Tuesday, April 14, 2009

Manajemen Pemilu 2009 Terburuk


Kinerja KPU Merosot
Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari sisi manajemen pelaksanaan merupakan yang terburuk dibanding dengan pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya. Banyak temuan yang mengindikasikan kinerja pelaksana pemilu yang tidak maksimal dan tidak profesional.

Demikian pernyataan Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, Jumat (11/4), yang disampaikan Koordinator dan Sekretaris Jenderal Tepi Indonesia Jeirry Sumampow dan Aziz Hakim.

Menurut Tepi, kinerja yang buruk ini berakibat pada penyediaan logistik yang kacau karena data pemilih yang amburadul serta pelaksanaan pemungutan suara yang tidak profesional karena kurangnya bimbingan petugas dalam teknis pelaksanaan pemungutan suara di lapangan.

Menurut Jeirry, dengan semangat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadikan suara yang terbanyak sebagai landasan bagi penentuan calon terpilih, kejadian surat suara yang tertukar patut disesalkan. Hal ini membuat masyarakat yang ingin memberikan hak suaranya secara langsung mengalami kesulitan saat mencontreng calon yang diinginkan. Seharusnya, tertukarnya surat suara tentu tidak bisa ditoleransi dengan Surat Edaran KPU Nomor 676/ KPU/IV/2009.

”Dengan mengeluarkan SE tersebut, menunjukkan KPU ingin menutupi kelemahannya dalam pelaksanaan pemilu. Hal ini sangat berbahaya dan bertentangan dengan semangat keputusan MK,” ujar Jeirry.

Banyaknya pelanggaran yang ditemukan, baik oleh masyarakat, pemantau, maupun partai politik, dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 ini menunjukkan kinerja pengawasan yang belum maksimal. Terbukti, masih merebaknya politik uang hingga intimidasi yang dialami pemilih.

Benar-benar amburadul
Secara terpisah, ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Isharyanto, menilai kinerja KPU dan kualitas manajemen Pemilu Legislatif 2009 tidak hanya buruk, tetapi jauh merosot dibandingkan penyelenggaraan Pemilu 2004 lalu.

”Yang paling kentara adalah soal DPT. Benar-benar amburadul. Sampai sekarang KPU belum menjelaskan secara transparan kepada publik, kenapa persoalan DPT bisa seperti itu,” ujarnya.

Banyaknya laporan tentang pelanggaran dan kecurangan pasca-Pemilu Legislatif 2009, menurut Isharyanto, menunjukkan dua hal. Pertama, soal legitimasi pemilu. Kedua, soal kompleksitas independensi KPU.

Soal isu legitimasi pemilu, sebetulnya jauh-jauh hari potensi-potensi pelanggaran telah disuarakan oleh publik, tetapi kenyataannya hal itu tidak dikelola dengan baik oleh KPU.

KOMPAS, 11 April 2009

No comments: