Saturday, April 25, 2009

Pembangunan Hukum Gagal


Pembangunan hukum telah gagal karena tidak memberikan ruang kepada mereka yang miskin dan terpinggirkan untuk didengarkan suaranya dalam perancangan skema keadilan melalui berbagai proses legislasi dan kebijakan.

Demikian benang merah pidato Prof Sulityowati Irianto (48) dalam pengukuhannya sebagai guru besar tetap dalam Ilmu Antropologi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rabu (22/4).

Dalam pidato sekitar 15 menit itu, Sulistyowati merangkum pemikirannya yang dituangkan dalam 54 halaman versi lengkap pidatonya berjudul Meretas Jalan Keadilan bagi Kaum Terpinggirkan dan Perempuan: Suatu Tinjauan Socio-Legal.

Menurut dia, itulah akar masalah kemiskinan. Karena itu, upaya mengatasi kemiskinan secara sempit, instant, dan program yang bersifat karitatif tidak menyelesaikan persoalan.

Ia menjelaskan bagaimana orang miskin dan kelompok yang tidak diuntungkan, termasuk perempuan dan anak, diproyeksikan dan dikonstruksi oleh hukum dalam berbagai rumusan legislasi dan produk kebijakan.

Doktor dalam bidang antropologi hukum itu mengedepankan diskursus hukum untuk melihat persoalan pembangunan dan kemiskinan dengan pendekatan interdisipliner. Ia juga menunjukkan kontribusi bermakna dari pendekatan socio-legal bagi studi arus hukum umum, dengan menjelaskan keterkaitan antara hukum dan berbagai fenomena kemasyarakatan.

Pembaruan
Sulistyowati adalah satu dari tiga guru besar Fakultas Hukum UI yang dikukuhkan kemarin. ”Seperti hadiah peringatan Hari Kartini,” ujar Prof Dr Melani Budianta, guru besar tetap pada Fakultas Ilmu Budaya UI. ”Bukan hanya karena ketiganya perempuan, tetapi juga karena mereka menawarkan pembaruan,” ujarnya.

Agak berbeda dari dua guru besar lainnya, pendekatan hukum secara interdisipliner yang ditawarkan Sulistyowati bukanlah subyek populer di tengah arus monodisipliner. Perjuangannya didukung sejawat dosen di Fakultas Hukum UI, di antaranya Prof Dr Ari Sukanti Hutagalung. ”Pendekatan lintas ilmu sangat diperlukan untuk memecahkan berbagai permasalahan riel di masyarakat,” kata Melani.

Dua guru besar lain adalah Prof Dr Rosa Agustina Trisnawati (49) dengan pidato pengukuhan berjudul Perkembangan Hukum Perikatan di Indonesia: Dari Burgerlijk Wetboek hingga Transaksi Elektronik dan Prof Dr Uswatun Hasanah dengan pidato pengukuhan berjudul Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia.

Dalam pidatonya, Rosa Agustina menekankan, hukum perikatan Indonesia seharusnya segera dikembangkan agar dapat berfungsi lebih memadai dalam proses globalisasi.

Adapun Uswatun Hasanah memaparkan bagaimana wakaf uang menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial dan pembangunan di mana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Ia memberi contoh deposito uang wakaf dalam social investment bank di Banglades.

KOMPAS, 23 April 2009

No comments: