Saturday, April 10, 2010

Perang Melawan Korupsi!


Seorang hakim tinggi kembali ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Ikut bersamanya seorang advokat dan barang bukti uang senilai Rp 300 juta.

Sejak KPK hadir, paling tidak sudah 17 orang yang tertangkap tangan ketika sedang melakukan transaksi suap. Penangkapan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta itu berbarengan dengan gencarnya pemberitaan soal calo pajak dan calo perkara di lingkungan sistem peradilan kita.

Gayus Tambunan, pegawai pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yang berada di Singapura, dibawa pulang ke Indonesia oleh Tim Mabes Polri dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Dalam kasus calo pajak itu ikut ditahan kuasa hukum Gayus dan seorang pengusaha.

Dua peristiwa itu memunculkan pertanyaan dalam benak kita. Ada apa dengan bangsa ini? Ketika media gencar memberitakan calo pajak, seorang hakim dan seorang advokat tertangkap tangan melakukan transaksi suap? Kok, berani? Kok, tidak ada efek jera sama sekali?


Reformasi birokrasi dalam salah satu wujudnya adalah perbaikan remunerasi pegawai negeri yang telah dilakukan di Kementerian Keuangan. Akan tetapi, mengapa korupsi dalam berbagai jenisnya tetap terjadi? Pengawasan internal ataupun eksternal tampaknya masih menjadi titik lemah.

Kejadian beruntun ini sebenarnya makin mengonfirmasi pendapat mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta bahwa korupsi telah membudaya di Indonesia. Membudaya bisa diberi makna bahwa korupsi telah masuk dalam struktur kesadaran masyarakat sebagai proses yang wajar, proses yang biasa saja. Itulah banalisasi korupsi. Orang yang tertangkap tangan dianggap sebagai orang apes.

Terus terjadinya praktik tercela tidak boleh membuat kita patah harapan untuk memerangi korupsi. Perang terhadap korupsi harus terus digelorakan dengan berbagai upaya karena korupsi memang perang yang belum kita menangi. Cerdik cendekia, partai politik, organisasi massa, dan para aktivis perlu mencari solusi mengatasi korupsi di Indonesia melalui pendekatan historis, kebudayaan, pendidikan, sistem, ataupun penegakan hukum.


Jawaharlal Nehru pernah mengatakan, ”Semata berteriak-teriak dari atap rumah bahwa setiap orang melakukan korupsi hanya akan menciptakan atmosfer korupsi. Orang jadi merasa mereka hidup dalam lingkungan yang begitu korup dan akhirnya mereka sendiri menjadi korup juga.” (Korupsi Mengorupsi Indonesia, 2009, halaman 693).

Apa yang dibayangkan Nehru tentunya harus dihindari. Pemberantasan korupsi tak boleh melemah atau malah dilemahkan. Kejadian beruntun yang kita hadapi justru harus makin menguatkan sikap kita bahwa perang terhadap korupsi membutuhkan energi besar bangsa ini. Keberhasilan dalam aspek penindakan harus diimbangi dengan keberhasilan dalam mencegah terjadinya korupsi melalui perbaikan sistem atau berbagai langkah lainnya.

Tajuk Rencana KOMPAS, 1 April 2010

No comments: