Friday, May 1, 2009

Cerita dari Gerbong Joko Kendil


Seusai bercengkerama dan membagikan tiga cerita lucu yang salah satunya dari KH Abdurrahman Wahid, Kereta Api Joko Kendil yang ditumpangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berangkat dari Stasiun Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/4). Kereta khusus ini berjalan perlahan menuju Stasiun Senen.

Presiden didampingi Ny Ani Yudhoyono lantas menatap ke jendela kereta. Tangan kanannya dilambaikan ke luar tempat rakyat dengan bangunan liarnya berada. Namun, reaksi rakyat tidak ada sama sekali. Presiden tersadar, dari kaca jendela tempat duduknya yang telah diberi pelapis, rakyat tidak bisa melihatnya.

Presiden lantas berdiri. Petugas lantas sibuk mencari celah agar Presiden bisa melambaikan tangan kepada rakyat. Pintu gerbong sebelah kiri lantas dibuka. Dari pintu selebar sekitar 1 meter itu, Presiden menampakkan tubuh besarnya dan menyembulkan tangannya untuk dilambai-lambaikan.

Perjalanan sekitar 23 menit yang dimulai pukul 14.13 menuju Stasiun Senen menjadi sebuah cerita tentang jauhnya rakyat dari sejahtera yang menjadi cita-cita bernegara sejak merdeka. Selain bangunan liar di sepanjang rel yang difungsikan lagi setelah delapan tahun diabaikan, Presiden juga mendapati sampah bertumpuk-tumpuk berserakan di mana-mana.

Rakyat di sepanjang rel yang menyambut perjalanannya tersebar berdampingan dengan jamban liar, gubuk-gubuk tidak berpenghuni pada siang hari, bebek-bebek, dan ayam-ayam. Meskipun demikian, semua rakyat melambaikan tangan dan dibalas Presiden dengan senyum.

Agar semua rakyat yang menyambutnya tersapa, masinis diminta memperlambat kecepatan kereta. Perjalanan Presiden dengan KA Joko Kendil merupakan bagian dari penggunaan kembali Stasiun Tanjung Priok setelah sejak 2001 tidak beroperasi. Stasiun Tanjung Priok merupakan stasiun termegah di Jakarta yang dibangun Belanda tahun 1914.

Seusai perjalanan yang membuat pikiran terganggu itu, Presiden memberi keterangan tentang permukiman liar dan kumuh di sepanjang rel kereta api yang tidak tertata. Presiden mengakui, menata ulang permukiman liar dan kumuh adalah dilematis.

”Pasti susah secara sosial dan psikologis. Mereka sudah telanjur ada di situ,” ujar Presiden Yudhoyono.....

KOMPAS, 29 April 2009

1 comment:

herizal alwi said...

Walau Jadul tp tetap :)