Saturday, April 18, 2009

Komnas Bentuk Tim Penyelidik. KIPP, YLBHI Gugat Proses Pemilu


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan membentuk tim penyelidik untuk menginvestigasi jumlah warga negara yang tidak terdaftar dalam Pemilu Legislatif 2009 sehingga kehilangan hak pilih. Mereka dinilai terdiskriminasi dalam pelaksanaan demokrasi.

Menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, hal itu bertentangan dengan Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Ketentuan-ketentuan itu memberi jaminan kepada setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk turut serta dalam pemilu, tetapi temuan Komnas HAM dalam pemilu lalu ternyata menunjukkan lain.

Dalam jumpa pers yang digelar, Selasa (14/4) di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Ifdhal mengatakan bahwa tim tersebut akan mencari penyebab hak politik warga negara yang tidak terakomodasi dalam pemilu lalu. Ia mengungkapkan, dalam pemantauan di berbagai wilayah, seperti Aceh, Papua, Ambon, Nunukan, Entikong, serta Nusa Tenggara Timur, Komnas HAM menemukan banyak warga yang memiliki hak pilih tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Selain itu, penghapusan TPS khusus juga menyebabkan banyak warga negara kehilangan hak pilih mereka. Tidak hanya itu, kurang optimalnya sosialisasi di lapisan bawah menyebabkan banyak suara tidak sah. Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue mencontohkan, di Konsulat Jenderal RI di Tawau, Malaysia, tercatat 8.340 warga Indonesia terdaftar sebagai pemilih, tetapi yang hadir untuk mencontreng di 18 TPS yang disediakan konsulat jenderal hanya 109 warga. ”Dari 109 suara yang masuk, hanya 99 suara yang sah,” tuturnya.

Ia menyebutkan, di Sabah, Malaysia, diperkirakan terdapat 217.000 warga Indonesia yang bekerja di berbagai sektor, terutama sektor perkebunan. Namun hanya sebagian kecil dari mereka yang terdaftar dan mengikuti pemilu.

Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengatakan, tim yang dibentuk Komnas HAM akan menyelidiki persoalan tersebut dan mengidentifikasi hal yang menjadi penyebabnya. Hal itu karena temuan Komnas HAM menunjukkan adanya pola yang sama di banyak tempat dan tersebar merata, baik di desa maupun perkotaan. Hasil dari investigasi itu nantinya akan dituangkan dalam rekomendasi, baik kepada pemerintah maupun Komisi Pemilihan Umum, dengan tujuan agar daftar pemilih diperbarui sehingga hak-hak warga dapat diakomodasi.

Digugat
Di Kantor YLBHI , Jakarta, Selasa, Direktur YLBHI Patra M Zen didampingi Mochtar Sindang (KIPP), Syamsuddin Radjab (PBHI), Abdul Hadi Lubis (PBHI Jakarta), dan Estu Fanani (LBH Apik) mengumumkan rencana gugatan warga negara (citizen lawsuit) terhadap perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun akibat kelalaian yang menyebabkan warga negara kehilangan hak pilih dalam Pemilu Legislatif 2009. Gugatan ini ditujukan kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu.

Hilangnya hak pilih warga negara yang terjadi akibat kekacauan DPT secara masif di berbagai wilayah di Indonesia merupakan pelanggaran HAM terhadap warga negara. Oleh karena itu, harus ada yang bertanggung jawab dan memulihkan hak itu.

Karena DPT berada di bawah kontrol eksklusif pemerintah dan pemerintah daerah terkait DP4, pemerintah dan pemerintah daerah adalah termasuk pihak yang harus bertanggung jawab.

”Permasalahan terkait DPT hanya terjadi akibat kesengajaan atau kelalaian pemerintah dan penyelenggara negara yang tidak profesional dan tidak akuntabel. Apalagi, sampai hari ini tidak ada penjelasan rasional kenapa masalah DPT begitu masif dan merata,” tutur Patra.

Adapun pemulihan atas pelanggaran hak pilih warga adalah pengembalian hak pilih, yaitu dengan pemilu susulan. Hal itu perlu diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

KOMPAS, 15 April 2009

No comments: