Thursday, May 14, 2009

PDI-P dan Pilihan-Pilihannya


Jika benar apa yang diprediksikan pelbagai jajak pendapat, SBY akan menang dalam persaingan ke kursi kepresidenan. Berarti baik Megawati maupun Jusuf Kalla tak punya peluang -atau memerlukan kejadian yang luar biasa …. Apalagi Prabowo dan Wiranto.

Saya tidak begitu berminat tentang apa yang dapat dilakukan Golkar, Gerindra dan Hanura dalam kondisi itu. Saya lebih berminat, dan lebih prihatin, tentang pilihan langkah yang harus diambil PDI-P. Partai inilah yang saya pilih dalam pemilu untuk lembaga legislatif yang baru lalu.

Tampaknya ada tiga pilihan:
1. Megawati maju terus sebagai calon presiden, didampingi dengan seorang tokoh lain: Prabowo atau Sultan Hamengku Buwono X.

Dengan Sri Sultan, saya belum tahu apa hambatannya. Dengan Prabowo ada persoalan pokok: mantan jenderal dan menantu Suharto ini ingin dirinyalah yang jadi calon presiden, dengan dukungan PDI-P. Koalisi agaknya sulit terbentuk karena itu.

Persoalan ini terpecahkan seandainya Prabowo bersedia hanya jadi calon wakil presiden.
Ini bisa akan meramaikan pemilihan dan tak menghambat Megawati maju bertanding. Tapi dengan catatan: pasangan Mega-Prabowo juga bisa memperlemah daya saing menghadapi SBY, apalagi jika SBY jadi berpasangan dengan pakar ekonomi Budiono.

Budiono memang bukan tokoh yang dikenal luas. Tapi ia akan memproyeksikan citra yang lebih bebas dari usreg-usregan parpol seperti sekarang. Budiono juga dinilai bersih, setidaknya tak dikenal punya bisnis seperti Jusuf Kalla; ia juga mengesankan perhatian khusus SBY dalam menghadapi kriris ekonomi global.

Sebaliknya Prabowo: diakui atau tidak, ia sejak mula tokoh yang menimbulkan kontroversi; ia punya banyak musuh di kalangan ABRI (baca buku Sintong Panjaitan) dan di kalangan pro-demokrasi.

2. Untuk menyelamatkan Megawati dari pertandingan yang tak menjanjikan kemenangan, PDI-P membiarkan Prabowo maju sebagai calon presiden dengan didampingi Puan Maharani (puteri Megawati) sebagai wakil.

Tapi akan ada pertanyaan besar. Kenapa Partai tidak menampilkan tokoh dari tubuhnya sendiri sebagai calon presiden? Mengapa harus "pinjam" Prabowo -yang belum tentu bisa diatur oleh PDI-P? Mengapa harus memakai Prabowo, yang hanya dapat sekitar 5% suara (sedang PDI-P sendiri hampir 15%)? Mungkinkah Puan bisa mengimbangi "kehadiran" Prabowo dalam lima tahun mendatang? Bagaimana masa depan PDI-P sebagai "hanya" partainya Wakil Presiden? Jangan-jangan pendukung dan posisinya akan diambil-alih Gerindra.

3. Megawati tak akan ikut dalam pemilihan presiden dan PDI-P berkoalisi dengan Demokrat. PDI-P masuk ke dalam kabinet. Ini bisa menguntungkan PDI-P (tidak harus memimpin, tapi bisa berpengaruh), dan bisa menguntungkan Demokrat (akan dapat dukungan tambahan sekitar 90 kursi di parlemen). Sementara itu, PDI-P bisa terus mengadakan kaderisasi untuk 2014, masa pasca-Mega. Di luar kabinet, kaderisasi juga bisa dilakukan, tapi jika orang bisa bertaruh bahwa ekonomi Indonesia akan pulih sebelum 2014, berada di dalam kabinet lebih menguntungkan.

Koalisi PDI-P dan Demokrat juga baik untuk membangun pemerintahan yang lebih punya komitmen kepada kebhinekaan. Bukan hanya komitmen kepada golongan Islam.

Tapi opsi terakhir akan punya problem: bersediakah Megawati? Juga: siapa yang akan berada dalam Oposisi?

Pemerintahan SBY yang berjalan tanpa Oposisi bisa jadi "complacent" dan mudah menyeleweng. Maka peran Gerindra dan Hanura (dan mudah-mudahan Golkar) sebagai oposisi diperlukan. Jangan-jangan PKS juga akan mempertimbangkan koalisinya kembali. Sebab PDI-P dengan suara lebih kuat, bisa meminta SBY memberikan posisi yang lebih penting ketimbang PKS dan PAN.

Hari-hari ini, apa yang akan muncul dari pilihan-pilihan itu akan penting bagi Indonesia lima tahun lagi, meskipun tak akan mengubah Republik secara radikal.

Semoga kita selamat meniti ke seberang.

Goenawan Mohamad, TEMPO Interaktif, Jum'at, 8 Mei 2009

No comments: