Saturday, August 1, 2009

Mengusut Dana Kampanye


Komisi Pemilihan Umum harus mengusut secara serius dan bersikap tegas terhadap manipulasi dana kampanye pemilihan presiden. Sebab, semrawutnya penerimaan dan penggunaan duit kampanye selalu berulang dalam pemilu dan cenderung dibiarkan.

Laporan yang dilansir Indonesia Corruption Watch menyebutkan pasangan SBY-Boediono diduga menerima dana dari pihak asing. Adapun pasangan Megawati-Prabowo menerima dana dalam jumlah melebihi batas yang diperbolehkan. Sedangkan pasangan JK-Wiranto melanggar ketentuan penggunaan nomor pokok wajib pajak bagi penyumbang. Muncul juga kecurigaan: dana yang dilaporkan oleh tiap pasangan jauh lebih kecil dibanding yang mereka hamburkan dalam kampanye.

Sesuai dengan Undang-Undang Pemilihan Presiden, pelanggaran itu tergolong delik pidana. Pelakunya, baik calon presiden-wakil presiden maupun tim kampanyenya, dapat dijatuhi hukuman penjara. Walau tak mempengaruhi hasil pemilu, hukuman pidana diharapkan memberi efek jera karena merusak reputasi seorang kandidat.

Kini laporan dana kampanye pasangan calon telah diserahkan ke auditor independen. Sesuai dengan undang-undang, laporan itu harus berada di tangan auditor 21 hari setelah masa kampanye berakhir. Mereka diberi waktu 45 hari untuk memeriksa laporan dari tiap tim kampanye.

Tak cukup melibatkan auditor, KPU perlu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut dugaan pelanggaran. Apalagi PPATK telah melansir temuan bahwa, sebelum pemilu legislatif dan menjelang pemilihan presiden, telah terjadi sejumlah transaksi keuangan yang mencurigakan.


Transaksi itu dilakukan dengan beragam modus untuk mengelabui hukum. PPATK mencatat, ada seorang pejabat pemerintah yang diduga kuat melakukan korupsi, telah memutar uang dalam jumlah besar dan akhirnya mampir di rekening beberapa calon anggota Dewan. Ada pula pengurus partai politik yang memutar duitnya dan mentransfer ke rekening istri atau sopir mereka untuk keperluan pemilu.

Aliran dana dari luar negeri dalam pemilihan presiden sesungguhnya juga telah diendus PPATK. Mereka menemukan adanya aliran dana untuk konsultan politik yang berasal dari rekening di luar negeri. Para pencuci uang itu leluasa bermain karena lemahnya pengawasan dan sanksi hukum. Mereka bersimbiosis dengan kandidat yang memiliki tim siluman -di luar tim kampanye resmi- yang transaksi keuangannya, laporannya, dan orangnya tak jelas.

Selama ini KPU seolah membiarkan saja pelanggaran seperti itu, tanpa upaya mengadukannya ke polisi. Jangan heran bila dalam pemilu legislatif tak satu pun calon legislator atau pengurus partai yang dihukum penjara karena memanipulasi dana kampanye.

Dalam menangani laporan dana kampanye pemilihan presiden, KPU tak boleh melempem lagi. Pengusutan harus dilakukan serius demi meningkatkan kualitas demokrasi. Kita menginginkan pemilihan presiden menjadi kontes mencari pemimpin terbaik bangsa, bukan arena adu lihai para kandidat memperdaya hukum di depan rakyat.

Editorial Koran TEMPO, 30 Juli 2009

No comments: