Thursday, April 9, 2009

Ada Apa dengan DPT Pemilu 2009?


BANYAK orang membicarakan daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemilihan umum (Pemilu) 2009, sesungguhnya ada apa? Tentu saja, bisa menyangkut sebuah harga diri rakyat. Sebab dalam daftar tersebut tertera nama-nama orang yang berhak memilih. Tapi, pembicaraan kebanyakan orang justru memberi kesan ada sesuatu yang hilang atau sesuatu yang kurang beres.

Kita mendengar, orang mengatakan terdapat keganjilan dalam DPT. Pasalnya, orang yang sudah meninggal kok masih didaftar? Kita juga mendengar orang mengatakan, mengapa tidak ada sensus sebagaimana setiap menjelang pemilihan umum? Untuk pemilihan umum tahun 2009, mengapa tidak ada petugas sensus yang datang ke rumah-rumah mencatat nama-nama penduduk yang berhak memilih?

Keluhan itu terjawab, karena daftar pemilih tetap sudah ditetapkan. Sehingga, tidak ada lagi sensus. Padahal, waktu lima tahun, dari 2004 sampai 2009, sangat memungkinkan terjadi perubahan drastis pada penduduk. Oleh sebab itu, kita patut bertanya-tanya ketika daftar pemilih itu menggelembung atau terlalu sedikit untuk menampung penduduk yang memang sudah berhak memilih.

Menggelembung dan menyusutnya daftar pemilih itu terjadi karena kurang telitinya panitia. Pertanyaan ini tentu akan bertubi-tubi ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di sisi lain bisa karena terjadi manipulasi atau ketakprofesionalan. Misalnya, orang yang tidak berhak didaftar tapi masuk dalam daftar. Anak-anak yang belum wajib mencontreng, masuk dalam daftar. Lebih parah lagi, ada nama-nama orang yang sudah meninggal seperti Amrozi dan Ali Ghufron, terdapat dalam DPT.

Mengapa tidak direvisi? Atau, terdapat nama anggota TNI/Polri yang masih aktif masuk dalam daftar tersebut. Jelas ini kerja yang tidak profesional. Padahal pemilihan legislatif tinggal sebentar lagi, yakni pada 9 April nanti. Apabila sampai hari ini masih banyak orang membicarakan masalah-masalah tersebut, tentunya akan bisa mengganggu jalannya pesta demokrasi yang diharapkan jujur, adil, bebas, langsung, dan demokratis.

Orang-orang yang pada tahun 2004 belum punya hak pilih, sangat mungkin lima tahun kemudian sudah mempunyai hak pilih. Tapi, jika mereka tidak terdaftar sebagai pemilih, apakah akan diam saja? Mereka tentu akan menuntut haknya, sebab mereka punya calon pilihan dan punya partai politik pilihan, yang diharapkan bisa memperjuangkan aspirasinya.

Benarkah kerja KPU tidak profesional? Jika DPT dibiarkan tidak valid, ada apa sesungguhnya? Bahkan masyarakat, lembaga swadaya, dan elite partai politik, gencar membicarakan kekurangan pada daftar pemilih tetap ini, bukankah hal itu tidak bisa dibiarkan? Jika ini yang terjadi, maka bisa kita bayangkan banyak orang akan meragukan penyelenggaraan Pemilu 2009 berikut hasilnya.

Di sisi lain, ketakprofesionalan KPU ini akan memperbanyak orang yang tak mencontreng. Belum lagi ditambah adanya gerakan untuk tidak mencontreng. Kita pun bisa bertanya, akan ada berapa persen keikutsertaan masyarakat pada pemilihan umum tahun 2009 ini? Sebuah pertanyaan besar, tapi juga sebuah tantangan yang tidak kecil bagi KPU.

Apalagi, biaya yang disediakan pun cukup besar. Ke mana? Kita pun mendengar orang mengkritisi, apakah uang itu disimpan dulu di bank, agar bisa ngendog?

Tajuk Rencana Kedaulatan Rakyat, 2 April 2009

No comments: