Thursday, September 24, 2009

Cinta Tuhan Itu Cinta Sesama


Tak jarang kita mengidealkan, ketika akan memasuki hari raya Idul Fitri, kita berharap suasana hening, tenteram, dan sejahtera.

Akan tetapi, apa boleh buat, kehidupan tak dapat kita rancang seperti itu. Seperti kita alami, selama bulan suci Ramadhan, kita melihat betapa hiruk pikuknya kehidupan ini. Dalam lingkup nasional, ada heboh Bank Century, ada heboh KPK-Polri, dan kemarin perhatian kita juga tercerap lagi pada penyergapan teroris.

Ya, itulah realitas hidup, bahkan untuk berhening sebulan dari 12 bulan yang ada kita tak sanggup. Namun, kita juga mengenal metafor paradoks, ”sunyi dalam keramaian”. Selain itu, dalam hiruk pikuk pun, harapan kita masih terkandung ibadah dan kesucian. Hiruk pikuk sendiri tampaknya sudah jadi takdir kita yang masih banyak terlibat dalam urusan duniawi.

Dalam keadaan seperti itulah kita terus berharap, Allah Yang Maha Pengasih masih akan menerima amal-ibadah kita, yang boleh jadi kita wujudkan dalam jatuh-bangun bekerja setiap hari, yang kita tujukan tidak saja bagi kebaikan diri kita sendiri, tetapi juga keluarga, masyarakat luas, dan bahkan bagi umat manusia.

Bila pada awal ulasan ini disinggung keheningan, itu karena kita sering mendengar, dalam keheninganlah kita dapat melihat, merasakan, dan menyadari, hal lain di luar yang kita hadapi sehari-hari sebagai rutinitas. Kolumnis harian ini kemarin juga mengingatkan, hubungan kita dengan Tuhan acap terganggu karena pesona dunia.

Kini, ketika sinar matahari terakhir Ramadhan 1430 H semakin redup, mari kita tambahkan waktu untuk memuliakan Allah Sang Maha Pengasih, yang banyak mencurahkan berkah dan rezeki kepada kita, dan juga yang telah menciptakan alam semesta yang mahaluar biasa ini.


Pada sisi lain, kita juga diingatkan, mencintai Tuhan juga harus disertai cinta kepada manusia. Idul Fitri, inilah saatnya untuk meneguhkan cinta kepada manusia. Masih enakkah ketupat dengan opor dan sambal goreng hati itu bila di luar sana masih banyak saudara kita yang kelaparan? Atau masih nyamankah baju baru itu ketika di luar sana masih banyak pengemis yang berbaju compang-camping?

Satu hal lagi yang juga selalu diingatkan menjelang hari bahagia ini adalah saling memaafkan. Menengok kembali apa yang kita lalui, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, boleh jadi dalam hati berkecamuk seribu hal yang memasygulkan, atau bahkan menimbulkan rasa marah terhadap orang atau pihak lain. Namun, kita diajarkan, betapa pun perasaan tersebut manusiawi, ternyata memaafkan dan meminta maaf masih lebih baik.

Akhirnya, melalui bulan suci Ramadhan yang segera berakhir, juga melalui hari Idul Fitri yang kita songsong, mari kita teguhkan kembali keimanan kita kepada Allah Yang Mahakuasa, sekaligus kecintaan kita kepada sesama - dalam semangat senasib-sepenanggungan.

Selamat Idul Fitri 1430 H, minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin.

Tajuk Rencana KOMPAS, 19 September 2009

No comments: