Wednesday, March 17, 2010

"Kaus Merah" Banjiri Kota


Puluhan ribu warga Thailand dari kelompok Kaus Merah, pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, terus membanjiri kota Bangkok, Sabtu (13/3). Aksi yang dilukiskan sebagai ”protes sejuta orang” itu mencapai puncaknya pada Minggu ini.

Aksi mereka bertujuan menuntut Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva mundur dari jabatannya. Mereka yakin, Abhisit meraih kekuasaan secara ilegal. Hal itu dibuktikan dengan keterlibatan militer dan kelompok penguasa tradisional Thailand yang cemburu dan takut popularitas Thaksin terus berkibar.

Para pemimpin aksi ini menegaskan, tidak ada jalan bagi perdamaian di Thailand kecuali membubarkan pemerintahan dan Abhisit mundur dari jabatan perdana menteri. Mereka juga menuntut agar pemilihan umum digelar secara dini.

Protes massal ini digelar berselang dua minggu setelah Mahkamah Agung Thailand memutuskan penyitaan terhadap kekayaan Thaksin senilai 1,4 miliar dollar AS atau kurang-lebih Rp 13 triliun.

Massa yang tergabung dalam Front Persatuan Demokrasi Melawan Kediktatoran dan menamakan diri kelompok Kaus Merah ini mengepung Bangkok dari arah utara dan timur laut. Mereka bersumpah akan merobohkan pemerintahan Abhisit. Mereka pun yakin, hanya dengan cara itu idola mereka, Thaksin, diperbolehkan kembali ke Thailand.

Protes ini sekaligus merupakan babak baru krisis politik yang mendera Thailand sejak Thaksin digulingkan dalam kudeta militer pada tahun 2006. Pemerintah Thailand telah mengerahkan 40.000 hingga 50.000 personel gabungan tentara dan polisi antihuru-hara guna mengawal aksi ”protes sejuta orang” itu.

Massa mendesak pemerintah agar tidak menggunakan kekuasaan, tetapi menciptakan perdamaian di seluruh negeri dengan memberikan pengampunan kepada Thaksin. Selain pengampunan, juga agar mantan perdana menteri itu diizinkan pulang ke tanah air tanpa proses hukum. Thaksin, yang kini menjadi penasihat ekonomi pemerintahan Kamboja, dijatuhi hukuman dua tahun penjara dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan.


Datang dari desa-desa
Puluhan ribu warga yang mengenakan kaus merah terus membanjiri kota pada Sabtu. Mereka datang dengan truk, bus, mobil pribadi, dan sepeda motor. Konvoi massa terlihat di berbagai ruas jalan strategis menuju pusat kota. Sebagian besar massa berasal dari wilayah pedesaan di timur laut dan utara, asal Thaksin.

Di Wang Noi, yang terletak di utara kota, konvoi pengunjuk rasa dengan bermacam kendaraan berarak-arakan hingga sepanjang 7 kilometer di jalan raya. Kemacetan lalu lintas tidak terhindarkan di sepanjang jalan, sejauh 50 kilometer dari Bangkok.

Sabtu kemarin, puluhan ribu pengunjuk rasa dari pedesaan sudah masuk ke Bangkok. Woravat Auapinyakul, anggota parlemen dari partai pro-Thaksin, yakni Partai Puea Thai, mengatakan, masih ada paling tidak 600.000-700.000 orang yang sedang dalam perjalanan ke Bangkok. Ditambah dengan anggota Kaus Merah yang sudah terlebih dahulu tiba di Bangkok dan pendukung yang menetap di Bangkok, jumlah pengunjuk rasa mendekati satu juta orang.

Sekalipun para pemimpin dan koordinator lapangan aksi tersebut sudah menegaskan tidak akan melakukan kekerasan selama unjuk rasa, pusat-pusat kegiatan bisnis sudah mulai tutup dan acara-acara sosial dibatalkan. Suasana di berbagai sudut kota yang biasanya padat oleh arus lalu lintas yang semrawut berangsur-angsur lengang.


Investor khawatir
Pasukan keamanan bersenjata lengkap berdiri di banyak tempat strategis, seperti bank dan kantor pemerintah, menyusul adanya peringatan tentang potensi sabotase, termasuk pengeboman. Investor khawatir tentang kemungkinan munculnya kekerasan. Pemerintah, yang sedang berkonsentrasi pada pemulihan ekonomi dari resesi, juga mengkhawatirkan hal itu.

Selama tidak ada keadilan, Thailand tidak bisa bersatu,” kata Jaran Ditthapichai, salah seorang tokoh dan pemimpin kelompok Kaus Merah. Dia lalu menegaskan lagi, ”Kami ingin kekuasaan dikembalikan ke tangan rakyat.”

Hasil sebuah jajak pendapat di Bangkok baru-baru ini menunjukkan, sebagian besar penduduk, terlepas dari keyakinan politik mereka, sudah muak dengan gelombang protes atau unjuk rasa. Protes telah mengganggu ekonomi, termasuk industri pariwisata yang selama ini amat menguntungkan Thailand.

Saya sangat muak dengan protes ini. Tidak peduli siapa yang menjadi perdana menteri. Perekonomian telah terganggu, begitu juga sektor lain. Setiap kali diumumkan adanya rencana unjuk rasa, turis pun pada hengkang,” kata Yai Oat-Ngam, seorang pemilik restoran di Bangkok.

KOMPAS, 14 Maret 2010

No comments: