Bandung Dijadikan Simbol Perjuangan "SBY Berboedi"
"Di awal abad kedua puluh, Bung Karno di Kota Bandung ini menyatakan Indonesia Menggugat," ujar Boediono di akhir sambutannya sebagai calon wakil presiden pendamping SBY, di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Jumat (15/5) malam.
Waktu itu, lanjut Boediono, Indonesia menggugat penjajahan yang membuat Indonesia terbelenggu dan merasa kerdil di antara bangsa-bangsa lain di dunia. Menurutnya, di awal abad kedua puluh satu ini, Indonesia selayaknya menggugat kembali.
"Kini yang kita gugat kekuatan dari luar dan dari dalam yang membuat kita merasa terpuruk dan merasa tidak bisa bangkit memperbaiki diri padahal kita mampu, padahal kita sanggup," ujar Boediono.
Ia berjanji, bersama SBY, ia akan selalu bekerja untuk membuat Indonesia lebih sanggup untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan dan keterpurukan. Keyakinan Boediono didasari iklim demokrasi di Indonesia saat ini yang menurutnya sudah mendukung perekonomian.
"Bahkan, dalam situasi krisis ekonomi global saat ini, bersama China dan India, Indonesia menjadi negara ketiga di dunia yang masih mencetak pertumbuhan positif," ungkap Boediono.
Hindra, KOMPAS.com, 15 Mei 2009
Cuaca Bandung yang sejuk saat itu mungkin tidak bisa mendinginkan kegerahan Mr. Siegenbeek van Heukelom salah satu hakim pengadilan kolonial Belanda (Landraad). Ia sedang berhadapan dengan seorang pemuda yang orasi pledoi-nya begitu memukau.
Hari itu Minggu 18 Agustus 1930, tengah berlangsung pengadilan terhadap Kusno Sosrodiharjo yang lebih dikenal dengan nama Soekarno, 29 tahun, ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) atas tuduhan upaya penggulingan kekuasaan Hindia Belanda.
Itulah pidato yang kemudian dikenal dengan nama Indonesia Menguggat dan merupakan salah satu mementum penting pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Jejak peristiwa sejarah ini masih bisa kita saksikan di gedung Indonesia Menggugat yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan 5 di kota Bandung.
Di ruang sempit inilah Soekarno menggagas entitas ke-Indonesiaan dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Di tempat ini juga Soekarno menggelorakan semangat revolusi untuk “eine umgestaltung von grundaus” atau perubahan sampai ke akar-akarnya.
Cuplikan pledoi dalam gambar di atas ini adalah hasil desain ulang dengan sumber teks dari Gedung Indonesia Menggugat oleh Toni Wahid yang saya ambil dari mypotret.wordpress.com.
Kami berdiri di hadapan mahkamah tuan-tuan ini bukan sebagai Soekarno, Gatot Mangkoepoeradja, Maskoen atau Soepriadinata, kami orang berdiri di sini adalah sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang berkeluh kesah sebagai putra-putri Indonesia yang setia dan bakti kepadanya.
(Bob Hering, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka, 2003: 224)
No comments:
Post a Comment