme. Beberapa upaya itu seperti membentuk Desk Anti-Teror di setiap tingkat Komando Daerah Militer sampai ke Markas Besar TNI AD, secara berjenjang sesuai kewenangan para pejabat yang ada. Selain itu TNI AD juga menyiapkan Detasemen 81 Anti-Teror Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Saat diminta tanggapan terpisah terkait penolakan pemerintah untuk dikritik, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menyanggah kritik yang selama ini dilontarkan sejumlah kalangan bertujuan menjelek-jelekkan pemerintah. "Kami justru memberi masukan sekaligus mengingatkan Presiden Yudhoyono berhati-hati menyampaikan pernyataan dan juga agar jangan sampai dia ibarat 'mengail di air keruh', apalagi 'lempar batu sembunyi tangan'. Pernyataan seorang presiden punya implikasi besar. Sebaiknya sekarang kita tunggu saja hasil penyelidikan Polri," ujar Ikrar.

Dampak negatif yang sudah tampak menyusul pernyataan presiden itu, tambah Ikrar, sudah terlihat ketika sejumlah kalangan elemen masyarakat sipil menyatakan kekecewaan mereka kalau keinginan agar pilpres berjalan dengan jujur dan adil justru dicurigai macam-macam oleh Presiden Yudhoyono.

KOMPAS.com, 22 Juli 2009

No comments: