Pada Rabu, 29 Januari 2014 itu, acara ILC memang istimewa karena hanya berisi wawancara tunggal antara Karni Ilyas sebagai pemilik acara (Host) dengan hanya seorang tamu yang diwawancarai, yakni Adnan Buyung Nasution.
Bang Buyung, panggilan akrabnya Adnan Buyung Nasution, adalah pengacara kawakan, pakar hukum, dan sekaligus aktifis senior pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia yang pertama kali.
Berikut ini adalah hasil transkrip dari wawancara tersebut yang saya ambil dengan editing seperlunya dari www.erikfaqihudin.blogspot.com.
Huruf “K” adalah singkatan untuk Karni Ilyas, sedangkan huruf “B” adalah singkatan untuk Adnan Buyung Nasution.
B: Selamat sore Pak Karni.
K: Sehat?
B: Sudah lama nggak jumpa, gimana baik-baik?
K: Iya, sampai kangen, nih.
B: Persahabatan yang lama ya, puluhan tahun. Dari mulai Pak Karni ini wartawan yunior sampai menjadi seorang tokoh pers sekarang ini, ya. Yang mendapat gelar doctor honoris causa lagi. Saya ikut bahagia, saya menghadiri dan memberikan sambutan (saat pemberian gelar doctor honoris causa untuk Karni Ilyas).
K: Alhamdulillah Bang. Bang, saya melihat Abang itu dulu salah satu, katakan leader dari aktifis anti korupsi, dan mendorong terbentuknya KPK juga dan sangatlah support. Tapi belakangan Abang kayak frustrasi atau kayak marah gitu sehingga Abang kritiknya mulai keluar dan tajam. Apa yang terjadi Bang?
B: Saya kira ini suatu sikap Abang yang, orang boleh bilang kontroversial, tapi Abang selalu merasa terpanggil bahwa untuk tujuan yang luhur pun caranya harus benar. Tidak boleh terjadi, tujuan menghalalkan cara, the end justifies the means. Itu prinsip dalam hidup. Maka dalam hal misalnya itu tadi ya, seperti sebelum sekarang, korupsi, soal pelanggaran HAM. Wiranto, semua TNI dituduh ramai-ramai oleh seluruh LSM melanggar HAM. Abang bela mereka. Karena mereka juga manusia, punya hak asasi untuk dibela. Dan belum tentu tuduhan semua LSM di dalam dan diluar negeri benar. Dan itu terbukti kan? Abang keluar negeri Abang dikritik, dimusuhi oleh LSM-LSM di Jeneva, di Belanda, di Inggris tapi saya tidak mundur. Saya bilang, belum tentu salah klien saya. Nah sekarang pun begitu.
K: Apa yang salah dari tindakan KPK menurut Abang selama ini?
B: Sekarang kalau mengenai KPK, menurut saya suatu hal yang saya sayangkan ya, kita berantas secara wajar sajalah, jangan (dengan) cara-cara kekuasaan. Untuk bisa memahami kenapa Abang begitu concern untuk peduli. Abang ini hidup tiga zaman. Bagaimana zaman Soekarno memberantas korupsi, itu main tangkap saja. Lie Hok Thay, Pieter de Queljoe, Roeslan Abdul Gani, tangkap saja. Soal pembuktian nanti belakangan. Roeslan mau berangkat ke airport, tangkap di airport. Kan tidak bisa begitu. Yang bisa, ada dasar hukum kalau kita curiga sama orang. Panggil baik-baik. Dalam surat panggilan jelas untuk apa orang dipanggil. Dituduh membunuhkah, mencurikah, pasal berapa yang dituduhkan itu. Kenapa perlu? Pertama itu untuk menunjukkan bahwa negara tidak sewenang-wenang. Dia memanggil ada dasar hukumnya. Kedua, bagi si orang yang dipanggil, punya hak untuk membela diri, mempersiapkan pembelaan dirinya. Kalau misalnya diperiksa dia karena korupsi, dia kan harus cari korupsi yang gimana. Hambalang, misalnya, dia harus cari bahan-bahannya (tentang) Hambalang. Tapi kalau tuduhannya korupsi Hambalang dan lain-lain proyek, ya Allah ya Rabbi, itu sama dengan karet yang bisa diulur. Dan saya dulu jaksa, jangan lupa, itulah kelakuan para penyidik. Rusak negara ini, karena negara tidak mempunyai kepastian hukum.
B: Apalagi itu, saya tidak setuju penyadapan-penyadapan, kecuali lembaga-lembaga yang telah disetujui oleh, katakanlah dalam rangka intelijens itu memang bisa digunakan. Itu pun harus dengan ada undang-undangnya kan? Tidak bisa sembarangan orang saja bisa menyadap.
K: Lha KPK kan memang dapat dasar hukum untuk melakukan tindakan penyadapan.
B: Kalau KPK dapat dasar hukum, tentu kita harus terima, ya bahwa itu sah-sah saja. Tapi juga penggunaannya itu kan harus juga ada … ada (aturannya). Nggak semua orang-orang disadap. Musti harus ada dulu kecurigaan awal, bahwa ini akan ada transaksi, barangkali ini akan ada suatu perbuatan kejahatan. Ada aanwijzing namanya, petunjuk-petunjuk, bukti-bukti permulaan. Tidak semua orang disadap. Kalau begitu kan tidak ada kebebasan, hak kemerdekaan manusia di Indonesia ini. Negara menguasai seluruh hajat hidup kita, kemanapun kita bergerak, kita berbicara semua diawasi oleh apa, oleh sadap. Kan nggak betul juga.
K: Lha Abang baru kelihatan meledak itu dalam kasus Anas. Dalam kasus Anas ini apa yang salah?
B: Sebenarnya sudah lama ya, Abang mendapat laporan dari masyarakat tentang sikap dan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan KPK yang berlebih-lebihan. Ya dari banyak orang, bukan dari pihak biasa. Ada mantan Mahkamah Agung, Hakim-hakim Agung, ya kan, orang-orang tua kita juga yang kita hormati, ndak usahlah saya sebut namanya. Bang kamu mesti bicara ini, nggak bisa ini KPK caranya begini. Ya, sewenang-wenang mau menunjukkan kekuasaan, arrogance of power namanya. Ya, timpa saja, urusan belakangan. Apa itu kesombongan yang saya baca itu. KPK itu tidak pernah merusak alasan-alasan …. Sejak kapan, selalu benar? Kalau menangkap orang, semuanya harus salah, pasti salah. Bagaimana memastikan salah orang, nanti pengadilan yang memastikan. Keangkuhan, kesombongan, kekuasaan ini Abang lawan. Itu sikap Abang dari muda.
K: Dari lembaga manapun ….
B: Melawan zaman Soeharto sampai sekarang pun Abang lawan kalau begitu caranya. Buat siapa, bukan buat diri Abang. Abang merasa dipanggil nurani buat rakyat. Tidak boleh sembarangan.
K: Apa dalam kasus Anas hanya surat panggilan itu menurut Abang?
B: Itu dulu permulaannya, surat panggilan. Orang dipanggil musti jelas untuk apa. Dan itu Abang ajarkan, menjadi tekad Abang sejak tahun 70 berdirinya LBH. Berapa banyak panggilan-panggilan Abang, jangan datang. Tanya Pak Abdurrahman Saleh, (saat) dipanggil Kopkamtib. Jangan datang Man (panggilan untuk Abdurrahman Saleh), kita lawan Kopkamtib. Enak aja memanggil orang, nah sekarang kembali lagi ke zaman itu. Memanggil orang tanpa jelas apa tuduhannya atau tergantung keperluannya. Ya, zaman dulu begitu, dipanggil untuk didengar keterangannya titik. Bagaimana rakyat dipanggil untuk didengar keterangannya atau apa. Ini membuka peluang kesewenang-wenangan negara. Kesewenang-wenangan orang-orang yang memang berambisi untuk menunjukkan show of power-nya. Dan inilah permulaan dari pada nanti, ya penindasan negara lagi. Tirani kekuasaan dan itu harus ditinggalkan. Kita sudah menjatuhkan tirani orde lama, orde baru, sekarang reformasi. Jangan diulang lagilah, ya enggak?!
Adnan Buyung Nasution sedang memeriksa gigi Anas Urbaningrum yang sakit.
K: Lha kalau kasus Wawan (klien Buyung dalam kasus lain yang menjerat Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan), Abang keberatan apa?
B: Wawan yang Abang paling keberatan adalah, –bahwa dia jadi tersangka dan juga dia ditahan bagi Abang tidak jadi masalah. Tapi bahwa dia begitu digeledah, dipinjam dari tahanan, mereka tahu ada pembelanya, kantor Abang. Dan ada pembela Abang dua di kantor KPK, tidak diajak, diam-diam dibawa muter ke rumahnya, digeledah semua barang-barangnya. Semua dokumen diambil. Kenapa tidak bawa penasehat hukumnya. Gayus saja, ini buat contoh, polisi, Mabes Polri atau Polda Metro Jaya, Mabes Polri, masih menghormati hukum, masih menghormati pembela. Waktu dia digeledah, pembela kantor saya diajak, Itu Via (staf Buyung) masih ada di sini, siapa lagi waktu itu, Indra (staf Buyung) diajak sama-sama geledah. Ketemu uang bermilyar, dihitung bersama. Bahkan Via saya minta uang itu jangan diambil begitu saja, hitung nomor serinya. Berapa nomor seri ini semua, supaya tidak bisa ditukar-tukar. Kan begitu kalau mau bekerja netjes. Netjes secara hukum itu memang betul fair dan adil. Nah ini Wawan tidak begitu, angkut saja semua dokumen, ya kan tanpa ada pembelanya dan, nah ini perlu dikasih tahu. Dari dokumen-dokumen itulah dicari kesalahan lain. Bukan soal suap di Akil lagi (Akil Mochtar, saat sebagai Ketua MK). Ditemukanlah katanya, ditemukan tanda kutip. Ya, menurut Abang itu mencari-cari kesalahan yaitu alat kesehatan. Apa begini cara kita menegakkan negara hukum. Coba Karni pikirlah apa begini caranya?
K: Jadi kasarnya lebih ke hukum acara pidana yang ditabrak, kira-kira nggak begitu?
B: Betul intinya, itu utama. Ya kalau soal materi pokok, bersalah (atau) tidak kan nanti kita harus tunggu di pengadilan. Tapi lagi-lagi Abang mengatakan tujuan untuk menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu atau menyatakan bersalahnya seseorang di pengadilan nanti, caranya juga harus benar. Jangan tujuan menghalalkan cara. Segala cara dipakai, pokoknya buat tujuan yang benar, yang luhur. Ini kesalahan manusia yang berbahaya. Asal tujuan benar, cara apa pun boleh. The end justifies the means, menurut orang Inggris dan ini suatu sifat yang Abang selalu anggap tidak boleh kita tolerir.
K: Lha, saya dengar Abang juga keberatan kasus Sutan Bhatoegana, yang rumahnya digeledah.
B: Ya Abang belum bisa banyak bicara. Abang dapat informasi dari dia, bagaimana dia digeledah rumahnya. Dia minta supaya tunggulah dia datang dulu, dia sedang di jalan. Mereka tidak mau menunggu, mereka langsung menggeledah semua. Lalu mengambil dokumen-dokumen tanpa dirinci lagi. Dia bilang ini dokumen ini sama dengan dokumen yang di DPR, diangkat juga semua dokumen. Coba, anggota DPR pun diperlakukan begitu, bagaimana? Ya Abang pikir ini cara-cara kekuasaan, show of power. Ya, untuk tidak mengatakan kembali kita ke zaman Kenpeitai (Kempetai), tentara rahasia Jepang dulu. Dan Abang menderita, (karena) ayah Abang ditangkap dengan cara begitu. Tengah malam. Jangankan pakai baju, hanya pakai celana pendek. Mau pakai baju pun nggak boleh. Diangkut langsung. Itu tentara Jepang dulu, waktu kita dijajah Jepang. Janganlah lagi berulang semua kekuasaan-kekuasaan yang berlebih-lebihan yang pada akhirnya akan menginjak-injak harkat martabat kemanusiaan bangsa kita oleh bangsa kita. Nah ini, kita sekarang akan diinjak-injak, dihina kemanusiaannya oleh bangsa Indonesia sendiri. Saya akan lawan! Siapa pun itu di KPK, nggak masalah.
Anas Urbaningrum dan Gayus Tambunan, 2 orang klien Adnan Buyung Nasution.
K: Ya, tapi kan publik, rakyat selama ini merasa menderita itu gara-gara korupsi, maka ini dianggap extra ordinary crime. Lha, untuk yang begini apakah semua prosedur harus setertib yang Abang bilang?
B: Tetap saja harus, ya sekarang kalau dianggap extra ordinary crime, ya andai kata itu benar saya masih berpendapat berbeda, tidak extra ordinary crime, sama seperti misalnya pelanggaran hak asasi manusia. Ya, genocide itu memang extra ordinary crime, kalau korupsi bukan. Tapi taruhlah sekarang dianggap begitu, Abang taken for granted. Tetap caranya itu harus dia menurut aturan hukum. Kalau tidak mau cara aturan hukum, marilah kita kembali saja ke zaman yang misalnya tahun 50-an. Abang sudah besar waktu itu, jaksa. Bagaimana zamannya Kolonel Zoelkifli Loebis main culik aja orang. Lie Hok Thay, Pieter de Queljoe, diculik. Diculik dibawa ke Bandung, diperiksa di Kodam Siliwangi di Bandung. Kenapa ndak cara begitu? Nah kan kita ingin cara yang lebih sopanlah. Dulu ada berbagai macam cara, Gerakan Anti Korupsi, TPK, zaman Ali Said segala macam. Abang kan termasuk orang yang menganggap itu semua kurang tepat caranya. Kita buatlah yang bagus. Abang termasuk konseptor yang mendirikan KPK ini. Membuat Undang-undangnya, memilih orangnya pun di angkatan pertama, saya bisa bandingkan. Angkatan pertama kok bagus-bagus. Yang namanya Ruki, Tumpak Hatorangan Panggabean, nggak ada cara-cara seperti ini. Lembaganya sama. Jadi lembaga yang sama pun, aturannya sama pun, manusianya itu menentukan juga, bisa berbeda. Ya percuma ada pepatah the man behind the gun.
K: Tapi Abang sadar nggak, kritik Abang atau reaksi Abang di KPK ketika mendampingi Anas sampai Anas nggak boleh tandatangan, ini artinya tidak populer di mata masyarakat. Abang akan dapat kritik banyak daripada itu.
B: Itu satu sikap Abang yang Abang tidak pernah mundur ataupun takut. Kalau sudah panggilan nurani, Abang menghadapi publik pun, menghadapi arus pun Abang lakukan. Karena ada prinsip yang lebih tinggi yang Abang perjuangkan, keadilan! Orang sesalah apa pun berhak dihukum sesuai kesalahan-kesalahannya. Tidak orang karena dianggap bersalah korupsi lalu dihina, diperlakukan sewenang-wenang. Dia tetap harus diproses secara hukum dan dihukum setimpal kesalahannya. Ini ada pikiran di KPK, sudah gila itu pikiran saya bilang, mau memiskinkan orang. Coba debat ke saya, di mana ada hukum di dunia, memiskinkan orang? Dan itu terjadi sekarang. Saya tidak tahu siapa-siapa, beberapa orang yang dihabisi hartanya semua, termasuk Djoko Susilo kemarin. Kan nggak benar negara kita ini, coba saya tanya Pak Karni. Pak Karni juga sarjana hukum, wartawan ulung. Ada nggak negara di dunia ini yang hukumannya mencantumkan memiskinkan orang? Ndak ada! Negara saja harus menjamin orang miskin kok, masak sekarang ada negara yang kekuasaannya memiskinkan orang. Logikanya dimana? Kan bertolak belakang itu.
Adnan Buyung Nasution bersama Tim Pengacara di kantornya.
K: Jadi menurut Abang, apa yang dilakukan KPK sekarang sudah tidak lagi bertujuan menegakkan keadilan?
B: Abang khawatir, walaupun baru sekarang, kalau terus begini Abang akan katakan bubarkan KPK. Atau tetap KPK dengan orang-orang baru. Kita kocok lagi dan diadakan Badan Pengawas. Tidak hanya penasehat. Badan Pengawas. Setiap memanggil orang, dilihat panggilannya sah atau tidak. Ada Dewan Penasehat dong, senior. Abang saja di LBH pakai orang senior. Pak Darsono, Profesor Subekti. Penasehat-penasehat kita dan cara itu jangan sembrono. Di Kejaksaan juga begitu, ada senior. Zamannya Pak Prapto, tidak sembarangan Jaksa bisa berbuat. Dan jangan lupa, satu yang Abang ingin KPK mengerti, hukum itu tidak boleh mencari-cari kesalahan orang. Hukum itu menemukan kesalahan orang. Itu Jaksa Agung Soeprapto kasih nasehat sama Abang waktu Abang masih muda, menggebu-gebu memeriksa orang, panggilin semua orang. Abang dipanggil ke Kejaksaan Agung. (Kata Jaksa Agung): “Buyung, kamu tidak boleh cari-cari kesalahan orang, kalau kamu cari kesalahan orang, siapa pun ada salahnya, coba katanya, tuh orang jalan tuh, Lapangan Banteng, ambil 10 orang secara acak. Periksa, interogasi di kamar sana, pasti tiap orang ada salahnya. Yang baru bertengkar sama bininya, dia tabok bininya tadi itu kali, nggak bawa SIM, ada saja kesalahan orang.” Dan ini gejala di KPK juga, cari-cari kesalahan orang. Saya tidak setuju itu.
K: Jadi apa solusinya menurut Abang?
B: Solusinya yang terbaik menurut saya sekarang, KPK ini ya, didirikan Badan Pengawas paling baik. Badan Pengawas dia mengontrol, check and balances, sebab dalam Hukum Tata Negara power must be team. Tidak boleh ada power uncheck, power yang tidak bisa dikontrol. Sekarang siapa control KPK? Coba tanya?
K: Harusnya DPR.
B: Nah, atau sehari-hari kerja mereka panggil orang, meriksa orang, ada tuduhan. Ada nggak penasehat yang ditanya dulu pendapatnya, pendapat badan pengontrol, yang memanggil orang sembarangan? Nggak ada!
K: Yah KPK suruh, ya ajukan ke pra peradilan.
B: Pra peradilan sekarang hakim-hakim banyak yang takut! Karena dikondisikan sekarang oleh masyarakat, termasuk media ikut mengkondisikan. Siapa hakim yang membebaskan koruptor dia pro koruptor. Jadi tidak ada hakim yang berani urusan perkara menghadapi KPK. Orang disangka koruptor, walaupun tidak terbukti, tidak akan berani membebaskannya. Kan begitu. Jadi ini negara ini negara otoriter akhirnya. KPK berwenang dengan penuh kekuasannya mencatat siapa hakim yang pernah membebaskan orang atau hukumannya ringan nanti habis kariernya. Ini para hakim yang mengadu sama Abang. Gimana mau berdiri kita?
B: Ya, tidak bisa mengelak, takut mereka.
K: Nggak perlu pengadilan lagi dong harusnya.
B: Kalau begini kan dia penuduh, dia penuntut, dia yang menghukum, ini kita harus cegahlah ya. Ini gejala-gejala menuju pada negara kekuasaan.
K: Abang nggak mencoba memberikan –apalah– mendekati secara senior gitu lho.
B: Sudah, waktu mendapat panggilan Anas, Abang sudah kirimin surat mau bertemu tukar pikiran dulu. Ini bukan begini caranya, nggak bergeming mereka. Abang datang, nggak membuka pintu untuk bertemu. Padahal sebelum berbuat begini dulu, bergantian itu. Busyro datang ke rumah Abang, kan murid Abang juga Busyro itu. Bambang pun dulu sebelum anggota KPK datangi Abang juga, minta support moril.
K: Ya Bambang juga yunior Abang.
B: Sekarang sudah berkuasa, mereka sudah lupa. Lupa daratan, itu suatu bahaya. The cronical problem of power dalam ilmu pengetahuan. Masalah kronis dalam kekuasaan. Kekuasaan itu ibarat orang naik kuda. Kalau sudah naik kuda itu enak sekali, nggak akan mau berhenti. Makin lama makin kencang, makin syur orang Medan bilang. Makin enak itu ya, makin bahagia, nah ini mesti kita waspadai. Ini pelajaran dalam ilmu Tata Negara dan ilmu Politik. Ya, the man on horseback, ada bukunya itu. The man on horseback, orang diatas pelana. Ini yang orang KPK harus diteriakkan, janganlah jadi begitu ya. Nanti suatu masa mereka dilaknat orang kalau terlalu kejam. Abang nggak main-main ngomong itu, dilaknat orang. Abang lihat 80 tahun nih, tahun ini. Abang pernah Jaksa, pernah penyidik ya, pernah apa ini, di Wantimpres, pernah memeriksa Tim 8, Tim 11, segala macam Abang periksa. Tapi kalau kita berjalan baik, insya Allah kita mendapat perlindungan. Tapi kalau begini caranya, Abang khawatir bukan saja lembaga KPK itu rusak, turun martabatnya. Akhirnya cita-cita kita memberantas korupsi pun gagal. Abang tidak mau gagal. Ini tekad kita bersama, hanya caranya yang Abang ingin perbaikilah. Kita sudah gagal dengan gerakan anti korupsi Zoelkifli Loebis dulu, gagal dengan TPK-TPK-nya Ali Said. Karni tahulah. Gagal dengan cara anti selundupan, orang ditangkap tanpa diperiksa, dibuang ke Nusakambangan, Karni tahulah itu semua. Itulah soknya kekuasaan itu. Ini kita sama-sama ngalami, he… he... he…. Jangan diulangi lagi sekarang ini, itu saja. Jangan diulangi lagilah.
K: Baik Bang, mudah-mudahan apa yang Abang katakan sore ini menjadi pendidikan bagi kita dalam menegakkan hukum dan keadilan yang tidak bisa kita pisahkan antara dua itu. Hukum saja tidak bisa tegak, keadilan tidak bisa. Dan tidak hanya untuk KPK, menurut saya, tapi pelajaran untuk generasi selanjutnya. Terima kasih Bang Buyung.
B: Terima kasih kembali. Mudah-mudahan bermanfaat buat kita semua. Terima kasih semua para pendengar, khususnya TV One.
Sumber:
Audio Visual dari: www.youtube.com
Transkrip dari: www.erikfahrudin.blogspot.com
No comments:
Post a Comment