Tuesday, March 30, 2021

Crisis Countdown: Akhir sebuah Era?


Pada saat rakyat diteror Covid-19 dan berbagai bencana alam, cuaca ekstrim, dan kerusakan lingkungan akibat investasi ekstraktif ugal-ugalan, Pemerintah justru menerbitkan Perpres 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme. Pada saat kita membutuhkan modal sosial yang lebih besar, Perpres itu justru menggerogotinya dengan menimbulkan widespread distrust di antara warga negara.

Perpres itu menambah bukti bahwa Pemerintah makin otoriter sambil mengadu domba masyarakat dengan mengandalkan dukungan China dan 9 naga, sekaligus makin terlihat bermaksud menjadikan Republik ini sebagai satelit China dalam kerangka ambisi hegemoniknya melalui OBOR. Sementara mayoritas rakyat ditipu para buzzer bayaran, hal ini jelas tidak dikehendaki oleh AS dan sekutunya termasuk yang di Asia (Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Australia). Indonesia harus tetap menjadi pasar bagi produk-produk Barat dan sekutunya, termasuk budaya dan alam pikiran Barat, serta sumber bahan baku bagi industri Barat.


Rakyat Indonesia akan tetap diperlakukan sebagai konsumen dan jongos baik oleh China maupun Barat. Jika China berhasil dengan agendanya di Indonesia, Umat Islam Indonesia akan di-Uyghur-kan karena merupakan potensi besar perlawanan terhadap dominasi China sejak dulu. Walaupun sikap Barat atas Islam mungkin tampak lebih bersahabat, dalam hal ini Barat memiliki kepentingan yang sama dengan China: melawan Islam sebagai musuh dalam skenario the Clash of Civilization and the New Crusades.

Seiring dengan eskalasi ketegangan di Laut Natuna Utara (Laut China Selatan), dan kekalahan AS dalam perang dagang AS-China, saat ini operasi intelijen Barat makin meningkat di Indonesia dalam upaya menghentikan dominasi China di Indonesia, jika perlu dengan menciptakan krisis lalu menjatuhkan rezim pro-China yang sedang berkuasa saat ini.

Berbeda dengan negara-negara berkembang di Afrika, Indonesia memiliki nilai geostrategi yang jauh lebih penting bagi kepentingan Barat. Memastikan Indonesia tunduk pada kepentingan AS adalah penting bagi pelestarian dominasi global AS.

Pertarungan antara 2 raksasa dunia, AS vs China, sementara Garuda Pancasila terjepit di tengah-tengah.

Barat akan memanfaatkan umat Islam untuk melawan China komunis, lalu meninggalkan umat Islam gigit jari jika terjadi pergantian rezim di Indonesia. Ini ibarat mendorong mobil mogok. Oleh karena itu, umat Islam sekarang harus menyiapkan agenda sendiri dan pemimpin muslim alternatif yang mampu memperjuangkan cita-cita proklamasi, yaitu menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tidak boleh lagi umat Islam dimanfaatkan Barat sebagai pendorong mobil rezim yang mogok karena korupsi dan inkompetensi.

Agen-agen intelijen asing saat ini sedang mencari pemicu krisis yang paling efektif, mencoba melakukan penciptaan kondisi krisis. Penanganan covid-19 yang amburadul (tagihan biaya perawatan pasien Covid-19 di banyak rumah sakit mulai tidak dibayar Pemerintah), ekonomi yang makin terpuruk (hutang yang makin menggunung, PHK besar-besaran, pengangguran meningkat, banyak gagal bayar BUMN dan tunjangan PNS), korupsi yang makin menggurita, kesenjangan yang makin meningkat antara segelintir elite ekonomi dan massal rakyat yang makin kesulitan memperoleh sembako, akan meningkatkan resiko kerusuhan sosial.


Umat Islam Indonesia perlu segera melakukan konsolidasi secara mental dan fisik, bersatu melawan agenda nekolimik China dan Barat, lalu bersama semua patriot bangsa memperjuangkan perwujudan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Era rezim otoriter pro-China ini akan segera berakhir.

Prof. Daniel Mohammad Rosyid, PhD, M.RINA
Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Founder of Rosyid College of Arts

Gunung Anyar, Surabaya, 26 Januari 2021