Wednesday, May 27, 2009

Fadli Zon: Rizal Mallarangeng Kalap dan Panik


Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya, Fadli Zon, mengkritik balik pernyataan juru bicara Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, Rizal Mallarangeng, soal Prabowo Subianto. Fadli menilai Rizal telah kalap dan panik.

"Saya tidak tahu Rizal kapasitasnya sebagai konsultan, tim sukses atau pemilik Fox Indonesia, tapi ada hal yang harus diluruskan," kata Fadli dalam jumpa pers di Mega-Prabowo Media Center, Jalan Prapanca, Jakarta, Selasa 26 Mei 2009.

"Pertama, tentang neoliberal dan ekonomi kerakyatan, itu suatu pilihan, tapi pemerintah sekarang memilih ekonomi liberal. Contoh impor bahan-bahan pangan tarif masuknya rendah," ujarnya. Fadli lalu melansir soal impor susu yang tarifnya dinolkan sehingga merugikan petani dan peternak Indonesia.

Fadli juga menyinggung Washington Consensus yang menginginkan penghapusan subsidi. Di Indonesia, kebijakan ini diadopsi salah satunya melalui pencabutan subsidi bahan bakar minyak. "Rizal juga dulu sangat mendukung pencabutan sehingga mengiklankan di sejumlah media," ujarnya.

Pernyataan Rizal bahwa platform ekonomi kerakyatan harus diusung oleh orang yang tidak punya kepentingan, "yang tidak memiliki cacat dalam track record-nya" diklarifikasi pula oleh Fadli. "Selama ini Prabowo berpihak pada kepentingan rakyat. Dia sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia dan Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia selalu memperjuangkan rakyat. Tidak seperti yang dituduhkan Rizal," ujar Fadli.

Jadi, kata Fadli, "Pernyataan Rizal itu seperti orang kalap dan panik. Kami merasa senang karena berarti mereka merasa ada ancaman."

Karena itu, kritik Rizal Mallarangeng kepada Prabowo seperti senjata makan tuan kepada Rizal yang pernah menyatakan calon presiden Jusuf Kalla tidak santun dalam berkampanye. "Logikanya tidak utuh. Tim kampanye lawan tidak menggunakan logika lagi. Harusnya berpolitik santun dan tidak menyerang pribadi," ujar lulusan Sastra Rusia Universitas Indonesia itu.

Arfi Bambani Amri, Bayu Galih, VIVAnews, 26 Mei 2009

No comments: