Do not read this blog if not useful for you, because it will only spend your time, your energy, and spend your money.
Wednesday, September 24, 2008
Umat Islam Harus Tawarkan Solusi
Pertumbuhan dan perkembangan Islam di Tanah Air selalu dapat perhatian dari pimpinan negara Islam. Bahkan, dunia Islam menaruh harapan besar bagi kepeloporan Indonesia untuk membangun peradaban Islam menyeluruh dan memainkan peran bagi kemajuan dunia Islam. Itu sebabnya umat Islam harus menawarkan solusi bagi permasalahan yang ada. Hal ini disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memberikan sambutan dalam tasyakur 75 tahun Pondok Pesantren as-Syafi’iyah dan 27 tahun Badan Kontak Majelis Taklim di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (10/8/2008).
Menurut Yudhoyono, untuk dapat memainkan peran bagi kemajuan Islam, membangun Islam yang baik, Islam harus mampu menawarkan solusi bagi berbagai permasalahan yang ada. Perbedaan yang ada dalam umat Islam harus dianggap sebagai keniscayaan dan rahmat. “Islam itu damai, teduh, cinta keadilan, dan antikekerasan. Islam harus membangun persatuan dan menjauhi perpecahan,” ujarnya. Ia mengajak para tokoh agama, ulama, dan umat untuk membimbing dan membina umat agar tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji. “Ulama harus bisa mencontoh sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW, yang terus berjuang tiada henti untuk membangun umat agar senantiasa berada di bawah naungan al-Quran,” ujarnya.
Umat Islam, menurut Yudhoyono, harus menjalani Islam sebaik-baiknya, patuh pada ajaran, dan menjalankan Islam secara benar sesuai dengan al-Quran dan sunah. Selain itu, ulama jangan mengajarkan Islam yang keliru, apalagi menyiarkan ajaran keliru tersebut, karena akan merugikan umat Islam. Yudhoyono juga berharap ulama dapat menyelesaikan perbedaan yang timbul dan membimbing umat yang tersesat, serta jangan membiarkan saja. “Membiarkan saja, itu kekeliruan. Jadi, selamatkanlah yang tersesat,” ujarnya.
Sebelumnya Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim Tuti Alawiyah mengingatkan, Islam Indonesia bisa berperan pada percaturan dunia Islam. Apalagi negara-negara Islam juga telah memberikan perhatian yang besar pada umat Islam Indonesia. Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam tablig akbar di Masjid Agung Ciputat mengingatkan umat Islam Indonesia agar senantiasa dapat memberikan solusi atas masalah yang dihadapi umat dan bangsa Indonesia. Umat Islam Indonesia, menurut Din, baru besar dalam jumlah, tetapi belum optimal sebagai penyelesai masalah bangsa.” Artinya, umat Islam baru menjadi bagian dari masalah dan belum menjadi bagian penyelesai masalah,” ujarnya.
KOMPAS, 11 Agustus 2008
Technorati Profile
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
~ Cinta & Kebencian ~
Tenaga apakah yang menggerakkan kehidupan?. Cinta dan kebencian. Kedua-dua itulah yang mewarnai sejarah hidup manusia menjadi putih atau hitam. Kerana cinta, Adam dan Hawa bersatu. Kerana cinta, Taj Mahal di India terbina. Dan banyak lagi bukti di dalam dunia nyata ini betapa angungnya cinta itu.
Berawal dari cinta, cerita kehidupan diputar. Tapi sayang, sejak awal mula kisah sejarah manusia ini, cinta telah dikotori oleh kebencian. Kebencianlah yang menyebabkan Qabil membunuh Habil, sebuah tragedi paling tragis untuk pertama kalinya dalam sejarah kemanusiaan. Pembunuhan manusia oleh manusia. Ya, cinta dan kebencian pulalah yang saat ini kita saksikan
meramaikan drama kehidupan. Dunia ini dipenuhi dengan kisah cinta yang begitu mempesona, juga kisah kebencian yang sangat memilukan.
Cinta membuat dunia menjadi kelihatan 'hidup', damai, sejuk, indah, penuh pesona. Sebaliknya kebencian menjadikan dunia ini nampak membujur kaku seperti mayat, seperti perkuburan. Aromanya menyengat tak ubahnya bangkai. Bunga-bunga menjadi layu. Setiap mata menatap penuh kekosongan, kesedihan dan kepiluan.
Cinta menawarkan titis-titis air yang sungguh menyejukkan. Setiap titisannya menghidupkan jiwa yang gersang. Tiap titisannya adalah syurga. Kebencian menyebarkan aroma darah, menitiskan air mata. Tiap titisnya membuat jiwa menjadi gersang. Tiap titisnya adalah api, membakar kehidupan. Panas yang luar biasa. Cinta menggerakkan kebaikan. Kebencian memunculkan kejahatan. Sejarah kebaikan adalah sejarah cinta. Sejarah kejahatan adalah sejarah kebencian. Maka tebarkanlah cinta di segenap penjuru dunia. Berjalanlah dengan cinta. Siramlah setiap relung jiwa yang hampa dengan cinta, niscaya ia menjadi hidup dan penuh pesona.
Pada tahun 1932 Albert Einstein menulis surat kepada Sigmund Freud untuk bertanyakan pendapatnya. Antara kandungan suratnya berbunyi, Apa yang dapat dilakukan manusia agar terhindar dari kutukan peperangan?
Pertanyaan itu muncul barangkali kerana dunia pada masa itu mash dihantui oleh Perang Dunia Pertama yang mengejutkan manusia diseluruh eropah, justeru akibat kerosakan dan penderitaan yang harus ditanggung oleh mereka. Sebagai seorang yang mempunyai keahlian ilmu jiwa, Freud menjelaskan dalam surat yang ditulis sebagai esei yang terkenal iaitu Why War (Mengapa Perang).
Dia menghuraikan tentang adanya dua insting atau lebih mudah disebut sebagai sifat utama manusia iaitu insting Cinta dan insting Benci.
Insting cinta itu baik. Kerana manusia yang memiliki insting ini akan mempunyai sikap positif dengan membawa kepada sikap peduli dan saling memberikan kasih sayang. Ini mengandaikan adanya kepedulian terhadap hidup orang lain, keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain.
Namun begitu insting ini juga membawa sekaligus insting kebencian kalau sikap cinta dan kasihnya terhadap orang lain disertai dengan niat memiliki kepada yang dicintainya itu. Dengan itikad ingin memiliki itu, maka terjadilah penguasaan, diktator dan penjajahan dari sipencinta kepada yang dicintai.
Dan kalau perasaan merasa tidak bebas dari yang dicintai ini memberontak, maka terjadilah konflik. Dan konflik ini selalunya diakhiri dengan pemberontakan dan saling mengadu kekuatan. Siapa yang kalah akan menjadi hamba dan siapa yang memang akan menjadi majikan atau dengan kata lain menjadi penguasa.
Maka dari itu bermulalah penderitaan manusia. Pada dasarnya hal-hal yang mirip dengan kedaan sedemikian dapat dilihat dalam praktikal kehidupan sehari-hari kita. Contohnya kedua ibubapa sering mengatakan dirinya sangat mencintai anak-anaknya, seringkali berubah menjadi diktator kepada anak-anaknya. Mereka mahu membentuk anak-anak itu mengikut kemahuanya sendiri.
Anaknya mesti menjadi seorang doktor agar hidupnya kelak tidak sia-sia dan mempunyai masa depan yang baik meskipun si anak merayu mahu memilih jurusan dalam bidang kesastrawan atau mungkin bidang-bidang lain yang sangat jauh bezanya dari bidang kedoktoran. Inilah salah satu konflik yang banyak terjadi dalam masyarakat kita. Bila hal-hal ini terjadi, kebanyakkan dari orang tua akan mengunakan kuasa veto' mereka kepada si anak tadi supaya harus mengkuti kemahuanya. Dalam hal ini, kebahagiaan siapakah yang ingin diwujudkan? Kebahagiaan ibu bapa atau kebahagiaan anak?
Dalam akhbar harian atau tabloit mingguan seriang kita membaca tentang berita ada seorang lelaki yang telah beristri mencintai seorang gadis yang masih dara. Lalu cinta si lelaki tadi berbalas. Akan tetapi apabila istri kepada si lelaki tadi mengetahui bahawa suaminya mencintai wanita lain yang masih muda jelita apa lagi ianya masih dara, berkobarlah rasa bencinya dan dengan begitu tega membunuh si wanita jelita yang dicintai suaminya itu.
Insting cintanya telah berubah menjadi insting merosakan dan membenci, kerana lelaki yang telah mempunyai istri tadi ingin memiliki si gadis bagi kesenanganya sendiri. Boleh jadi juga si istri yang sebelum itu sangat mencintai suaminya akan turut sama membunuh suaminya kerana cintanya telah bertukar menjadi benci dengan mendadak.
Ada juga sebuah sekolah yang sangat ingin menjadi sekolah terbaik dalam negeri itu bahkan sangat ambisi untuk menjadi salah satu dari 10 buah sekolah yang terbaik dalam negara dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi yang secara luaranya sangat terpuji. Maka demi ambisinya itu pemimpin sekolah tersebut sama ada Pengetua atau Guru Besar termasuk guru-guru pengajar menjadi diktator atas murid-muridnya. Dijalankan disiplin yang keras dan berunsur paksaan untuk belajar di luar kewajaran. Hari-hari murid, di sekolah atau dirumah, harus diisi dengan belajar dan belajar. Murid-murid dijadikan korban atas ambisi dan cita-cita sekolah.
Dari episod-episod diatas dengan mudah kita membuat kesimpulan betapa insting cinta boleh berubah menjadi insting benci jika disertai niat menguasai.
Ajaran-ajaran moral terbesar dalam sejarah umat manusia selalu menekankan adanya kasih sayang, cinta antara sesama manusia. Cintailah orang lain seperti saudaramu, meskipun ia berlainan budaya, berlainan kelas sosial, berlainan bangsa, berlainan negara, berlainan agama, usia, keturunan hingga berlainan taraf kehidupan.
Cinta menyatukan, mendamaikan, membahagiakan dan menyenangkan. Kebencian pula melahirkan konflik, kekerasan, perosakan, kebinasaan dan kehancuran umat manusia.
Seperti yang dikatakan Freud, naluri cinta itu berubah menjadi benci kalau disertai dengan nafsu ingin memiliki, iaitu dijadikan objek yang dicintai itu sebahagian dari kebahagiaan dirinya sendiri. Pemikiran ini dikembangkan oleh Erich Fromm dalam bukunya yang terkenal To Have and To Be (Memiliki Dan Menjadi).
Cara hidup ingin memiliki sebenarnya adalah naluri cinta yang berakhir dengan penderitaan, kerosakan, kebinasaan sehingga kematian dari yang dicintai. Cara hidup menjadi inilah hakikat cinta manusia yang sesungguhnya.
Kita mencintai seseorang bukan demi kepentingan semata-mata, tetapi demi yang kita cintai agar tumbuh dan berkembang mencapai kebahagiaanya sendiri. Dengan menolong orang lain, kita menjadi seorang penolong. Dengan memberi kepada orang lain, kita akan tumbuh menjadi seorang pemberi. Dengan melakukan kebaikan terhadap orang lain, diri kita akan tumbuh menjadi orang baik.
Nafsu ingin memiliki ini pula berpusat pada kepentingan diri sendiri. Dengan memiliki kita akan menguasai dan bebas mempergunakan kepemilikan kita untuk kebahagian kita sendiri.
Dalam cara mencintai dan cara hidup ini, maka harus ada yang manjadi korban kepemilikan. Anak menjadi korban kepemilikan ibubapa, si gadis menjadi korban nafsu seksualiti lelaki beristri, murid-murid menjadi korban atas pemburuan ranking nasional. Dari hal demikian, siapakah yang sebenarnya bahagia? Kita mencintai anak-anak kita justeru kerana sedar bahawa mereka adalah manusia dengan karakter dan bercita-cita lain dan tidak sama dengan kita sebagai ibubapanya. Kewajipan cinta kita pada mereka adalah membantu mewujudkan apa yang di inginkan dan apa yang boleh membantu mereka bahagia oleh kita kepada mereka yang kita cintai.
Mencintai , menolong, membantu, berbuat baik kepada orang lain boleh berubah menjadi tindakan diktator dan berakhir dengan jatuhnya korban percintaan, kalau kondisi dan keperluan yang kita cintai tidak di perhitungkan. Mencintai orang lain, berbuat baik untuk orang lain, ternyata tidak semudah yang kita duga. Mencintai dan berbuat baik itu bukan sekedar niat dan tindakan, tetapi juga dengan pengenalan, pengetahuan, pengorbanan, strategi terhadap yang kita cintai dan yang paling utama adalah keikhlasan mencintai tampa ada mempunyai rasa ingin memiliki terhadap sesuatu yang kita cintai itu. Kalau tidak demikian, maka cinta boleh menjadi malapetaka bagi yang kita cintai itu.
Kalau anda jatuh cinta, anda ingin tahu secara terperinci hidup orang yang anda cintai. Misalnya ketika pertama kali bertemu dalam kereta api atau dalam bas dalam sebuah perjalanan yang panjang. Bagaimana riwayat hidupnya, keluarganya, bintang horoskopnya, kesihatanya, cita-citanya dan lain-lain dalam erti kata hal-hal yang terpenting dalam hidupnya. Dan anda mempergunakan taktik melalui informasi itu untuk menyusun strategi bagaimana lebih jauh menaklukan hatinya.
Kalau kita mencintai orang miskin, orang menderita stres (dalam tekanan), orang kena musibah, orang yang sedang bingung, maka kita harus berbuat yang sama sepertinya dan turut merasakan betapa anda simpati dan ingin membahagiakannya.
Surat Einstein kepada Freud menyangkut hal-hal berkenaan dengan perang dan penderitaan serta membuat beberapa andaian kemungkinan lenyapnya spisis bernama manusia akibat perang dimuka bumi ini. Konflik kepentingan, kepemilikan, pemusnahan adalah naluri kebencian manusia. Seperti cinta, manusia juga harus mengenali, memahami dan merasakan akibat kebencian terhadap orang lain.
Dannion Brinkley yang menceritakan pengalaman mati sehingga dua kali dalam bukunya yang bertajuk Saved By The Light, mengisahkan bagaimana dirinya merasa rendah dan hina oleh kejahatan-kejahatanya memukuli orang lain semasa hidupnya. Ia bukan sahaja ingat secara terperinci akan perbuatanya, tetapi juga suasana dan perasaan si korban semasa dia menganiayanya. Dengan mengenali dan merasakan akibat kejahatanya, jiwa Brinkley menilai perbuatanya sendiri yang tidak baik itu. Mengenali dengan baik penderitaan, kebahagiaan, keinginan, kekuatan dan kelemahan yang kita cintai atau kita benci, kiranya dapat mengajar dan memberikan keinsafan kepada kita agar kita mencintai orang lain dengan lebih baik dan benar.
Mencintai sesama manusia itu tidak semudah yang difikirkan. Lebih mudah untuk ditulis dan dihuraikan serta dianalisis dari dijalankan atau di praktikalkan. Sebab cinta itu perbuatan nyata tetapi juga tidak nyata. Kerana ia melibatkan perasaan yang disertai dengan niat yang baik. Dan niat itu juga haruslah dibekali dengan keikhlasan dari keinginan untuk memiliki dan menguasai. Dan perasaan serta perbuatan itu hanya ada dalam diri si pencinta dan yang dicinta. Maka pengetahuan dan pengenalan ketiga unsur cintai itu harus di fahami sebelum terlibat dengan apa yang dinamakan CINTA.
Post a Comment