Thursday, January 7, 2021

Tentang Puzzle Virus China

Dany Shoham dan rekarupa Covid-19.

Setelah tepat setahun sejak Coronavirus Wuhan menginfeksi dunia akhir Desember 2019, aku teringat lagi kesaksian Dany Shoham, mantan intelejen Israel yang mengatakan bahwa Coronavirus 2019 ini adalah senjata biologis China. Shoham melaporkan fasilitas senjata biologi China tahun 2015, jauh sebelum Coronavirus Wuhan dilepaskan ke dunia.

Dr. Dany Shoham sendiri adalah peneliti senior di Pusat Kajian Strategis Begin-Sadat, Universitas Bar Ilan, Israel dan mengkhususkan diri pada perang biologi dan kimia di Timur Tengah dan seluruh dunia.

Dengan sumber daya yang dimiliki oleh Mossad, pelatihannya yang bisa jadi diasah bertahun-tahun, termasuk kemampuan lembaganya untuk memproduksi senjata biologis, apakah pernyataan Dany Shoham tidak layak untuk dipercaya bahwa China memang sengaja menginfeksi dunia dengan Coronavirus (SARS-CoV-2)-nya?

Xi Jinping

Walau China sendiri membantahnya, namun fakta-fakta yang ada dan dipungut satu persatu akan melengkapi puzzle pandemi ini.

Dengan laporan lengkap beberapa fasilitas laboratorium China yang diungkap Shoham sebagai dasar kesaksiannya, program intensif pelatihan kesehatan di banyak kota di China sejak 6 bulan sebelum wabah menyebar, perintah rahasia penimbunan logistik perusahaan-perusahaan yang berkait dengan China untuk kebutuhan China sebelum wabah, beberapa perilaku pengusaha China dalam pasar bursa yang mengindikasikan perilaku tidak biasa sesaat sebelum wabah dimulai dan kebijakan pemerintah China sebelum dan sesudah wabah, apakah jawaban atas puzzle siapa pelakunya tidak mengarah kepada China?

Alangkah anehnya bila fakta yang sedemikian terang menjadi tak terlihat oleh mata telanjang awam sekalipun.


Untuk memperkuat jawaban, mungkin pertanyaan yang paling wajar untuk dinyatakan adalah siapa yang paling diuntungkan dari wabah Coronavirus ini?

Atau minimal yang paling cepat dan paling besar mendapat keuntungan dari pandemi ini?

Senjata biologi ini adalah senjata yang jauh melebihi kemampuan bom atom yang pernah ada dan dibuat saat ini ditinjau dari luasnya dampak sosial, kesehatan, politik , budaya dan hankam yang ditimbulkan maupun jatuhnya korban itu sendiri di seluruh dunia. Praktis hampir semua negara dunia merasakan luka akibat pandemi ini.

Belum pernah ada senjata sedahsyat ini sepanjang sejarah dunia.


Walau data keterlibatan China sebagai “biangnya” berusaha dikaburkan, namun bagi yang jernih pikir dan nuraninya niscaya akan melihat benang merahnya, betapa jahatnya senjata biologi virus China ini.

Bahkan mungkin saja pemerintah China sendiri tidak mengira bahwa dampaknya akan sebesar ini, hanya mereka diam dan hanya dibicarakan dalam lingkungan yang sangat rahasia.

Apakah negara-negara di dunia hanya akan berkutat pada upaya mengatasi pandemi ini tanpa ada upaya untuk menghukum China sama sekali?

Apakah negara dunia sedemikian pemaaf sehingga melupakan kerja sembrono China ini yang bila hanya melihat dampak, maka termasuk kelalaian yang menyebabkan matinya mendekati 2 jutaan orang dan akan terus bertambah?

Kehidupan malam di kota Wuhan.

Sementara dunia masih berkutat pada pandemi, Wuhan sudah bersuka ria, klub-klub dugem sudah dibuka, seakan mentertawakan orang-orang di seluruh dunia yang tengah sekarat.

China berusaha secepat mungkin tarik keuntungan bisnis dari musibah virus oleh China ini. Dan tak pelak China mendapat keuntungan besar dari pandemi ini untuk memajukan berbagai kepentingannya.

Strategi rampok rumah tetanggamu yang tengah kebakaran seperti yang diajarkan Sun Tzu tengah digencarkan China sekarang.

Apakah negara-negara di dunia akan diam saja? Dan tidak membalas perilaku mereka dengan melepaskan senjata biologis di dalam negeri China agar lumpuh dan berhenti memanipulasi dunia? Entahlah ....

Penulis:
Adi Ketu
Catatanadiketu.wordpress.com

Laporan Dany Shoham:
China’s Biological Warfare Programme, An Integrative Study with Special Reference to Biological Weapons Capabilities by Dany Shoham
https://idsa.in/system/files/jds/jds_9_2_2015_DanyShoham.pdf

Bioterrorism
http://www.shalom-magazine.com/Print.php?id=490305


Tim WHO yang Selidiki Asal-usul Virus Corona di China, Tertunda

Tertundanya misi yang telah lama direncanakan oleh para pakar dari WHO ke China untuk menyelidiki asal-usul pandemi Covid-19 "bukan hanya masalah visa", kata Beijing pada Rabu (6/1/2021).

Satu tahun setelah wabah virus corona dimulai, para pakar kesehatan internasional diperkirakan akan tiba di China pekan ini untuk mengeksplorasi awal munculnya virus corona, yang pertama kali muncul di akhir tahun 2019 di kota Wuhan.

Namun, niat tersebut diindikasikan dihalangi maksud yang sangat politis.

Melansir AFP pada Rabu (6/1/2021), misi sensitif tersebut telah diliputi oleh penundaan dan politik, dengan adanya kekhawatiran akan ditutup-tutupi asal-usul virus corona itu oleh Beijing.

Hua Chunying

Juru bicara kementerian luar negeri China, Hua Chunying mengatakan kepada wartawan pada Rabu (6/1/2021) bahwa pembicaraan antara kedua belah pihak terus berlanjut mengenai "tanggal pasti dan detail kunjungan kelompok ahli tersebut".

"Masalah penelusuran asal-usul virus corona sangat rumit. Untuk memastikan kerja tim ahli internasional di China berjalan lancar, kami harus melakukan prosedur yang diperlukan dan membuat pengaturan yang relevan," kata Hua.

Dia mengatakan negara itu "melakukan yang terbaik untuk menciptakan kondisi yang baik bagi kelompok ahli internasional untuk datang ke China".


Pada Selasa kepala Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kepada wartawan bahwa Beijing belum menyelesaikan izin untuk kedatangan tim tersebut.

Sehingga, ia mengatakan "sangat kecewa dengan berita itu", dalam teguran yang jarang terjadi di Beijing dari badan PBB.

Awal pekan ini pihak berwenang China menolak untuk mengkonfirmasi tanggal pasti dan rincian kunjungan WHO, sebuah tanda dari kepekaan misi yang abadi.

WHO sebelumnya mengatakan China telah memberikan izin untuk kunjungan tim pakar internasional yang beranggotakan 10 orang.

Hua berdalih China "menempatkan kepentingan besar dan secara aktif berkomunikasi dengan WHO".

Penulis dan Editor:
Shintaloka Pradita Sicca
Kompas.com, 6 Januari 2021

No comments: