Monday, July 15, 2024

Kemenangan Partai Kiri dan Dampaknya bagi Indonesia


Kemenangan pemilu partai sayap kiri di Prancis dan Inggris baru-baru ini bukan hanya fenomena lokal. Tapi juga momen penting dengan potensi berdampak luas bagi demokrasi global. Termasuk lanskap politik Asia Tenggara dan Indonesia. Kemenangan partai kiri di dua negara dengan ekonomi terbesar di Eropa itu menunjukkan pergeseran besar dalam pandangan politik masyarakat ke arah pemerintahan yang lebih adil. Perubahan ini bisa menjadi awal dari gelombang besar penyesuaian politik global menuju ke arah kiri.

Di Prancis, kebangkitan kolektif partai-partai berhaluan kiri di bawah Front Populer Baru (NFP) adalah penolakan yang jelas terhadap kebijakan sentris Presiden Emmanuel Macron dan meningkatnya popularitas ideologi sayap kanan. Peralihan pemilih Prancis ke arah NFP menegaskan kekecewaan yang meningkat terhadap kepemimpinan Macron. Terutama pendekatan pemerintahannya terhadap reformasi ekonomi dan kesejahteraan sosial, yang dianggap banyak orang tidak memenuhi kebutuhan warga sehari-hari. Ini bukan sekadar perubahan, melainkan tuntutan mendesak untuk fokus yang lebih besar pada keadilan sosial dan kesetaraan ekonomi.


Di seberang Selat Inggris, Partai Buruh di Inggris, di bawah kepemimpinan Sir Keir Starmer, meraih kemenangan yang sama gemilangnya. Hasil pemilu ini dipandang sebagai referendum terhadap tahun-tahun penghematan Partai Konservatif, gejolak terkait Brexit, dan skandal politik yang mengikis kepercayaan publik. Janji Partai Buruh untuk mengembalikan stabilitas dan komitmen untuk mengatasi ketidaksetaraan sistemis serta meningkatkan layanan publik seperti National Health Service (NHS) sangat resonan dengan masyarakat yang lelah dengan kekacauan politik dan ketidakstabilan ekonomi.

Meski berakar pada konteks nasional yang unik, dua hasil pemilu ini memiliki prinsip yang serupa. Mereka mencerminkan kekecewaan yang lebih luas terhadap kebijakan sayap kanan dan sentris yang dianggap menguntungkan elite atau tidak cukup memenuhi kebutuhan dasar masyarakat luas. Selain itu, kemenangan sayap kiri ini menyoroti reaksi kritis terhadap kebangkitan gerakan nasionalis dan populis, yang juga mendapatkan daya tarik di seluruh Eropa.


Dampak ke ASEAN dan Indonesia
Perkembangan politik ini menawarkan cetak biru dan peringatan bagi kawasan seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kebangkitan kiri di Prancis dan Inggris bisa menginspirasi partai dan gerakan politik di Asia Tenggara untuk memprioritaskan kesetaraan sosial, reformasi ekonomi, dan layanan publik yang lebih kuat. Kesenjangan ekonomi masih menjadi masalah mendesak dan banyak negara masih berjuang menghadapi dampak sosial ekonomi dari pandemi Covid-19.

Selain itu, pemilu Prancis dan Inggris menggarisbawahi potensi ketahanan demokratis. Di kedua negara, sistem pemilu memungkinkan penyelarasan signifikan sebagai tanggapan terhadap sentimen publik, menunjukkan kemampuan beradaptasi dan vitalitas pemerintahan demokratis. Ini sangat relevan bagi negara-negara Asia Tenggara, di mana norma-norma demokratis sering kali mendapat tekanan dan integritas proses pemilu bisa menjadi hal yang diperdebatkan.

Namun, pemilu di Eropa ini juga menjadi peringatan tentang tantangan mengelola koalisi besar dan risiko polarisasi politik. Meskipun NFP berhasil meraih kemenangan di Prancis, ia tetap merupakan koalisi beragam dengan potensi konflik internal terkait prioritas kebijakan dan pendekatan pemerintahan. Ini mencerminkan tantangan di negara-negara seperti Indonesia, di mana koalisi politik sering kali sama kompleksnya dan penuh dengan potensi perselisihan. Termasuk pascapemilu.


Lebih jauh lagi, kebijakan ekonomi yang diusung oleh NFP di Prancis dan Partai Buruh di Inggris, terutama yang berfokus pada peningkatan pengeluaran publik untuk layanan sosial, menghadirkan kompleksitas lain bagi pembuat kebijakan di Asia Tenggara. Meskipun kebijakan semacam itu menarik. Karena fokusnya pada kesejahteraan sosial. Bagi Indonesia, mengadopsi strategi ekonomi serupa butuh keseimbangan dan kehati-hatian. Terutama memastikan bahwa inisiatif yang bertujuan pada keadilan ekonomi itu tidak merusak stabilitas fiskal atau pertumbuhan ekonomi.

Negara-negara di Asia Tenggara juga akan mengamati dengan cermat reaksi komunitas bisnis dan pasar keuangan terhadap pemerintah sayap kiri ini. Dua kawasan tersebut tahu persis pentingnya menjaga stabilitas ekonomi dan menarik investasi internasional. Jika berhasil, kebijakan ekonomi pemerintah sayap kiri yang baru itu bisa menjadi model untuk reformasi ekonomi progresif di Asia Tenggara. Sebaliknya, dampak ekonomi negatif apa pun bisa menjadi contoh risiko yang terkait dengan perubahan kebijakan semacam itu.


Implikasi Geopolitik
Selain pertimbangan ekonomi, ada implikasi geopolitik. Pergeseran menuju pemerintahan berhaluan kiri di Prancis dan Inggris bisa mempengaruhi lanskap geopolitik global. Mempengaruhi segalanya. Mulai perjanjian perdagangan internasional hingga kebijakan lingkungan. Bagi Asia Tenggara, khususnya Indonesia, ini bisa berarti navigasi era baru hubungan internasional di mana aliansi tradisional mungkin akan dievaluasi kembali dan prioritas diplomatik serta ekonomi baru akan ditetapkan.

Akhirnya, peran pemerintah ini dalam menangani tantangan global seperti perubahan iklim, migrasi, dan perdagangan internasional bisa menetapkan preseden yang mempengaruhi kebijakan di Asia Tenggara. Sebagai pemain penting di kawasan ini, Indonesia perlu memantau perkembangan tersebut dengan cermat dan siap untuk menyesuaikan kebijakannya agar selaras atau bisa merespons secara tepat pergeseran norma dan kesepakatan global yang difasilitasi oleh pemerintahan baru berhaluan kiri ini.


Kemenangan pemilu sayap kiri di Prancis dan Inggris mewakili lebih dari sekadar pergeseran dalam spektrum politik nasional: mereka menunjukkan kemungkinan kalibrasi ulang tatanan global menuju kebijakan yang menekankan keadilan sosial, kesetaraan ekonomi, dan sistem kesejahteraan publik yang kuat.

Bagi Asia Tenggara dan Indonesia, perkembangan ini menawarkan pelajaran berharga tentang ketahanan demokrasi, kompleksitas politik koalisi, dan keseimbangan rumit antara kebijakan ekonomi progresif dan kehati-hatian fiskal. Seiring lanskap politik global yang terus berkembang, efek riak dari pemilu ini kemungkinan akan dirasakan jauh di luar perbatasan Eropa, dan akan mempengaruhi strategi politik dan ekonomi bukan hanya di kawasan regional tapi di seluruh belahan dunia.

Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate
Jawa Pos, 11 Juli 2024

Friday, June 21, 2024

Melawan Hoax dengan Etika Komunikasi


Di era modern yang serba digital, komunikasi telah mengalami perkembangan yang signifikan karena didukung dengan adanya teknologi internet dan media sosial. Kini, internet dan teknologi berhasil memberikan variasi baru terhadap komunikasi interpersonal sebagai teknologi sosial. Hal ini memungkinkan komunikasi yang dulunya hanya sebatas komunikasi tatap muka atau lisan, kini bisa dilakukan meskipun terpisah jarak dan meluas ke platform digital dimana pesan dapat dengan cepat dan mudah disiarkan ke seluruh dunia. Namun, penyebaran pesan dengan cepat dan luas melalui media sosial menghasilkan banyak isu berita yang cenderung palsu dan tidak terverifikasi dahulu sehingga menjadi ancaman yang semakin mengkhawatirkan.

Berita palsu mengganggu kelangsungan informasi yang akurat dan terpercaya karena menyebar dengan cepat dan berpotensi memanipulasi opini publik. Mulai dari informasi kesehatan yang palsu hingga teori konspirasi yang tak berdasar. Misinformasi yang banyak membingungkan masyarakat ini pada akhirnya akan semakin melemahkan kepercayaan terhadap sumber informasi yang akurat. Dalam konteks ini, etika komunikasi menjadi sangat penting.


Bagaimana Melawan Hoax dengan Etika Komunikasi?
Yuk, kita simak selengkapnya!

Apa itu Hoax?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berita palsu atau yang lebih dikenal sebagai hoax adalah berita yang bohong. Hoax adalah informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Dalam menghadapi ancaman berita palsu atau hoax di media sosial, etika komunikasi menjadi landasan penting untuk membantu memerangi berita palsu tersebut.

Etika komunikasi memberikan kerangka untuk memandu bagaimana individu yang satu dengan individu lainnya melakukan komunikasi dengan lebih bertanggung jawab dan bermoral. Sebab, perkembangan komunikasi yang pesat saat ini juga memberikan dan disertai dengan tantangan baru, seperti risiko adanya misinformasi, penyebaran hoax, pelanggaran privasi, dan meningkatnya konflik online.

Dengan menerapkan prinsip etika pada semua interaksi online, kita dapat meminimalkan penyebaran berita palsu dan menciptakan lingkungan komunikasi yang lebih kondusif, kredibel dan dapat dipercaya.


Pentingnya Etika Komunikasi dalam Melawan Hoax
Penyebaran berita palsu mempunyai dampak buruk yang sangat merugikan masyarakat dan khalayak. Informasi palsu yang disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab berpotensi untuk menyebabkan ketidaksetaraan situasi, mengganggu kenyamanan khalayak, memicu konflik sosial, dan mengakibatkan tidak akuratnya informasi karena adanya misinformasi dan disinformasi.

Hal ini akan memicu kebingungan masyarakat, merusak reputasi individu, serta menimbulkan ketidakpercayaan terhadap informasi yang akurat. Akses yang mudah terhadap informasi yang tidak berdasar dan karena kurangnya mekanisme verifikasi, maka informasi yang salah dapat menyebar dengan cepat di media sosial, menciptakan lingkungan dimana informasi yang tidak dapat dipercaya berkembang dengan sangat pesat.

Etika komunikasi adalah prinsip yang mengatur bagaimana berkomunikasi dengan baik dan bermoral ketika berhadapan dengan orang lain. Etika komunikasi menyangkut tentang pertimbangan bagaimana individu berkomunikasi dengan cara yang bermoral dan bertanggung jawab. Melibatkan pertimbangan nilai-nilai moral tentang kejujuran, integritas, rasa hormat, dan keadilan dalam berkomunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam upaya memerangi ketidaktepatan informasi dan terjadinya misinformasi.


Etika komunikasi perlu ditingkatkan dalam berkomunikasi melalui media sosial. Hal ini mencakup:

Membangun Kepercayaan
Komunikasi yang etis yang mengedepankan etika dapat membangun kepercayaan antara individu dan komunitas. Ketika orang mempercayai satu sama lain, mereka akan lebih cenderung mendengarkan dan mempertimbangkan informasi yang diberikan, termasuk informasi yang bertujuan untuk membantah laporan palsu. Etika komunikasi juga mendorong tanggung jawab dan kejujuran dalam menyampaikan informasi. Dengan menyuarakan kebenaran, individu lebih cenderung untuk memeriksa fakta sebelum menyebarkan informasi, sehingga mengurangi penyebaran hoax.


Meningkatkan Kredibilitas dan Mencegah Informasi Palsu
Hoax sering kali dirancang untuk menimbulkan ketakutan atau kebingungan, dan dengan memverifikasi informasi, setiap orang dapat melindungi diri dari dampak negatif tersebut. Hoax berkontribusi pada penyebaran disinformasi yang bisa merusak pemahaman publik tentang berbagai isu. Etika komunikasi yang baik mengharuskan individu untuk berbagi informasi yang akurat dan terpercaya, yang pada gilirannya membantu membangun masyarakat yang lebih berpengetahuan dan tidak terlalu rentan terhadap manipulasi. Komunikasi etis membantu meningkatkan kesadaran tentang bahaya berita palsu dan pentingnya memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.


Strategi Membangun Kepercayaan Melalui Etika Komunikasi

Berikut beberapa strategi membangun kepercayaan melalui etika komunikasi di media sosial.

• Selalu jujur dan transparan dengan mengkomunikasikan informasi secara jelas dan akurat.
• Hindari pernyataan yang menyesatkan atau berlebihan.
• Gunakan sumber terpercaya. Saat berbagi informasi, pastikan sumbernya dapat dipercaya. Hindari menyebarkan informasi dari sumber yang tidak jelas, tidak layak atau tidak dapat diandalkan.
• Verifikasi informasi sebelum dibagikan: Jangan langsung percaya semua yang dilihat di media sosial. Lakukan riset terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya.
• Gunakan bahasa yang sopan dan hormat: Hindari penggunaan bahasa yang kasar, menyinggung, atau provokatif.
• Memverifikasi segala informasi yang akan disebarkan. Pastikan kebenarannya dengan menyertakan sumber terpercaya dan akurat. Jangan menyuarakan segala informasi yang belum jelas dan terverifikasi.


Studi kasus menunjukkan bahwa platform media sosial yang menerapkan kebijakan etika komunikasi yang ketat dan mendidik pengguna tentang pentingnya etika komunikasi mengurangi penyebaran berita palsu dan mengurangi penyebaran berita palsu itu berhasil meningkatkan kepercayaan pengguna.

Platform ini telah menerapkan berbagai langkah, termasuk:
• Individu harus memverifikasi identitasnya sebelum menggunakan platform.
• Menyediakan fitur pelaporan hoax yang mudah diakses.
• Bekerja sama dengan lembaga pengecekan fakta untuk memverifikasi informasi.
• Memberikan pelatihan kepada pengguna tentang cara mendeteksi hoax.
• Hasilnya, platform media sosial secara signifikan mengurangi penyebaran misinformasi dan meningkatkan kepercayaan pengguna.

Stefanie Michelle Sashi Kirana
Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya, Malang
Jawa Pos, 9 Juni 2024

Wednesday, May 15, 2024

Tak Terjebak Ilusi Artificial Intelligence


Mendorong pemahaman artificial intelligence (AI), membangun hubungan dan ketahanan manusia, serta mempercepat aksi terhadap isu perubahan iklim merupakan tema yang akan disampaikan dalam Education World Forum 2024 (Forum Pendidikan Dunia 2024) pada Mei ini. Dalam konteks Indonesia, apakah hal tersebut sudah relevan?

Dari tiga poin itu, AI menjadi salah satu pembicaraan yang sangat mudah kita temukan dalam berbagai artikel di internet, koran, artikel jurnal, seminar-seminar (atau webinar), dan perbincangan keseharian. Bagi dunia pendidikan, AI cukup mengguncang stabilitas, terutama bagi sekolah atau universitas.


Dalam pandangan UNESCO, AI disebut memiliki potensi untuk mengatasi beberapa tantangan terbesar dalam pendidikan, menginovasi praktik pembelajaran dan kemajuan menuju Sustainable Development Goal 4 (SDG4). Meski demikian, UNESCO juga memberi imbauan terhadap ragam risiko dan tantangan, terutama memastikan prinsip-prinsip inklusi dan kesetaraan menjadi pemandu dalam pemanfaatan AI.

Untuk konteks Indonesia, kita tampak masih kekurangan arah dalam memahami tantangan dan dampak pemanfaatan AI dalam pendidikan. Ketika memanfaatkan AI, cenderung dilakukan pada pemahaman personal tiap aktor melalui pembelajaran mandiri di internet. Ketika penulis berdiskusi dengan para guru, ada kekhawatiran anak-anak menelan mentah-mentah informasi yang dihadirkan AI tanpa proses verifikasi.


Kekuatan Verifikasi
Periode keakraban masyarakat Indonesia dengan buku sebagai sumber informasi memang terbilang sangat singkat. Mengapa buku penting? Sebab, untuk mencari informasi di buku dibutuhkan ketekunan untuk membaca lembar demi lembar, mencari argumen kunci, dan menyintesiskan berbagai informasi sehingga didapat jawaban yang utuh berdasar berbagai perspektif.

Hadirnya internet, disusul AI, membuat proses pencarian informasi menjadi lebih cepat lagi. Guna menjamin validasi, tetap diperlukan stock of knowledge memadai untuk menilai informasi yang diberikan AI. Intelektualitas guru dan siswa menjadi peranti utama dalam memverifikasi berbagai informasi yang diperoleh.

Jika kita menelusuri ragam media sosial, dengan mudah ditemukan berbagai video yang mempromosikan tawaran produktivitas ketika menggunakan AI. Dalam konteks akademik: mencari referensi aktual, meringkas artikel, membuat artikel ilmiah atau populer, esai, dan makalah tampak menjadi sangat mudah. Jelas, ada daya tarik yang kuat disajikan oleh video-video itu untuk menunjukkan bahwa siapa pun yang menonton dapat dengan mudah melakukan kerja-kerja akademik tersebut.


Akan tetapi yang sering dilupakan, kemudahan-kemudahan yang ditampilkan dapat membuai dan menjadikan ketergantungan tinggi pada AI. Sebab, AI seolah menawarkan produktivitas bagi para penggunanya. Dalam konteks pendidikan, jika tidak disikapi dengan bijak, ketergantungan itu membuat anak-anak menjadi kurang awas terhadap proses. Sebab, tahapan-tahapan proses itulah yang dengan mudah dikerjakan AI.

Dalam konteks membaca artikel ilmiah misalnya, jika sebelumnya untuk memahami artikel jurnal berbahasa asing dibutuhkan kecakapan berbahasa, pemahaman substansi, dan kemampuan menyintesis, AI dengan mudah mempersingkat waktu untuk memberikan poin-poin kunci yang dipilihnya. Lantas ditampilkan untuk para pembaca. AI juga memberikan ruang kepada pembaca untuk mengelaborasi dengan ragam pertanyaan, yang juga bisa dijawabnya dengan merujuk artikel tersebut.


Tantangan
Jadi, apa yang perlu dilakukan? Teknologi merupakan alat untuk memudahkan manusia, maka kita perlakukan AI seperti itu. Tetapi, dalam proses pendidikan, upaya untuk melatih pikiran anak-anak lebih kritis menjadi tugas besar. Dan, untuk tugas itu tak bisa semata mengandalkan teknologi.

Saat ini ragam pengetahuan dengan mudah ditemukan di internet. Namun tetap, beragam sumber pengetahuan tersebut harus dibaca secara tekun, dikuliti kata per kata, dikritisi, dibandingkan dengan referensi lain, dan kemudian didiskusikan. Pada proses itulah pembelajaran berlangsung dan budaya ilmiah dibangun.

Dalam konteks pembelajaran, budaya ilmiah yang mengandalkan pola pikir kritis dibangun tahap demi tahap. Ada proses pengulangan, pengujian, rasa skeptis, dan proses perenungan. Tak mudah percaya terhadap apa yang dibaca, selalu mencoba membandingkan satu temuan dengan temuan lain, demikianlah scientific method diterapkan. Jangan sampai, seperti yang seorang kolega katakan, hanya semata semua paparan ilmiah diunduh di dalam gawai atau laptop dan kita dapat menggunakan AI, maka kita sudah merasa pintar.

Maka, kembali pada hal-hal fundamental menjadi penting. Ketekunan menelaah, lalu mempertanyakan setiap narasi menjadi hal utama. Karena itu, apa pun yang diproduksi AI, pada tahap awal perlu diragukan kebenarannya, dipertanyakan ulang, dan ditelusuri sumber referensi utamanya. Pada titik ini, peran pendidik menjadi penting untuk membangun kekuatan pikiran anak-anak agar tak mudah terjebak pada jawaban memesona yang diproduksi AI. Jawaban yang tampak seperti kebenaran, tetapi perlu dikurasi lebih ketat akurasinya.


Berpikir kritis, pada akhirnya, tetap menjadi peranti utama yang wajib dimiliki anak-anak. Latihan tersebut ada di ruang pendidikan. Efek latihan itu adalah kemampuan anak-anak kita agar peka terhadap segala hal yang ditawarkan dunia. Sehingga tak mudah terseret arus, terjerumus pada iming-iming beragam berita palsu, pseudosains, ataupun jeratan kata-kata elok yang menyesatkan.

Apalagi, setiap hari kita dibombardir ratusan klip singkat di medsos yang validitasnya perlu diragukan. Jika video-video tersebut mendominasi dan dijadikan rujukan kebenaran, tentu itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Pendidikan merupakan aktivitas moral dan politis, untuk mengejar kebaikan bagi umat manusia (Kemmis dan Groves, 2017).

Keduanya juga menekankan bahwa mendidik juga berarti sebagai upaya melawan penderitaan individu, irasionalitas, kesengsaraan, dan ketidakadilan di dunia. Pada titik ini, kembali pada kemanusiaan dan eksistensi diri, tak terjebak pada ilusi AI, menjadi fundamen utama.

Anggi Afriansyah,
Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan BRIN
Jawa Pos, 10 Mei 2024