Saturday, July 19, 2025

Perang 12 Hari Iran Versus Israel

Benjamin Netanyahu (kiri) dan Ayatullah Ali Khamenei (kanan).

Usai berperang selama 12 hari, Iran dan Israel menghentikan peperangan setelah mengumumkan gencatan senjata. Berikut data dan fakta perang besar Iran Vs Israel.

Sultan tidak berhenti mengucap syukur. Wajahnya semringah ketika menginjakkan kaki di Tanah Air. Dia lega bisa memboyong anak dan istrinya selamat dari gempuran serangan Israel dan Amerika ke wilayah Iran.

Wajah lelah Sultan tidak bisa disembunyikan. Butuh waktu 6 hari perjalanan yang ditempuh Sultan dan belasan WNI untuk sampai ke Indonesia.

Sultan menarik koper sambil menggendong anaknya keluar dari pintu shelter Kalayang, Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Diikuti istri dan anak Sultan lainnya.

Sultan menjadi satu dari rombongan WNI yang dievakuasi dari Iran. Memanasnya perang Iran dan Israel membuat pemerintah Indonesia mengambil langkah evakuasi.

Kami sudah sejak Kamis perjalanan dari Iran, jadi sudah 6 hari agak capek,” ucap Fatoni.

Staf KBRI dan WNI Iran di kantor Kedubes RI di Tehran (Foto: Dok. KBRI Iran)

Sultan mengajak anak dan istrinya pindah ke Iran selama berkuliah. Pria asal Samarinda, Kalimantan Timur ini mengaku sudah 3,5 tahun tinggal di Kota Masyhad, wilayah bagian timur Iran itu.

Saya Sultan Fatoni dari Samarinda, ada di Kota Masyhad selama tinggal di Iran,” ucapnya.

Dia bercerita, Kota Masyhad masih cukup aman hingga dia tinggalkan, Kamis (21/6/2025) lalu. Selama periode perang, hampir tiap hari Sultan mendengar suara tembakan yang diduga peluru dari serdadu Iran yang menembaki drone asing ke kota tersebut.

Penyerangan Israel ke sejumlah wilayah di Iran dilakukan dengan menggunakan drone. Beberapa wilayah yang dia ketahui turut diserang oleh drone Israel adalah bandara.

Langit Iran bergemuruh. Suara dentuman rudal yang dibawa drone Israel terdengar saat menghantam bandara. Serangan Israel itu membuat Sultan dan keluarga cemas. Situasi damai Masyhad berubah mencekam dalam sekejap.

Katanya yang diserang pakai drone itu kan bandara, dari kota Masyhad sekitar 10 menit,” ucap dia.

Sebelas WNI yang dievakuasi dari Iran tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (24/6/2025), disambut perwakilan pemerintah usai menempuh perjalanan via Istanbul. (Foto: Kemlu)

Situasi makin terasa tak kondusif setelah Pemerintah Iran menetapkan kondisi siaga perang. Internet dipersempit, situs luar diblokir, hanya aplikasi dan laman dalam negeri yang bisa diakses. “Jadi situs luar tidak bisa dibuka. Jadi hanya situs atau aplikasi buatan dalam negeri saja yang bisa dibuka, atau lokal,” ucapnya.

Sultan bercerita singkat soal perjalanannya keluar dari zona perang di Iran. Sultan bersama istri dan anaknya menempuh perjalanan darat selama satu hari dari Kota Masyhad menuju KBRI di Teheran.

Di kantor Kedutaan Besar RI, Sultan beserta beberapa WNI lain harus menunggu WNI lainnya yang ada di berbagai kota di Iran setelah berhasil dievakuasi.

Kami dari Masyhad ke KBRI agak jauh, karena harus kumpul di KBRI, satu hari perjalanan menunggu teman-teman dari kota lain kumpul satu hari. Setelah itu baru berangkat dari perbatasan ke Azerbaijan, itu juga satu hari,” terang dia.

WNI yang dievakuasi dari Israel yang saat ini sedang berperang dengan Iran. (Foto: Kemlu.go.id)

Dilansir dari Antara, Ali Murtado (24), mahasiswa Warga Negara Indonesia (WNI) juga bercerita kondisi mencekam di Kota Qom, Iran saat Israel melancarkan serangan. Drone Israel yang membawa rudal terus melintasi langit Qom.

Serangan udara Zionis berhenti beberapa saat. Kadang-kadang berlanjut lagi. Dentuman rudal terjadi di mana-mana. Rudal itu membuat warga Iran berhamburan. Kepanikan terjadi di mana-mana. Serangan itu juga menimbulkan kerusakan sejumlah bangunan.

Proses evakuasi tak kalah berat dan mencekam. Ali harus melakukan perjalanan darat, dan sempat terhenti akibat adanya serangan drone Israel. Hal itu menyebabkan Ali bersama WNI lainnya terpaksa berhenti untuk berlindung di bawah tanah yang telah dipersiapkan Pemerintah Iran.

Saya sempat mendengar suara ledakan besar sebanyak dua kali dan mayoritas serangan Israel itu berhasil ditepis Iran,” kata Ali.

Ali juga menerangkan selama perjalanan dari Kota Qom menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Teheran lalu melanjutkan perjalanan menuju ke perbatasan Baku, Azerbaijan.


Selama evakuasi menuju Baku, Azerbaijan, para WNI membutuhkan waktu sekitar empat hingga lima hari melalui perjalanan darat.

Kami menginap satu hari di gedung KBRI, setelah itu jam 07.00 waktu setempat kami berangkat ke perbatasan Iran-Azerbaijan di wilayah Baku. Di sana kami itu menginap selama sekitar dua hari baru diterbangkan ke Istanbul lalu ke Jakarta,” ucap Ali.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mencatat sebanyak 60 orang warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Iran telah kembali ke tanah air.

Kepulangan puluhan WNI ini, melalui proses penerbangan Turkish Airlines (TK 56) dengan jumlah 11 orang dilakukan pada Selasa (24/6/2025), dan 49 orang diterbangkan lewat Doha, Qatar-Jakarta Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, pada Rabu sore ini (25/6/2025).

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Judha Nugraha di Tangerang mengatakan, dari 49 orang WNI yang dipulangkan saat ini adalah merupakan gelombang kedua tahapan evakuasi dari 97 orang WNI yang dievakuasi dari Iran akibat konflik antara Iran dan Israel.

Setelah kedatangan 11 WNI di Jakarta yang dievakuasi dari Iran pada tanggal 24 Juni 2025, hari ini akan kembali tiba 48 WNI dan 1 WNA evacuees,” ujarnya.

Gambar yang diambil dari kantor berita The Iranian News pada Selasa (17/6/2025) menunjukkan serangan rudal Iran ke Israel. Rezim Israel telah meminta Iran, melalui mediator barat, untuk menghentikan serangan balasannya.

Usai berperang selama 12 hari, Iran dan Israel menghentikan peperangan setelah mengumumkan gencatan senjata. Kedua negara saling klaim kemenangan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, Israel mencapai kemenangan bersejarah dalam perang 12 hari dengan Iran.

Kami mencapai kemenangan bersejarah, dan kemenangan ini akan bertahan selama beberapa generasi,” kata Netanyahu dalam pernyataannya, pada hari Selasa (24/6/2025), seperti yang dikutip dari Al Jazeera.

Netanyahu mengklaim pasukannya telah menghancurkan fasilitas penting di Arak, Natanz, dan Isfahan. Klaim kemenangan Israel didukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dia menyebut Israel berperang dengan baik melawan Iran sebagai pengganggu Timur Tengah.

Setelah Israel dan Amerika Serikat menyatakan menang, Iran melakukan hal yang sama. Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan, berakhirnya perang dengan Israel merupakan kemenangan besar bagi bangsa Iran dan siap untuk menyelesaikan sengketa dengan Amerika Serikat sesuai dengan kerangka kerja internasional.


Awal Mula Perang Iran Vs Israel
Menilik ke belakang, perang pecah ketika Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke fasilitas nuklir Iran pada hari Jumat, 13 Juni 2025, termasuk ke kompleks pengayaan Natanz dan Pusat Teknologi Nuklir di Isfahan.

Serangan ini juga menargetkan kediaman pejabat militer senior Iran, menewaskan tokoh penting seperti Hossein Salami dan Mohammad Bagheri. Tak tinggal diam. Iran menyerang balik Israel.

Setelah eskalasi peperangan meningkat, Amerika Serikat turun gunung pada 21 Juni 2025. Negara Paman Sam itu langsung menggempur tiga situs nuklir Iran dengan menggunakan bom penghancur bunker.

Iran kembali ngamuk. Pada 23 Juni 2025, Iran membalas dengan meluncurkan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar. Serangan ini menyebabkan kerusakan minimal dan tidak ada korban jiwa, sebagian karena Iran memberikan peringatan sebelumnya kepada Qatar dan AS.

Di hari yang sama, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah menyetujui gencatan senjata, yang akan berlaku penuh pada 25 Juni. Meskipun Iran awalnya membantah kesepakatan tersebut, mereka menyatakan akan menghentikan aksi militer jika Israel juga melakukannya.

Sehari setelah gencatan senjata, terjadi pelanggaran awal dengan serangan rudal dari Iran, yang kemudian dibantah oleh Teheran. Israel menegaskan kesiapan untuk merespons jika gencatan senjata dilanggar.


Perbandingan Operasi Militer dan Target Serangan
Iran dan Israel mengusung nama operasi militer yang berbeda baik misi dan sasaran target. Iran mengusung operasi militer yang diberi nama Operation True Promise, sementara Israel mengambil nama Rising Lion.

Dilansir dari Al Jazeera, operasi Rising Lion adalah inisiatif militer dan intelijen Israel untuk melumpuhkan program pengayaan nuklir dan kemampuan militer Iran.

Operasi ini mencakup serangan udara besar-besaran dan misi sabotase rahasia, yang dijalankan tidak hanya oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tetapi juga oleh Mossad, badan intelijen Israel.

Channel News Asia menyatakan, operasi dimulai dengan serangkaian serangan udara pada Jumat pagi, yang dikabarkan menghantam puluhan lokasi strategis, termasuk fasilitas utama pengayaan nuklir Iran di Natanz. Ledakan terdengar di seluruh Teheran.

Lebih dari 200 jet tempur Angkatan Udara Israel menyerang lebih dari 100 titik yang diklaim Israel sebagai target nuklir, militer, dan infrastruktur di seluruh Iran. Termasuk fasilitas nuklir utamanya di Natanz, menurut laporan Aljazeera, pada Jumat, 13 Juni 2025.

Mohammad Mehdi Tehranchi dan Fereydoun Abbasi

Akibat serangan itu, dua ilmuwan nuklir utama Iran termasuk di antara enam ilmuwan yang tewas. Kantor berita Iran Tasnim menyebut dua korban itu, Mohammad Mehdi Tehranchi dan Fereydoun Abbasi, sebagai ilmuwan nuklir terkemuka.

Serangan itu juga mengakibatkan tiga petinggi militer Iran meninggal dunia, yakni Mayor Jenderal Mohammad Bagheri selaku Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Jenderal Hossein Salami selaku Komandan IRGC, dan Jenderal Gholam Ali Rashid yang memimpin markas pusat militer Iran.

Di kubu Iran, Pejabat Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) dalam sebuah pernyataan usai serangan menegaskan serangan ke Israel tersebut disebut dengan 'Operation True Promise'. Operasi pembalasan berskala besar, yang diluncurkan dengan nama sandi “Ya Ali ibn Abi Talib.”

Dikutip dari Press TV, Analis politik Shabbir Rizvi menjelaskan operasi True Promise merupakan operasi militer yang dilancarkan Iran untuk memenuhi janji balas dendam secara pasti terhadap rezim Israel.


Operasi ini diluncurkan untuk membalas serangan Israel ke Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024 lalu. Serangan Israel ini meratakan gedung Konsulat Iran dan menyebabkan 12 orang meninggal.

Mereka di antaranya sembilan warga Iran, dua warga Suriah, dan satu warga Lebanon. Dua di antaranya merupakan komandan pasukan elite di Korps Garda Revolusi Iran.

Seperti dilansir media lokal Iran, Press TV, Garda Revolusi Iran (IRGC) dalam pernyataan pertama pada Sabtu (14/4/2024) malam waktu setempat mengumumkan dilancarkannya serangan balasan terhadap Israel, yang disebutnya sebagai Operation True Promise (Operasi Janji Sejati).

Dalam merespons berbagai kejahatan rezim Zionis, termasuk serangan terhadap bagian konsuler Kedutaan Besar Iran di Damaskus dan kematian martir sejumlah komandan dan penasihat militer negara kami di Suriah, Divisi Dirgantara IRGC meluncurkan puluhan rudal dan drone terhadap target-target tertentu di dalam wilayah pendudukan,” demikian bunyi pernyataan pertama yang dirilis Garda Revolusi Iran.

Gedung konsuler Kedutaan Besar Iran di Damaskus.

Dalam pernyataan kedua, Garda Revolusi Iran menyebut pembalasan dilaksanakan setelah organisasi internasional “bungkam dan mengabaikan” selama 10 hari sejak serangan terjadi di Suriah, terutama Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tidak mengecam atau menghukum Israel atas serangan mematikan itu —sesuai Pasal 7 Piagam PBB.

Garda Revolusi Iran, dalam pernyataannya, mengklaim rentetan serangan telah “berhasil” menghantam dan menghancurkan target militer Israel.

Dengan menggunakan kemampuan intelijen strategis, rudal dan drone untuk menyerang target-target pasukan teroris Zionis di wilayah pendudukan, berhasil mengenai dan menghancurkan mereka,” tegas Garda Revolusi Iran dalam pernyataannya.


Jumlah Personel Militer dan Alutsista
Iran memiliki keunggulan signifikan dalam jumlah personel aktif dibandingkan Israel. Iran memiliki sekitar 610.000 personel aktif, sementara Israel hanya memiliki sekitar 169.500. Perbedaan ini sangat mencolok dan menunjukkan fokus Iran pada kekuatan berbasis manusia.

Selain personel aktif, Iran juga memiliki cadangan yang cukup besar, yaitu sekitar 350.000 personel serta anggota paramiliter sebanyak 220.000 personel. Israel, meskipun memiliki personel aktif yang lebih sedikit, memiliki cadangan yang lebih besar, yaitu sekitar 465.000 dan paramiliter 35.000 personel.

Jumlah tersebut tentu belum termasuk masyarakat yang juga terikat pada program wajib militer yang berlaku di kedua negara. Program tersebut berkontribusi pada jumlah personel yang besar.

Dalam hal alat tempur darat, Iran memiliki keunggulan kuantitas yang signifikan. Iran memiliki lebih banyak tank (lebih dari 10.513 vs sekitar 400), artileri (lebih dari 6.798 vs 530), dan kendaraan lapis baja (lebih dari 65.765 vs lebih dari 43.407), Self-propelled artillery (580 vs 650), Towed Artillery (2050 vs 300) dan Mobile Rocket Projectors (775 vs 150) dibandingkan Israel.

Menurut jumlah tersebut, Iran memiliki kekuatan darat yang besar dan mampu melakukan operasi ofensif skala besar. Namun, meskipun kalah dalam jumlah, kualitas tank dan kendaraan lapis baja Israel mungkin lebih unggul.


Israel secara umum dianggap lebih unggul dalam hal kualitas dan teknologi pesawat tempur. Israel memiliki angkatan udara yang sangat modern dan dilengkapi dengan pesawat-pesawat tempur canggih buatan Amerika Serikat, seperti F-35 dan F-16.

Namun dari sisi jumlah, Israel jauh tertinggal dalam jumlah alutsista udara seperti Jet tempur (186 vs 241), Pesawat penyerang (23 vs 39), Pesawat angkut (86 vs 12), Pesawat latih (102 vs 155), Pesawat misi khusus (10 vs 23), Helikopter (129 vs 146), Helikopter serang (12 vs 48) dibandingkan Iran.

Berikutnya alutsista laut, Iran memiliki jumlah kapal selam yang lebih banyak (19 vs 5) dibandingkan Israel. Iran juga memiliki jumlah kapal patroli dan kapal tempur pesisir yang lebih banyak dengan rincian Korvet (3 vs 7), dan Kapal patroli (21 vs 45). Keunggulan lain dari Iran adalah memiliki kapal Mine warfare (1) dan kapal Fregat (7).

Hal ini menunjukkan Iran fokus pada strategi asimetris dalam peperangan laut, yaitu menggunakan kapal-kapal kecil dan cepat untuk menyerang kapal-kapal yang lebih besar.


Biaya Perang Iran Vs Israel
Perang yang terjadi antara Israel dengan Iran selama 12 hari berdampak buruk pada ekonomi Israel. Laporan dari media setempat, negara Zionis itu harus mengeluarkan biaya perang mencapai ratusan juta dolar.

Melansir dari kantor berita Turkiye, Anadolu, Rabu (25/6/2025) Israel menghabiskan sekitar USD 5 miliar pada minggu pertama serangan terhadap Iran, menurut situs web Financial Express. Sedangkan biaya harian perang mencapai USD 725 juta, terdiri dari USD 593 juta digunakan untuk serangan dan USD 132 juta dialokasikan untuk tindakan defensif dan mobilisasi militer.

Situs The Wall Street Journal melaporkan bahwa biaya harian sistem udara antirudal berkisar antara USD 10 juta hingga USD 200 juta untuk Israel.

Bila ditotal, pengeluaran Israel untuk perang dengan Iran mencapai lebih dari USD 12 miliar jika serangan berlangsung selama sebulan, demikian itu menurut Aaron Institute for Economic Policy yang berbasis di Israel.


Data dari lembaga riset Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), pada tahun 2023 Iran menghabiskan sekitar USD 10,3 miliar untuk anggaran militernya. Sebagai perbandingan, Israel pada tahun yang sama mengalokasikan anggaran militer sebesar USD 27,5 miliar.

Selain itu, lembaga think tank yang berbasis di Washington, DC, Council on Foreign Relations melaporkan bahwa Amerika Serikat telah memberikan bantuan militer sedikitnya USD 12,5 miliar kepada Israel dari Oktober 2023 hingga April 2024. Sebelumnya, pada tahun 2022, pengeluaran militer Iran tercatat sekitar USD 6,85 miliar menurut data dari Bank Dunia.

Berdasarkan laporan dari Stockholm International Peace Research Institute, pengeluaran Israel untuk pertahanan pada tahun 2024 mencapai USD 46,5 miliar atau setara Rp 762 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.393 per USD). Anggaran ini naik 65 persen. Dari jumlah ini, alokasi untuk pertahanan bahkan 8,8 persen dari PDB.

Dilansir dari Deutsche Welle, anggaran pertahanan Israel pada tahun 2025 hanya USD 38,6 miliar atau setara Rp 632 triliun, dari APBN USD 215 miliar atau setara Rp 3.525 triliun. Menurut seorang penasihat pemerintah, Israel habiskan dana sebesar USD 300 juta (Rp 4,89 triliun) per hari dalam melawan Iran.


Senjata yang Dipakai Iran dan Israel
Perang Iran dan Israel yang melibatkan Amerika Serikat ini menggunakan alutsista dan senjata canggih untuk membombardir wilayah lawan. Berikut jenis rudal dan senjata yang digunakan dalam perang Iran Israel dan AS, dikutip dari berbagai sumber:

Operasi Israel bermaksud untuk mengerdilkan kemampuan nuklir Iran. Israel dilaporkan melibatkan lebih dari 200 pesawat tempur yang menyerang lebih dari seratus target. Video yang dirilis oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menunjukkan sejumlah pesawat yang terlibat dalam operasi tersebut, termasuk F-15I, F-16I, dan F-35I.

Meskipun target yang disebutkan adalah program nuklir Iran, gelombang serangan awal menyerang target yang jauh lebih luas, termasuk militer Iran, lokasi militer konvensional (termasuk produksi dan penyimpanan rudal balistik), dan pertahanan udara.

Israel mengklaim mampu mematahkan 99 persen dari seluruh serangan yang berlangsung selama lima jam tersebut menggunakan sistem pertahanan udara berlapis miliknya: Iron Dome, Arrow, dan David's Sling. Kerja sistem pertahanan yang canggih dan sangat mahal itu didukung pula oleh kekuatan udara dan laut oleh beberapa negara sekutunya.

Iron Dome berfungsi dengan bantuan radar canggih yang mampu mendeteksi dan melacak jalur proyektil yang masuk. Sistem ini kemudian menganalisis apakah roket tersebut akan menghantam area yang dianggap penting —seperti pusat kota atau instalasi strategis.


Selain Irone Dome, Israel mengandalkan sistem jarak jauh Arrow-2 dan Arrow-3 untuk meredam rudal-rudal Iran masuk ke wilayahnya. Arrow-2 dan Arrow-3 punya kemampuan untuk mencegat rudal balistik di luar atmosfer bumi. Sistem Arrow-2 dan Arrow-3 memakai sistem hulu ledak yang bisa bertabrakan dengan target.

Senjata ini dikembangkan BUMN Israel, Aerospace sebagai kontraktor utama. Pengembangan sistem ini juga menggaet Boeing BA.N.

Israel juga punya sistem pertahanan udara jarak menengah Bernama David Sling’s. David Sling's dirancang untuk menembak jatuh rudal balistik yang ditembak dari jarak 100 km sampai 200 km.

Sistem pertahanan ini diproduksi dan dikembangkan BUMN Israel Rafael Advanced System dan perusahaan AS Raytheon Co. David’s Sling juga mampu mencegat pesawat tempur, drone dan rudal jelajah.

Meskipun ketegangan dengan Israel meningkat, Teheran tetap memiliki persenjataan rudal yang canggih, termasuk rudal jelajah, hipersonik, dan balistik —dengan beberapa di antaranya mampu mencapai jarak lebih dari 2.000 kilometer. Iran telah menembakkan lebih dari 450 rudal ke Israel dan 400 pesawat tanpa awak.


Iran mengerahkan drone kamikaze yang sebagian besar adalah drone jarak jauh Shahed-136. Jenis drone ini sama dengan yang diimpor Rusia dari Iran pada 2022 untuk agresinya di Ukraina.

Drone ini bisa meluncur dengan kecepatan 75 mil atau 120 kilometer per jam, drone Shahed-136 diperkirakan bernilai $ 20-40 ribu (Rp 325-649 juta) per unit. Harga yang jauh lebih murah daripada senjata anti-pesawat berbasis rudal.

Untuk rudal balistik, Iran menggunakan beberapa Emad, rudal balistik jarak medium dengan daya jangkau 1.050 mil atau lebih dari 1.600 kilometer. Roket-roket berbahan bakar cair ini melepaskan apa yang disebut maneuverable re-entry vehicle (MARV) sesaat setelah menembus luar angkasa dan menukik kembali ke Bumi.

Rudal dapat memperbaiki arah bidikan saat menukik kembali tersebut, termasuk berpotensi mengunci target kapal perang menggunakan bidikan pencari inframerah-nya.

Video serangan yang dirilis Iran juga memberi dugaan peluncuran tiga jenis lain dari rudal balistik jarak menengah: Kheiber Shekan (Khorramshahr-4), Dezful, Ghadr-110.


Iran dilaporkan telah menggunakan rudal Khorramshahr-4. Ini adalah salah satu rudal balistik jarak menengah (MRBM) paling canggih yang dimiliki Iran. Rudal ini merupakan versi terbaru dari seri Khorramshahr, yang dinamai berdasarkan kota Khorramshahr.

Selain itu, ada Rudal Sejjil-2, rudal balistik jarak menengah hingga jauh (MRBM/IRBM) paling canggih yang dikembangkan Iran, dan merupakan salah satu komponen utama dalam doktrin serangan strategis jarak jauh militer Iran. Rudal ini yang mampu merobek Iron Dome, pertahanan Israel.

Berikutnya, Iran mengandalkan rudal Kheiber yang diperkirakan memiliki jangkauan lebih dari 900 mil dan MARV yang dilepaskannya bisa melesat hingga Mach 5 (hipersonik). Sirip yang ada padanya membantu untuk manuver untuk mencegah intersepsi dan memperbaiki presisi.

Iran juga memiliki rudal Dezful yang punya jarak jangkauan 620 mil tapi disebut-sebut lebih akurat (dengan eror hanya lima meter dari target), dan dapat melesat sampai Mach 7. Sedangkan Ghadr-110 punya spesifikasi daya jangkau 839, 1.025, dan 1.219 mil.


Korban Perang Iran dan Israel
Dampak perang Iran dan Israel terbilang cukup besar. Tidak hanya bangunan rusak, perang skala besar ini menimbulkan ratusan korban jiwa dan ribuan orang luka-luka.

Dilansir dari Al Jazeera, Kamis (26/6/2025), Juru bicara Kementerian Kesehatan Iran mengatakan 627 orang tewas di Iran selama perang 12 hari. Iran juga melaporkan sebanyak 4.870 orang mengalami luka-luka.

Teheran mencatat jumlah korban tertinggi, diikuti oleh Kermanshah, sedangkan Khuzestan, Lorestan, dan Isfahan melaporkan kerugian yang signifikan.

Setidaknya 35 personel Angkatan Pertahanan Udara tewas dalam serangan Israel. Korban tewas ini diyakini termasuk operator radar, spesialis rudal permukaan-ke-udara, dan teknisi yang bertanggung jawab atas sistem peringatan dini.

Letnan Jenderal Gholam Ali Rashid (kiri) dan Mayor Jenderal Ali Shadmani (kanan).

Iran juga mengonfirmasi kematian Mayor Jenderal Ali Shadmani, komandan Markas Pusat Khatam al-Anbiya. Shadmani meninggal karena luka-luka yang dideritanya dalam serangan udara Israel minggu lalu.

Dia baru mengambil alih komando pada 13 Juni, setelah kematian pendahulunya, Letnan Jenderal Gholam Ali Rashid, yang tewas selama fase pembukaan kampanye militer.

Kehilangan kedua komandan tertinggi secara berturut-turut dalam waktu kurang dari dua minggu merupakan pukulan telak bagi struktur kepemimpinan militer Iran.

Mengutip dari Anadolu Agency, otoritas Israel mengatakan sedikitnya 24 orang telah tewas dan ratusan lainnya terluka sejak saat itu dalam serangan rudal Iran.

Serangan rudal balistik dan drone Iran ke Israel menghantam sejumlah situs intelijen dan militer yang sangat sensitif dan penting. Israel menutupi hal ini dengan melakukan penyensoran terhadap media. Jurnalis asing dilarang meliput kerusakan yang terjadi pada target-target sensitif, dan citra satelit pun dibatasi, seperti dikutip dari The Cradle, Kamis (26/6/2025).


Ada puluhan target penting di Israel yang berhasil dihantam rudal Iran selama perang 12 hari dari 13-24 Juni. Target-target tersebut termasuk Kirya Israel (markas besar Kementerian Pertahanan, yang disebut sebagai Pentagon Israel), Kamp Moshe Dayan (pusat pelatihan dan operasi untuk intelijen militer), Pangkalan Udara Tel Nof yang dijaga ketat, Pangkalan Udara Ovda, dan gedung Kementerian Dalam Negeri Israel, di antara beberapa lainnya.

Selain itu, rudal Iran juga berhasil menghancurkan Kilang Minyak Bazan, Pembangkit Listrik Haifa, Pembangkit Listrik Hadera, Pembangkit Listrik Ashdod, pangkalan Aman (Unit 8200), Institut Sains Weizmann, dan Bandara Ben Gurion.

Sekitar vila keluarga Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Caesarea, yang diserang oleh pesawat nirawak Hizbullah pada tahun 2024, juga terkena serangan Iran.

Saat ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dibuat pusing karena telah kalah perang dari Iran. Netanyahu makin pusing karena sebanyak 38.700 klaim ganti rugi telah diterima pemerintah Israel sejak awal pertempuran udara dengan Iran pada 13 Juni 2025 lalu.

Laporan dari Yedioth Ahronoth, seperti dilansir Anadolu Agency merinci, 30.809 permintaan ganti rugi untuk kerusakan bangunan, kemudian 3.713 permintaan ganti rugi untuk kerusakan pada kendaraan, dan sebanyak 4.085 permintaan ganti rugi kerusakan fasilitas umum lainnya.

Ayatullah Ali Khamenei (kiri) dan Benjamin Netanyahu (kanan).

Perang 12 Hari dan Kegagalan Misi Netanyahu
Pengamat independen Ori Goldberg mengatakan, Israel bahkan tidak mencapai salah satu dari tujuannya tersebut. Tampaknya Iran telah memindahkan material uranium dari fasilitas Fordow yang diserang Amerika Serikat pada Minggu (22/6/2025) lalu.

Material itu adalah bagian terpenting dari program nuklir. Dan tujuan Netanyahu untuk “melumpuhkan program nuklir” Iran gagal, kata dia, seperti dilansir Aljazeera, Rabu (25/6/2025).

Mengenai tujuan Netanyahu untuk “perubahan rezim” di Iran juga gagal. Israel justru mendapatkan hal yang sebaliknya. Mereka berusaha memicu pemberontakan terhadap rezim Iran dengan membunuh pada pemimpin militer dari berbagai struktur keamanan Iran. Strategi ini didasarkan pada keyakinan kuat Netanyahu bahwa cara terbaik untuk mengacaukan musuh adalah melalui pembunuhan para pemimpin senior.

Tujuannya itu tidak berhasil. Satu-satunya pengecualian yang mungkin adalah dampak kematian Hassan Nasrallah terhadap Hizbullah di Lebanon, tetapi hal itu lebih berkaitan dengan dinamika politik internal Lebanon. Pada semua kasus lainnya, pembunuhan Israel gagal menciptakan perubahan politik besar apa pun.

Bendera Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

Dalam kasus Iran, pembunuhan ini justru menambah dukungan rakyat di sekitar pemerintah. Israel membunuh komandan senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), yang mungkin merupakan elemen paling kuat dalam politik Iran saat ini, tetapi juga menjadi salah satu yang paling dibenci oleh masyarakat Iran.

Terlepas dari itu, banyak warga Iran yang sebelumnya menentang Republik Islam, akhirnya mendukungnya. Orang Iran melihat Iran dengan secara keseluruhan diserang, bukan hanya tentang “rezimnya.”

Upaya Israel untuk mengebom “simbol-simbol rezim” hanya memperburuk situasi. Israel mencoba memutarbalikkan serangan udaranya terhadap Penjara Evin, yang terkenal karena penyiksaan tahanan politik. Serangan itu mereka tujukan untuk mempengaruhi pejuang rakyat Iran agar melawan penindasan Republik Islam. Namun, bom Israel hanya memperburuk situasi para tahanan karena pihak berwenang memindahkan banyak dari mereka ke lokasi yang tidak diketahui.


Kerusakan yang ditimbulkan Israel terhadap program nuklir Iran masih tidak jelas. Memang, Israel berhasil membujuk AS untuk menyerang fasilitas nuklir Iran menggunakan bom penghancur bunker, Massive Ordnance Penetrators (MOP). Namun serangan AS itu tidak banyak membantu Israel. Tingkat kerusakan akan sulit dievaluasi karena Iran tidak mungkin memberi akses luar.

Dengan membantu Israel menyerang program nuklir Iran, mereka justru melanggar beberapa aturan utama hukum internasional. Hal ini kemungkinan akan memiliki implikasi jangka panjang. Namun, Trump tidak ikut berperang bersama Israel. Segera setelah serangan itu, pesawat pengebom strategis kembali ke AS.

Sebelum dan sesudah melakukan pengeboman, Trump mengulangi dan menegaskan kembali keinginannya untuk kesepakatan antara AS dan Iran. Hal ini mungkin juga mencakup kesepakatan dengan Israel. Namun tampaknya presiden AS membantu Israel untuk melayani kepentingannya sendiri dan kepentingan sekutunya di Teluk.

Raynaldo Ghiffari Lubabah
Editor dan Reporter Merdeka.com
Jumat, 27 Jun 2025

No comments: