Saturday, February 14, 2009

Kasih Sayang


Secara tragis, Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Azis Angkat meninggal teraniaya angkara murka pengunjuk rasa yang ingin memaksakan kehendak mendirikan Provinsi Tapanuli.

Sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa mendiang Abdul Azis Angkat semasa hidupnya bagi negara dan bangsa, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan kesepakatan dengan musyawarah pimpinan daerah (muspida) setempat, berhasrat melaksanakan pemakaman jenazah Abdul Azis Angkat di Taman Makam Pahlawan (TMP) Bukit Barisan di Medan.

Persiapan untuk pemakaman dilakukan, hingga menggali liang kubur. Namun, dalam suatu kesempatan di rumah duka, Wakil Gubernur Sumut menyampaikan perkembangan baru, ”Pihak keluarga mempertimbangkan keinginan istri almarhum yang ingin nantinya jika wafat bisa dikebumikan di samping makam suaminya. Tentu hal itu akan sulit jika almarhum dimakamkan di TMP”.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pun mematuhi keinginan keluarga. Jenazah Abdul Azis Angkat dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Ekarasmi.

Tafakur
Peristiwa yang terkesan sederhana itu mengharu biru sanubari saya, membawa nurani saya ke alam tafakur. Pemakaman merupakan bentuk ritual peradaban dan kebudayaan yang membedakan manusia dengan jenis makhluk hidup lain. Hanya spesies Homo sapiens yang memakamkan jenazah sesama yang telah meninggal dunia. Maka, pemakaman merupakan salah satu ritual terpenting dalam jalur kehidupan manusia.

Tujuan utama pemakaman adalah sebagai mempersembahkan kehormatan dan penghormatan, baik bagi yang meninggal maupun yang ditinggal.

Di sisi lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pahlawan merupakan gelar kehormatan amat tinggi, maka amat didambakan. Dikebumikan di TMP merupakan bentuk kehormatan dan penghormatan sangat terhormat bagi yang meninggal maupun yang ditinggalkan.

Memang di dunia fana, insan yang telah meninggal dunia tidak lagi bisa secara ragawi merasakan kehormatan dan penghormatan yang diberikan kepadanya. Namun, bagi keluarga yang ditinggalkan, pemakaman almarhum atau almarhumah di TMP merupakan kehormatan yang amat bermakna, maka amat didambakan banyak pihak.

Bagi yang merasa dirinya pengabdi negara, bangsa, dan rakyat, pemakaman di TMP merupakan anugerah penghargaan dan penghormatan atas jasa-jasa darma baktinya. Apalagi di masa begitu banyak pihak gigih berebut menjadi pengabdi negara dan bangsa yang disebut sebagai wakil rakyat. Diakui atau tidak, pemakaman di TMP merupakan anugerah kehormatan dan penghormatan yang didambakan para politisi masa kini yang sudah wafat maupun sanak keluarganya yang masih hidup.

Terharu
Saya terharu karena di tengah kemelut gejolak beragam semangat ambisi mereka yang disebut abdi negara, bangsa, dan rakyat, secara tulus atau tidak, mendadak tampil suasana yang amat berbeda. Sebuah dambaan sederhana yang lebih mengutamakan kasih sayang antarinsan ketimbang dambaan atas kilau gemerlap kehormatan dan penghormatan dengan suasana bergelar menggetar sukma kepahlawanan kenegaraan dan kebangsaan.

Seolah suasana kebisingan yang sedang memekak telinga mendadak berubah menjadi suasana keheningan yang lembut menyentuh, lalu membelai sanubari. Peristiwa penolakan pemakaman di TMP di Medan itu mengingatkan saya kepada ketulusan kerendahan hati almarhum pahlawan nasional yang jasanya tiada terhingga bagi bangsa dan negara, Bung Hatta. Proklamator kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia ini dengan rendah hati secara tulus menginginkan jenazah dirinya disemayamkan bukan di TMP, tetapi di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Di dunia fana sampai ke alam baka, Bung Hatta konsekuen dan konsisten ingin selalu dekat dengan rakyat.

Adiluhur
Penghormatan setinggi-tingginya layak diberikan kepada sikap keluarga almarhum Abdul Azis Angkat mendukung penolakan pihak istri terhadap pemakaman jenazah suami di TMP semata agar di kemudian hari jika sang istri wafat, dapat disemayamkan di sanding sang suami tercinta, bukan di TMP, tetapi di taman pemakaman rakyat biasa.

Peristiwa mengharukan ini menyadarkan kita, sebenarnya masih ada nilai-nilai kehidupan manusia jauh lebih mulia, agung, dan luhur ketimbang sekadar nilai-nilai politik duniawi, apalagi yang berlumuran kebencian dan kekerasan!

Kasih sayang merupakan nilai adiluhur di atas segalanya dalam kehidupan manusia. Maka, jelas amat keliru jika manusia sampai khilaf meninggalkan, melupakan, mengorbankan, apalagi mengkhianati nilai-nilai kasih sayang dalam bersama menempuh perjalanan hidup nan sarat kemelut deru campur debu bepercik keringat, air mata, dan darah.

Jaya Suprana, Budayawan
KOMPAS, 14 Februari 2009

1 comment:

KULYUBI ISMANGUN said...

MENUJU TRINITAS KEHIDUPAN :
KASIH SAYANG, KEADILAN DAN PERDAMAIAN

Kasih sayang sejati menciptakan perdamaian. Di atas perdamaian itu tegak keadilan. Keadilan tegak tanpa areal abu-abu, meskipun orang yang paling kita kasihi sekalipun jika memang salah tetap saja salah. Kasih sayang itu baik dan akan lebih indah lagi ketika kasih sayang itu tidak menjadikan buta dengan kebenaran, lebih indah ketika kasih sayang itu tidak melumpuhkan tegaknya kebenaran hakiki.

Budaya adiluhur pun boleh kita sebut luhur ketika keluhuran itu terlahir dari pengertian yang terang secara ilmiah, obyektif dan analitis. Sehingga budaya adiluhur bukanlah budaya yang mengedepankan basa-basi ataupun rasa sungkan, tetapi budaya adiluhur adalah budaya yang mampu mewujudkan keadilan, kasih sayang dan perdamaian itu sebagai trinitas kehidupan sosial sehingga kebenaran berdasar ilmu benar-benar menjadi terang cahaya dalam kehidupan ini.