
Dampak krisis ekonomi global yang telah melibas semua lini kehidupan bangsa di dunia ini tampaknya semakin hari semakin terasa berat. Krisis yang dimulai dari krisis keuangan di AS pada Agustus 2007 itu, ternyata sudah hampir satu setengah tahun memorak-porandakan sendi-sendi ekonomi dunia. Krisis yang diawali dari subprime mortgage di AS tersebut telah melebar ke seluruh sendi perekonomian. Dampak krisis ekonomi sudah meluas dari AS dan kawasan Amerika lainnya merebak ke Eropa serta Asia, Afrika, dan Australia.
Krisis ekonomi yang sering dipandang sebagai once a life time crisis (krisis yang terjadi sekali dalam kehidupan kita) memang sangat luar biasa dampak merusaknya. Bahkan, Brazil, Rusia, India, dan China (BRIC) yang dikagumi banyak orang karena telah mampu menunjukkan kebolehannya dalam membangun ekonomi juga terpukul tajam dengan krisis global itu.
Perkembangan krisis ekonomi global yang semakin berat terlihat dari berbagai proyeksi ekonomi ke depan yang dari bulan ke bulan cenderung semakin memburuk. Bahkan, ekonomi dunia 2009 yang diramalkan tumbuh di atas 4 persen diperkirakan terus merosot sehingga November lalu diramalkan hanya akan tumbuh 0,9 persen oleh Bank Dunia. Bahkan, proyeksi yang lebih baru semakin mengkhawatirkan kita karena ekonomi dunia tahun depan diproyeksikan mengalami konstraksi 0,4 persen menurut lembaga think thank The Institute of International Finance akhir-akhir ini. Demikian juga keyakinan bahwa ekonomi dunia akan mulai pulih 2010 mulai diragukan.
Akhir-akhir ini, bos IMF Mr Dominique Strauss Kahn menyatakan bahwa krisis global bisa semakin lama dan menimbulkan gejolak sosial yang semakin luas jika pemerintah negara-negara di dunia tidak meningkatkan paket stimulus dan melaksanakan paket stimulus yang sudah dikomitmenkan. Jelas itu semua perlu membuat kita waspada bahwa situasi krisis ekonomi global memang semakin mengkhawatirkan.
Bagaimana Indonesia?
Ekonomi Indonesia yang sudah direformasi lebih dari satu dekade sehingga mestinya memiliki ketahanan yang lebih baik dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia tampaknya tidak terbukti.
Tingginya dana jangka pendek dalam perekonomian dan pendanaan defisit APBN yang bersumber dari pasar modal serta ketergantungan ekonomi Indonesia yang besar pada pasar internasional -baik pada sisi modal, pangan, maupun energi- jelas membawa kerapuhan yang serius. Apalagi, jika krisis ekonomi global semakin parah dan lama, akan semakin besar pengaruhnya pada ekonomi kita. Indonesia yang merupakan a small open economy akan menghadapi masalah dan tantangan yang semakin berat pada tahun mendatang.
Tahun 2009 akan menjadi tahun yang sulit bagi Indonesia. Krisis ekonomi domestik dapat saja menghantam kita setiap saat. Selain itu, pemilu yang biasanya juga memunculkan ketidakpastian baru akan memengaruhi perkembangan bisnis dan investasi. Apalagi, perbankan semakin pruden dalam menyalurkan dananya sehingga masalah dan tantangan yang dihadapi dunia usaha juga semakin berat. Meski paket stimulus sebesar Rp 12,5 triliun sudah diluncurkan, hasilnya banyak diragukan. Bahkan, oleh dunia usaha sendiri. Padahal, keuangan negara juga akan semakin berat karena bebannya besar serta tidak mudahnya mendapatkan pendanaan dari defisit yang harus ditanggungnya.
Itu semua akan membuat kemampuan Indonesia untuk memberikan stimulus fiskal juga terbatas. Padahal, dari sisi perdagangan internasional, kondisi kita mulai memburuk. Kita tidak dapat lagi mengandalkan perdagangan barang dan jasa internasional untuk memperkuat cadangan devisa kita karena dalam kuartal 2 dan 3 tahun ini sudah defisit USD 1,2 miliar dan USD 500 juta.
Padahal, komponen impor industri kita masih tinggi (rata-rata masih di atas 30 persen, bahkan ada yang sampai di atas 70 persen, seperti tekstil dan produk tekstil). Data-data tersebut membuat turunnya harga BBM ataupun suku bunga belum banyak membantu perekonomian. Bahkan, turunnya harga komoditas akhir-akhir ini juga ikut merugikan Indonesia yang merupakan salah satu negara produsen barang primer di dunia. Karena itu, tidaklah aneh jika kita membaca koran ataupun melihat TV serta mendengarkan dari radio, semakin banyak perusahaan yang gulung tikar ataupun turun omzetnya, demikian juga semakin tingginya PHK.
Jelas bahwa tren kemerosotan ekonomi yang terjadi di dunia sudah mulai masuk ke Indonesia. Bahkan, dampaknya mungkin dapat lebih besar karena kemampuan kita menahan krisis juga rendah. Karena itulah, sangat penting bagi kita semua waspada dan membuat berbagai skenario antisipasi sehingga apa pun yang terjadi, kita akan tetap dapat bertahan. Bahkan, jika mungkin, kita bisa berkembang dalam gelombang krisis ekonomi global yang semakin dalam dan panjang.
Dalam menghadapi ancaman krisis ekonomi yang sudah mulai tertransmisikan ke Indonesia sekarang, pemerintah diharapkan dapat menjadi pemimpin, seperti negara-negara lainnya di dunia. Bahkan, AS yang dikenal sebagai negara kapitalis saja mengintervensi perekonomian habis-habisan. Pemerintah federal menyediakan paket penyelamatan lebih dari USD 700 miliar. Belum lagi, bank sentralnya yang juga berkomitmen menyediakan sekitar USD 500 miliar untuk menyelamatkan pasar keuangan AS. Bahkan, pemerintahnya juga menyelamatkan industri mobil.
Tiongkok (China) yang merupakan negara pasar sosialis jelas intervensi habis-habisan untuk menyelamatkan ekonominya. Itu pun tampaknya tidak akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang tinggi. Beberapa sumber memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan terpangkas sekitar separo daripada biasanya sehingga diperkirakan hanya tumbuh 5 persen. India diperkirakan mengalami hal yang sama. Indonesia sendiri jika tidak hati-hati akan menyusul.
Tantangan Tahun Baru
Tiap pergantian tahun, kita selalu menaruh harapan yang tinggi akan kehidupan yang lebih baik bagi bangsa dan negara kita ataupun kehidupan kita pribadi. Namun, tahun ini tampaknya berbeda. Jelas bahwa masalah dan tantangan yang ada di depan mata cukup berat. Ekonomi nasional tampaknya akan memburuk. Potensi bisnis ambruk, keuntungan menguap, bahkan pendapatan hilang karena PHK juga bisa kita hadapi. Sudah demikian, politik akan memanas karena pemilu. Akibatnya, mayoritas di antara kita akan menghadapi masa yang berat. Meski demikian, tidak berarti kita harus larut dan terseret arus yang memang semakin besar dan keras.
Kemampuan Indonesia untuk menghadapi masa yang berat tersebut akan banyak bergantung pada kepemimpinan pemerintah serta dukungan semua; otoritas ekonomi terkait, dunia usaha, dan masyarakat luas. Komitmen dan kemampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi akan sangat menentukan keberhasilan itu.
Leadership pemerintah yang kredibel dan meyakinkan dapat menjadi pedoman dunia usaha dan masyarakat dalam bertindak. Jika semua saling mendukung dengan arah dan kebijakan yang benar, kita akan mampu menghadapi krisis ekonomi global dengan lebih baik. Jangan sampai Indonesia yang baru saja mengatasi krisis ekonomi pada akhir 2003 harus masuk dalam krisis ekonomi lagi.
Dr Sri Adiningsih, Ekonom UGM
Jawa Pos, 29 Desember 2008