Tuesday, April 14, 2009

Kisruh DPT Diduga Terencana



Masif, luas, dan meratanya persoalan yang terkait dengan daftar pemilih tetap pada pemungutan suara 9 April lalu membuat sejumlah kalangan memperkirakan adanya kekuatan besar yang bermain dalam kisruh daftar pemilih tetap tersebut.

Hal itu diungkapkan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow dan Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform Hadar N Gumay secara terpisah di Jakarta, Jumat (10/4).

Sejumlah persoalan terkait DPT dalam pemungutan suara kemarin di antaranya adalah banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih walau terdaftar dalam pemilu kepala daerah ataupun Pemilu 2004; banyaknya warga yang terdaftar dalam daftar pemilih sementara (DPS), tetapi hilang namanya dalam DPT; serta pemilih yang terdata lebih dari satu kali. Banyak pula pemilih di daerah tertentu yang menjadi basis partai tertentu juga tak terdaftar.

Selain itu, banyak pemilih yang terdaftar dalam DPT, tetapi tidak mendapat surat pemberitahuan. Ada pula sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang sengaja tidak memasang DPT di TPS.

Kekuatan besar
”Semula, kisruh ini diduga akibat manajemen penyelenggaraan pemungutan suara KPU yang memang buruk. Namun, kalau dilihat dari masif dan meluasnya persoalan terjadi, wajar jika sejumlah pihak menduga adanya pihak dengan kekuatan besar yang bermain. Kisruh ini terlalu kasatmata,” kata Jeirry.

Hadar menambahkan, jika buruknya DPT akibat ketidakmampuan KPU sebagai penyelenggara pemilu, yang mengherankan dan kemudian menjadi pertanyaan apakah semua KPU di berbagai tingkatan tidak mampu melaksanakan tugasnya sehingga hampir semua DPT bermasalah.

Sistem pendataan pemilih dalam Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 memang jauh berbeda. Pada 2004, KPU melakukan pendataan pemilih sendiri yang dibantu oleh Badan Pusat Statistik. Selain itu, KPU juga didukung dengan perangkat lunak (software) yang lebih baik sehingga mampu meminimalkan pemilih yang tidak tercatat dalam DPT.

Pada 2009, sesuai dengan ketentuan undang-undang, KPU hanya menerima data penduduk potensial pemilih pemilu dari Departemen Dalam Negeri, yang memang bermasalah. KPU tak mampu memutakhirkan data itu karena tidak didukung sumber daya yang memadai, kecanggihan perangkat lunak untuk mengolah DPT yang lebih buruk daripada pemilu sebelumnya, serta terlambatnya pencairan dana pemutakhiran daftar pemilih dari Departemen Keuangan.

Baik Jeirry maupun Hadar sama-sama mengaku akan sulit membuktikan adanya kesengajaan dalam kisruh DPT. Semua partai diduga ingin memanfaatkan DPT untuk menunjang kemenangannya dalam pemilu, tetapi mereka tak sadar ada partai tertentu yang memiliki kemampuan lebih untuk memanfaatkan DPT itu.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, DPT sudah disusun sesuai tahapan yang ada. Bahkan KPU telah meminta peraturan pemerintah pengganti UU hanya untuk mengubah DPT demi mengakomodasi pemilih yang belum terdata. Masyarakat pun, katanya, telah diminta untuk mengecek nama mereka dalam DPS. Namun, banyak yang tidak melakukannya.

KOMPAS, 11 April 2009

No comments: