Monday, May 12, 2014

Opera Sabung: Sabung Capres, Karapan Capres


Cak Nun membuka diskusi sesi kedua dengan meminta beberapa jama’ah untuk naik keatas panggung, serta melemparkan beberapa pertanyaan terkait tentang siapa calon presiden yang sudah muncul di masyarakat saat ini, meskipun belum secara resmi dideklarasikan dan didaftarkan di KPU. Beberapa nama yang muncul adalah Jokowi, Akbar Tanjung, Abu Rizal Bakrie, Surya Paloh, Prabowo, Anies Baswedan dan lain-lain.

Cak Nun kemudian bertanya lagi “Dari semua Capres yang ada, ada berapa fakta yang anda ketahui? Misalnya Jokowi, nama aslinya siapa, nama orang tuanya siapa, keturunan siapa, prestasinya apa, botoh (bandar)-nya siapa saja, sponsornya siapa saja, duit sponsornya berapa. Dari sekian fakta ini ada berapa yang anda ketahui?” Cak Nun melanjutkan, “Kalau anda tahu bahwa ini bukan kacang, apakah anda akan memakan kacang ini?”

Dari sekian fakta yang anda ketahui tentang salah seorang capres, dari mana anda dapatkan sumber informasinya. Misalkan anda mendapatkan informasi tersebut berasal dari media, anda pribadi kepada media tingkat kepercayaannya itu berapa persen?

Misalnya ada rumor, si A siap 5 triliun asalkan wakilnya Jokowi adalah Jusuf Kalla. Kemudian Si B siap juga 5 triliun asalkan wakilnya Jokowi adalah Akbar Tanjung. Kemudian si C siap 5 triliun juga dengan syarat wakil Jokowi adalah Gita Wirjawan atau Pramono Edhie Wibowo. Ini hanya rumor. Tetapi mungkin si Ibu kemudian mempersyaratkan yang jadi wakil Jokowi adalah Puan Maharani atau Prananda Prabowo. Kemudian si Ibu berfikir  bahwa Jokowi masih harus di-back-up oleh Militer, kemudian muncul opsi Luhut Panjaitan, Hendro Priyono atau Ryamizad Ryacudu. Ini hanya rumor. Sayangnya masyarakat kita sekarang menelan rumor tersebut. Padahal orang yang menelan rumor adalah orang yang akan celaka. Karena ini rumor, maka bagi kita kabar ini tidak legitimated, sehingga kita singkirkan rumor ini.

Ada 4 idiom dalam Islam ketika mengambil keputusan; Ilmul Yaqin, Haqqul Yaqin, Ainul Yaqin dan Udzunul Yaqin. Ilmul Yaqin itu adalah metode yang digunakan dalam mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang kita miliki. Haqqul Yaqin adalah metode yang diambil setelah melakukan pertimbangan yang masak, entah berasal dari intuisi, firasat dan sebagainya. Ainul Yaqin adalah metode yang digunakan dalam mengambil keputusan berdasarkan apa yang dilihat dengan mata. Dan Udzunul Yaqin adalah metode pengambilan keputusan yang diambil hanya dengan pertimbangan apa yang didengar. Dan metode keempat inilah yang sedang kita lakukan sekarang dimana metode ini merupakan metode terlemah dari keempat metode yang ada.

Jika diibaratkan sebuah rel, maka Pemilu di Indonesia ini sudah berjalan diatas rel yang sudah dibangun, karena secara konstitusi, undang-undang dan aturannya sudah berlaku sesuai dengan yang diputuskan. Namun, tidak ada yang mempertanyakan akhir tujuan dari rel tersebut. Yang kita lakukan sekarang hanya berjalan diatas rel yang tidak kita ketahui dimanakah stasiun pemberhentian akhir rel tersebut.

Ical, Jokowi, Prabowo, Cak Nun, dan Anies Baswedan.

Dari 4 metode pengambilan keputusan tadi, kita saat ini sedang berada didalam tahun dimana kita akan mengambil keputusan dengan metode “Udzunul Yaqin”, berdasarkan apa yang kita dengar.

Wahyu pertama diawali dengan kata Iqra’. Kata Iqra’ ini merupakan sebuah kata yang paling keramat dari Allah untuk supaya manusia itu belajar. Untuk memahami ayat ini kita harus meneruskan sampai selesai, tidak hanya berhenti di Iqra’ saja. Iqra’ bismirabbika-l-ladzi khalaq. Kata Iqra’ di ayat ini tidak dapat berdiri sendiri karena harus dengan didampingi dengan “bismirabbika”, dan “bismirabbika” ini ada argumentasinya yaitu “alladzi khalaq”. Dan “alaldzi khalaq” ini ada uraian dan penjelasannya pada ayat selanjutnya yaitu “khalaqa-l-insaana min ‘alaq”, dan seterusnya sampai ayat terakhir dari surat Al-Alaq ini karena ada konstelasinya sampai ayat terakhir.

Cak Nun meminta jama’ah agar mempelajari kembali surat Al-Alaq ini untuk bekal menghadapi Pemilu yang akan berlangsung kurang dari sebulan lagi. Pemilihan Legislatif masih mungkin terjadi, namun pemilihan presiden belum tentu terjadi. Karena mungkin terjadi sesuatu yang tidak kita sangka-sangka, bukan hanya deadlock tapi juga tetesan darah. Dan belum tentu kita akan menemui bulan Juni yang kita idam-idamkan sebelumnya. Jadi Iqra’ ini cakupannya sangat luas. Karena begitu banyak orang yang dicelakakan oleh apa yang didengar, apa yang dilihat dan apa yang dibaca.

“Kira-kira poin apa yang membedakan antara membaca tanpa berlandaskan Allah dengan membaca yang menggunakan landasan Allah?” Cak Nun kembali melempar pertanyaan kepada jama’ah. Ada kemungkinan lain bahwa manusia saat ini membaca berdasarkan selain Allah, bisa saja berdasarkan kepentingan atau nafsu.

Allah ketika berbicara kuantitatif menggunakan kalimat “yaa ayyuha-n-naas”, sedangkan jika Allah ingin berbicara secara kualitatif maka Allah menggunakan kalimat “yaa ayyuha-l-ladziina aamanuu”. Nah kata Iqra’ di dalam wahyu pertama tadi dapat kita simpulkan bahwa kalimat itu ditujukan kepada seluruh manusia meskipun Allah tidak menyebutkan kalimat “yaa ayyuha-n-naas”. Di Kenduri Cinta ini sudah lama kita tidak mengenal terminologi laki-laki dan perempuan, karena kita di sini semua manusia. Laki-laki dan perempuan itu ketika anda berada di kamar bersama suami atau istri anda.

Alasan Allah supaya engkau mempelajari sesuatu dengan Nama Allah karena Allah merupakan pencipta alam semesta. Kemudian pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa Allah menghadirkan dirinya tidak berada pada posisi baik-Nya, benar-Nya, dahsyat-Nya, hebat-Nya melainkan mulia-Nya. “Iqra’ warabbukal-akram”. Jadi ternyata Allah memiliki anjuran permanen, yaitu anda mau kaya, mau jadi petani, mau jadi apa saja itu silahkan. Hal ini tidak menjadi ukuran bahwa seseorang menjadi tinggi derajatnya atau tidak, melainkan output kehidupanmu itu kemuliaan atau bukan, itu yang menjadi ukuran permanen yang sudah disampaikan oleh Allah. Dalam ayat lain disebutkan “Inna akramakum ‘indallahi atqaakum”, jadi perlombaannya manusia bukan urusan kaya, terkenal, hebat melainkan perlombaan kemuliaan. Kebaikan itu satu sisi, tetapi ia harus bekerja sama dengan kebenaran dan keindahan agar menjadi kemuliaan.

Iqra' !!! Baca, baca dan baca !!!

Ada orang kuat, orang pintar, orang berkuasa, orang kaya dan orang baik atau mulia. Kita harus bisa menentukan urutan-urutan strata ini sesuai dengan derajat yang tertinggi. Apabila kita berhasil mengurutkannya maka kita akan sangat jelas melihat apa yang terjadi di Indonesia saat ini. Di Indonesia saat ini orang kaya adalah posisi yang paling atas dan yang paling diidam-idamkan oleh banyak orang. Orang pintar menggunakan kepintarannya agar dia menjadi kaya. Orang kuasa menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya dirinya. Orang kuat menggunakan kekuatannya untuk memperkaya diri. Bahkan orang baik (mulia) pun menggunakan apa yang dimilikiknya untuk menjadi orang kaya. Maka kita melihat fenomena ustadz-ustadz yang muncul di televisi saat ini adalah produk dari kegagalan manusia Indonesia dalam menempatkan dirinya.

Dalam sejarah berkembangnya Islam di Indonesia. Pada abad ke 7 Islam sudah masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang, namun tidak dipercaya oleh masyarakat di Nusantara karena mereka tidak percaya kepada orang kaya. Namun ketika Walisongo memperkenalkan Islam kepada masyarakat Nusantara, Islam dapat diterima dan menyebar luas karena masyarakat sangat percaya kepada orang mulia. Namun yang terjadi sekarang justru terbalik, kita lebih menginginkan menjadi orang kaya, bukan menjadi orang baik. Karena orang kaya menjadi tujuan utama, maka yang terjadi adalah orang kuat, orang pinter, orang kuasa semua berlomba-lomba menjadi orang kaya.

Bahkan orang-orang baik: kyai, nyai, aktivis organisasi keagamaan yang seharusnya berada di posisi tertinggi pun ingin menjadi orang kaya. Maka kita dapat melihat sekarang para calon bupati, calon legislatif mendekati kyai-kyai agar mendapat tambahan suara agar ia dapat terpilih dalam pemilihan umum.

Cak Nun bercerita tentang Kyai Muzzammil yang ingin mengajak Cak Nun untuk bertemu Gus Mus untuk memberi masukan kepada kyai-kyai NU karena di Jogja baru saja ada tema diskusi berjudul “Kyai-kyai dan Ulama mengawal Demokrasi”. Kesimpulan Kyai Muzzammil adalah tidak mungkin seorang kyai mengawal demokrasi karena mayoritas dari para kyai saat ini justru menjadi pemain di dalam demokrasi. Mereka memproposalkan pondok pesantrennya kepada pemerintahan yang berkuasa untuk dijadikan kekuatan agar kyai-nya tersebut menjadi kaya.

Media massa yang saat ini berhasil memposisikan dirinya berada di luar politik praktis demokrasi pun tidak melakukan pengawalan, melainkan justru mengambil keuntungan dari apa yang terjadi dalam karut-marut dunia politik di Indonesia. Dan apabila mereka melakukan kesalahan, mereka tidak ditangkap Polisi karena mereka memiliki Dewan Pers.

Kalau anda hanya Iqra’ tapi tidak menggunakan “bismirabbika-l-ladzi khalaq”, maka anda akan tertipu, terjebak, dan terperosok terus ke dalam lubang yang sama. Jadi akan lebih baik anda mendapat pertanyaan-pertanyaan daripada jawaban-jawaban, karena dengan pertanyaan-pertanyaan anda dapat mencari lebih banyak dan dapat melatih diri anda sehingga mencerdaskan fikiran anda.

General Daendels tua (kiri) dan Daendels muda (kanan).

Cak Nun melemparkan pertanyaan-pertanyaan yang sedianya akan disampaikan oleh Mas Agung. “Bagaimana proses terjadinya hujan?” Secara ilmu fisika air yang dimasak akan menguap pada suhu 100 derajat celcius, sekarang air laut itu suhu panasnya apakah cukup untuk menguapkan air untuk menjadi awan kemudian turunlah air hujan?

Pertanyaan selanjutnya adalah tentang jalan yang dibangun oleh Daendels. Jalan sepanjang 1000 km hanya dibangun oleh Daendels dalam jangka waktu 3 tahun. Apakah hal ini logis? Salah seorang jama’ah yang kebetulan merupakan sarjana teknik sipil mengatakan bahwa hal tersebut sangat mustahil dilakukan dalam jangka waktu 3 tahun berdasarkan keadaan geografis yang ada saat itu. Karena dibutuhkan alat berat yang lebih moderen dan sumber daya manusia yang sangat banyak untuk menyelesaikan pembangunan jalan tersebut. Maka pertanyaannya, apakah Daendels benar-benar telah membangun jalan tersebut?

“Kalau kepada Allah, anda harus laa raiba fiihi, tetapi kepada selain Allah anda harus raiba fiihi”, Cak Nun mengingatkan jama’ah agar selalu mempertanyakan apa saja di dunia ini, salah satunya tentang fakta sejarah yang ada di Indonesia karena sejarah yang ada di Indonesia ini merupakan buatan Belanda.

“Anda tidak usah meyakini sesuatu yang tidak benar-benar anda tahu. Itulah gunanya kita ngomong tentang Opera Sabung, supaya anda tidak mengunyah sesuatu yang benar-benar anda tidak tahu”, lanjut Cak Nun. Anda pernah ke pabrik gula? Di pabrik gula di Jawa Timur itu ada satu alat besar berupa gilingan besar yang beratnya mencapai 200 ton. Barang itu tiba-tiba ada di sebuah pabrik gula di Jember dan beberapa pabrik gula di Jawa Timur. Pertanyaannya adalah itu bikinnya gilingan sebesar 200 ton itu bagaimana? Kalau dibikin di tempat itu, kenapa setelahnya di tempat itu tidak dibikin lagi oleh orang-orang disana? Atau dibikin di tempat lain, misalnya di Jakarta (Sunda Kelapa), bagaimana ngangkut alat tersebut, yang beratnya 200 ton? Padahal jembatan yang ada sekarang saja maksimal 50 Ton. Dan kita tidak pernah mencari tahu tentang hal ini? Apakah ketika Belanda datang kesini kita itu hanya petani yang punya cangkul saja?

Kembali ke pabrik gula, Belanda itu kan datang kesini untuk mengangkut hasil-hasil bumi, salah satunya gula, tetapi kenapa Belanda membikin pabrik gula justru jauh dari pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan pelabuhan utama saat itu? Nah ternyata konsumen utama dari gula itu sendiri adalah penduduk Jawa Tengah dan Jawa Timur yang suka meminum teh manis, sedangkan Jawa Barat penduduknya lebih menyukai teh pahit yang tidak menggunakan gula sebagai pemanis. Maka dapat disimpulkan bahwa pabrik gula itu konsumen utamanya adalah penduduk Jawa sendiri. Jadi apakah pabrik gula itu benar-benar buatan Belanda?

Cak Nun memancing jama’ah dengan mempertanyakan terkait dengan kereta api. “Itu rel kereta api yang katanya dibangun oleh Belanda itu jika dikumpulkan di Negeri Belanda apakah mampu menampung?” Siapakah yang membikin rel tersebut? Dimana dibuatnya? Apabila dibikin di Belanda berarti harus ada sekian ribu ton besi yang harus diangkut kesana, kemudian diangkut kesini lagi? Bukankah itu sama saja pedagang gila? Dimana sekarang pabrik gerbong lokomotif yang skalanya lebih bagus dari bikinan Jepang? Yaitu di Madiun, INKA yang dulu disebut Balai Yasa. Cuma kok kenapa bikinnya di Madiun? Kalau memang Belanda yang inisiatif membikin Kereta Api di Indonesia, sangat tidak logis untuk membangun pabrik kereta api di Madiun.

Rel kereta api, siapa yang bikin dan siapa yang punya?

“Saya cuma ingin mengatakan kepada anda, anda itu ndak goblok, anda itu tidak rendah, anda itu tidak tertinggal. Cuma anda itu diapusi (ditipu) oleh sejarah yang dibikin oleh Belanda”. Lanjut Cak Nun. “Mas, anda punya handphone Samsung? Itu made in mana? Korea? Dikamplengi kon karo arek-arek TKI ndik Korea. Anda punya mobil Hyundai dan sebagainya, kamu pikir siapa yang mbikin barang-barang itu. Kalau memang ndak mau diakui bahwa itu buatan Indonesia, maka made in wong Indonesia. Mas, kalau pengusaha-pengusaha kita percaya kepada rakyatnya, sebenarnya kita mau bikin apa saja anak-anak kita bisa”.

Cak Nun melanjutkan tentang banyaknya jumlah kios servis handphone di Indonesia. “Adakah diantara mereka yang sekolah handphone?” Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja ditujukan kepada jama’ah oleh Cak Nun untuk membangkitkan kepercayaan diri, sehingga untuk mencari pemimpin salah satu syaratnya adalah dia yang percaya kepada rakyatnya sendiri. Cak Nun kemudian bercerita tentang banyaknya TKI-TKI ilegal di Korea yang dilindungi oleh perusahaan-perusahaan dan pemerintah di sana, karena Korea membutuhkan mereka. Di Korea, TKI asal Indonesia lulusan Tsanawiyah bisa menjadi mandor di sebuah pabrik. Mereka cukup belajar sebulan dua bulan, kemudian mereka expert.

“Saya ingin pemimpin-pemimpin itu percaya kepada rakyatnya? Emang ada rakyat Indonesia yang hidup makmur karena pemerintahnya? Yang ada adalah kemakmuran rakyat diganggu oleh pemerintahnya”, lanjut Cak Nun.

“Kopassus itu nomor 3 terhebat di dunia dengan fasilitas yang seadanya, hanya kalah sama Mossad dan SAS, tapi kalau dengan Green Barret mereka menang”. Cak Nun melanjutkan tentang kurangnya tingkat kepercayaan perusahaan-perusahaan di Indonesia kepada sekolah-sekolah Islam. Yang terjadi kemudian adalah lulusan sekolah-sekolah Islam tadi menjadikan ceramah sebagai salah satu pekerjaan yang bisa digunakan untuk mencari uang. Kemudian mereka dipekerjakan oleh para biro travel umrah untuk menjadi pemandu ibadah umrah dan haji dengan menyusun doa-doa yang sangat panjang yang kemudian dihafalkan oleh para jama’ah umrah dan haji.

“Secara sosiologis, seandainya ada 1000 Amrozi, 1000 Imam Samudera muncul itu tidak membuat saya heran”, lanjut Cak Nun. Karena mereka yang lulusan sekolah Islam (pesantren) tidak mendapatkan tempat untuk bekerja. Maka kita tidak heran kalau kemudian muncul teroris dari kalangan santri. Alhamdulillah yang muncul sebagai teroris hanya sekian persen, yang lainnya menjadi ustadz yang ceramah di beberapa tempat. Ini akibat kurangnya kepercayaan Indonesia sendiri kepada kalangan santri.

“Jangan meremehkan apapun, kalau ada orang yang bilang akan ada banjir darah di Jawa Timur, jangan bilang ya jangan bilang tidak. Tanya kepada Allah. Kalau ada orang bilang hati-hati setelah bulan April, jangan bilang ya jangan bilang tidak. Lihat gunung mana yang paling lemah lempengan batu-batunya untuk menahan Mandoro Geni dan lava dari Gunung Merapi yang meyebar dari Aceh sampai ke Flores. Jangan terkecoh dengan gunung-gunung yang berstatus waspada karena nanti tiba-tiba akan meletus gunung-gunung yang tidak waspada, karena vulkanologi sudah tidak mampu membaca perilaku dan karakter gunung-gunung. Anda sekarang perlu belajar lebih tinggi lagi untuk mengetahui tentang itu”, lanjut Cak Nun.

Negeri yang dikelilingi Mandoro Geni alias Ring of Fire.

“Carilah pemimpin satu diantara tiga, pemimpin yang bener-bener dicintai oleh rakyat, pemimpin yang ditakuti oleh rakyat atau pemimpin yang dicintai dan ditakuti oleh rakyat”.

“Aku tidak tega kepada Jokowi, hatiku tidak tega, aku kasihan kepada dia, aku tidak melanjutkan kalimatku karena engkau akan sangat terkejut. Tapi ingatlah bahwa aku sangat cinta kepada semuanya dan aku tidak tega kepada dia. Tapi saya tidak akan kemukakan fakta apapun karena anda belum iqra’ bismirabbika-l-ladzi khalaq”.

“’allama-l- insaana ma lam ya’lam, pada ayat ini Allah memposisikan diri-Nya sebagai Sang Maha Guru yang mengajarkan kepada manusia tentang apa-apa yang tidak diketahui. Pernahkah anda bertanya kepada Allah?”, lanjut Cak Nun. Selama ini manusia kebanyakan menghadap Allah hanya ketika meminta rizqi, tapi sangat jarang yang bertanya dan berguru kepada Allah.

Secara spontan, Mbak Inna Kamarie bersama Mas Beben Jazz and friends membawakan lagu “Kompor Mleduk” dan “Hujan Gerimis” karya Benyamin Suaeb yang dibawakan dengan aransemen Jazz. Dan juga Cak Nun meminta mas Beben memainkan beberapa nada untuk dikolaborasi dengan Qira’ah.

Setelah itu ceramah kembali dilanjutkan, “Gubernur Majapahit yang terakhir setelah Demak berdiri itu namanya Nyulaewa, seorang China. Ia dituntut oleh masyarakat Majapahit asli agar membangun kembali kebesaran Majapahit di tengah kerajaan Demak. Tapi karena gagal kemudian ia dihancurkan oleh rakyatnya sendiri. Jadi kalau kamu punya kemauan apa-apa, hati-hati, tolong dihitung bener-bener. Kamu kawin di Solo belum selesai, terus kamu kawin di Jakarta. Baru saja kawin di Jakarta, kamu mau kawin lagi dengan janda yang lebih kaya dan lebih gede badannya. Saya cinta janda itu, tetapi ayo dihitung bareng-bareng, hati-hati, tidak segampang itu. Indonesia tidak bisa selamat oleh keinginan-keinginan semacam itu. Indonesia hanya bisa selamat oleh perundingan bersama untuk menemukan yang terbaik, untuk menemukan titik tengah yang terbaik, khairul umuuri awsatuhaa”.

Kekeliruan memahami Islam akhir-akhir ini adalah karena kita salah mengidentifikasi Islam itu sendiri hanya berdasarkan kulitnya saja. Islam itu pada hakikatnya bersifat kualitatif meskipun pada saat-saat tertentu bersifat kuantitatif. Shalat itu penting, namun yang lebih penting lagi adalah output dari shalat itu sendiri. Shalat merupakan sebuah input yang menghasilkan output yaitu akhlak (perilaku) yang baik. Kesalahan kita sekarang adalah shalat dijadikan output, sehingga kita sangat mudah menilai Islam atau tidaknya seseorang dilihat dari ibadahnya saja yang seharausnya merupakan sebuah input. Umpama warung, maka yang penting itu adalah hasil dari masakannya, enak atau tidak.

“Fokus anda di dalam beribadah itu pahala atau Allah? Surga atau Allah?” Cak Nun merespon pertanyaan jama’ah tentang pahala. “Kalau kamu berfokus kepada Allah, engkau tidak peduli akan ditempatkan di surga atau neraka”.

Ka'bah di Makkah sebagai kiblat dunia.

“Ibaratnya begini, saya punya kebun mangga, kemudian kamu datang ke kebun saya, mbantuin nyapu-nyapu di kebun saya, ndak minta mangga. Justru yang khawatir adalah saya, sehingga kemudian saya pasti akan kasih kamu mangga yang banyak”. Lanjut Cak Nun. “Jadi shalat kamu itu menyembah Allah atau pahala? Kamu sujud dihadapan ka’bah itu kamu sujud kepada ka’bah atau kepada Allah?”

“Jadi bodohlah orang yang mengutamakan jasad”. Cak Nun menambahkan penjelasan tentang kiblat. Bahwa ka’bah adalah kiblat bagi mereka yang shalat di Masjidil Haram. Masjidil Haram merupakan kiblat bagi mereka yang berada di Makkah. Makkah sendiri adalah kiblat bagi mereka yang tinggal di Saudi Arabia, dan Saudi Arabia adalah kiblat bagi mereka yang berada di luar negara Saudi Arabia.

Pahala itu penting, tetapi jangan lupa bahwa itu bukanlah fokus yang utama. Dan jangan sekali-kali memasti-mastikan Tuhan. Allah itu merdeka, karena Dia adalah pemilik utuh alam semesta ini, dan Allah berhak merubah aturan-aturan yang sudah ada. Allah berhak dan berkuasa penuh atas semua keputusan-keputusan yang ada. Allah berhak memasukkan orang yang berkali-kali umrah sekalipun ke dalam neraka.

“Sesungguhnya seluruh proses kehidupan ini mengandung pertaruhan”, Cak Nun merespon jama’ah yang bertanya tentang judi. Seluruh hidup ini mengandung spekulasi, bahkan seorang ibu yang sedang melahirkan adalah salah satu spekulasi dalam kehidupannya. Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa dia akan tumbuh dari bayi menjadi orang yang dewasa atau sampai tua.

Rasulullah setiap malam itu menangis tetapi bukan dalam rangka menangis karena dirinya, melainkan menagisi umatnya. Beliau tidak pernah mengeluh atas hidup beliau yang menderita. Beliau tidak pernah marah kepada orang yang melempar batu ke kepalanya. Yang dilakukan oleh Rasulullah adalah menangisi umatnya.

Dalam Islam dikenal istilah fastabiqul khairat. Apapun yang kita lakukan dalam kehidupan ini adalah perlombaan dalam hal kebaikan, bukan perlombaan tentang keunggulan satu sama lain. “Jangan pernah merasa sedikit pun kita merasa unggul atas orang lain”, lanjut Cak Nun. “Ndak boleh unggul dari orang lain, yang kamu lakukan adalah bermain sepakbola yang baik, kalah atau menang adalah hasil dari bermain sepakbolamu, bukan tujuanmu”.

“Judi itu dilarang agar jangan sampai anda menjadi kecanduan, dan uangmu habis hanya untuk berjudi”.

Bung Karno, Presiden pertama Indonesia, dan Muhammad Ainun Najib alias Cak Nun, akankah jadi Presiden Indonesia selanjutnya ?

“Menurut anda masalah Indonesia ini apabila menggunakan istilah penyakit, apakah sudah berada pada stadium 5?” Cak Nun merespon jama’ah yang menanyakan tentang kesediaan menjadi Presiden dan kekhawatirannya apabila Cak Nun menjadi Presiden kemudian tidak bisa hadir di acara Kenduri Cinta.

“Menurut anda, apabila anda saya tuntut menjadi Presiden apa reaksi anda? Pada saat semua orang tahu bahwa penyakit Indonesia yang sedemikian komplikasinya yang hampir tidak bisa disembuhkan, kok ada orang yang mau mencalonkan diri menjadi Presiden, apa niatnya?” Cak Nun memberi bekal pertanyaan kepada jama’ah yang hadir.

Wirid-nya kan jelas, in lam takun ‘alayya ghadlabun falaa ubaali. Asalkan Allah ndak marah sama saya, apa saja saya mau. Menderita saya mau, berjuang saya mau. Saya ndak jadi apa-apa ya mau, jadi apa-apa ya mau. Ndak ada bedanya bagi saya. Dan andaikan saya berada di dalam struktur pemerintahan, jangan khawatir saya lantas tidak bisa berada di sini”. Tutup Cak Nun.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 04:02 WIB, Kenduri Cinta dipuncaki dengan doa bersama oleh Syeikh Nursamad Kamba.

Cuplikan dari reportase Kenduri Cinta Maret 2014
Red KC, Fahmi Agustian,
http://www.caknun.com/2014/opera-sabung-sabung-capres-karapan-capres/

No comments: