Tuesday, April 14, 2009

Hak Pilih Warga Dilanggar secara Masif


Ketua Komnas HAM: Terjadi Pengabaian Hak Politik Warga Negara
Pemilu 2009 diwarnai dengan pelanggaran hak pilih warga secara masif. Banyak warga yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena namanya tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap.

”Persoalan DPT (daftar pemilih tetap) masif. Terjadi hampir di semua provinsi, kabupaten, dan kota,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi, Kamis (9/4),

KIPP mengerahkan sekitar 10.000 relawan di 33 provinsi. Kesimpulan serupa ditemukan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang melakukan pemantauan di 100 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di Indonesia dan Lembaga Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) yang memantau lebih kurang 98 TPS di wilayah DKI Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor.

Koordinator Nasional JPPR Daniel Suchron menjelaskan, sebesar 40 persen persoalan Pemilu 2009 berkisar pada masalah DPT.

Koordinator Divisi Kepemiluan Sigma Said Salahudin menunjuk rendahnya partisipasi di TPS 24 dan 25 yang terletak di Kompleks DPR/MPR Rawajati, Kalibata. Jumlah DPT pada TPS 24 sebanyak 455 orang, Namun, yang menggunakan hak pilih hanya 18 orang, termasuk saksi dan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dari jumlah tersebut, hanya 15 suara yang sah. ”Ini menyedihkan. Tingkat partisipasi anggota DPR dan keluarganya sangat rendah,” ujarnya.

Hilangnya hak pilih warga secara masif ini mengakibatkan persoalan dalam hal legitimasi. Masykurudin Hafidz dari JPPR mengungkapkan, calon anggota legislatif terpilih nantinya bukanlah calon yang dipilih oleh mayoritas rakyat. Hal ini dapat dibaca sebagai tidak berjalannya demokrasi yang sebenarnya.

Sementara itu, Jojo Roi dari KIPP berencana mengajukan gugatan class action terkait banyaknya warga terlanggar hak pilihnya. ”Kesalahan ini memang bersifat administratif dan teknis, tetapi dapat bergeser menjadi persoalan substantif ketika bersangkut paut dengan hak konstitutif,” ujar Jojo.

Mendagri mengelak
Kemarin, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, yang meninjau bersama di sejumlah TPS, menerima banyak laporan dari warga.

Di jajaran 13 TPS Perumahan Kelapa Gading Permai, beberapa anggota KPPS mengatakan bahwa banyak warga yang kehilangan hak pilihnya pada Pemilu 2009 ini. Mereka menyesalkan kacaunya data pemilih.

Seorang warga berteriak-teriak karena kesal tak mendapati namanya dalam DPT. Dia kecewa karena sudah datang ke TPS, tetapi tidak bisa memberikan suara. Padahal, pada Pemilu 2004 dan pilkada namanya tercatat.

Mardiyanto mengelak menjawab masalah DPT. ”Hal ini adalah kewenangan KPU,” kilahnya.

Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto prihatin dan sangat menyayangkan besarnya jumlah calon pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT. ”Banyak dari mereka tidak dapat memberikan suara dalam proses pemilu legislatif kali ini,” kata Prabowo di TPS 45 di kawasan Kemang V, Jakarta.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Nasional HAM Ifdhal Kasim menyesalkan hilangnya hak warga negara untuk memilih. ”Itu adalah satu bentuk pelanggaran terhadap hak politik warga negara. Dan itu tidak bisa sekadar dikatakan sebagai persoalan administratif saja,” kata Ifdhal.

Ifdhal yang ketika dihubungi berada di Aceh mengatakan, hilangnya hak warga negara untuk memilih terjadi di banyak tempat. Hilangnya hak fundamental warga negara itu dilihatnya sebagai pengabaian atas hak warga.

Untuk itu, tuturnya, warga yang kehilangan hak memilih karena tidak tercantum dalam DPT dapat mengajukan upaya hukum, seperti class action. Gugatan hukum seperti itu, lanjut Ifdhal, menjadi penting, terutama untuk membenahi pemilu. ”Agar Komisi Pemilihan Umum dan Menteri Dalam Negeri tidak bisa lagi berkilah bahwa persoalan itu adalah dampak dari buruknya administrasi,” kata Ifdhal Kasim.

KOMPAS, 10 April 2009

No comments: