Tuesday, June 23, 2009

Tidak Ada Negara Besar Karena Utang


Selama Pemerintah Indonesia tidak berani untuk melakukan pemotongan utang, terutama odious debt atau utang haram peninggalan rezim Soeharto yang mencapai Rp 600 triliun, janji-janji kampanye tentang penciptaan kesejahteraan rakyat tidak akan pernah terwujud. Pasalnya, setiap tahun APBN Indonesia terbebani oleh pembayaran cicilan pokok dan bunga utang.

Pada tahun 2009, misalnya, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 162 triliun untuk membayar utang. Angka ini jauh melampaui anggaran Departemen Kesehatan sebesar Rp 20 triliun, anggaran Kementerian Lingkungan Hidup Rp 376 miliar, Departemen Pertahanan Rp 33,6 triliun, dan lainnya.

"Jadi pemerintah harus segera melakukan pemotongan utang. Tidak ada satu negara pun yang bisa menjadi besar karena utang. Bahkan Amerika yang bisa mencetak dollar sendiri. Karena utang hanya akan menyengsarakan rakyat," ujar dosen Hubungan Internasional FISIP UI Syamsul Hadi pada diskusi mengenai utang, Minggu (14/6) di Jakarta.

Syamsul kemudian mencontohkan beberapa negara yang berhasil melakukan pemotongan hingga penghapusan utang. Presiden Obasanjo di Nigeria, misalnya, berhasil mendapatkan pemotongan utang dengan alasan utang yang diambil oleh pendahulunya digolongkan sebagai utang haram karena presiden tersebut tidak dipilih secara demokratis. Argentina, misalnya, berhasil mengalami pertumbuhan di atas 50 persen di tahun 2005 setelah berhasil mendapatkan pemotongan utang.

"Jadi, pemotongan dan penghapusan utang tinggal menunggu political will dari pemerintah," ujarnya. Indonesia sendiri, lanjutnya, pernah mendapat penawaran pemotongan utang oleh negara-negara kreditor yang dipelopori Kanada, AS, dan Inggris pada bulan Januari 2005, atau sebulan setelah terjadi tsunami. "Namun, Indonesia waktu itu dikabarkan menolak penawaran tersebut karena gengsi," ujarnya.

KOMPAS.com, 14 Juni 2009


Belum Ada Capres-Cawapres Bernyali Stop Utang

Hingga saat ini, belum ada pasangan capres-cawapres peserta Pemilu Presiden 2009 yang berani menyatakan akan melakukan pemotongan hingga penghapusan utang. Padahal, masyarakat Indonesia semakin sadar akan bahaya utang yang dapat mencekik generasi berikutnya.

Menurut Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, pernyataan pemotongan hingga penghapusan utang dapat mempertegas citra baik pasangan capres-cawapres. "Mereka dapat memperoleh setidaknya sepuluh persen suara dari para pemilih muda yang concern dengan penghapusan utang. Tapi semua pasangan tampaknya masih ragu," ujar Ray pada diskusi, Minggu (14/6) di Jakarta.

Ray melanjutkan, salah satu hal yang dapat dilakukan pasangan capres-cawapres untuk membuktikan bahwa mereka serius dalam membangun ekonomi pro-rakyat adalah dengan mengumumkan komposisi orang-orang yang akan didudukkan di tim ekonomi kabinet menteri.

Hingga akhir Januari 2009, utang pemerintah mencapai Rp 1,667 triliun, yang terdiri dari Rp 747 triliun berasal dari pinjaman luar negeri, dan Rp 920 triliun dalam bentuk surat berharga negara, yang mayoritas dibeli investor asing.

Sementara itu, dosen jurusan Hubungan Internasional FISIP UI Syamsul Hadi mengatakan, kedaulatan suatu negara dapat hilang karena utang. Kedaulatan tersebut dapat berupa kedaulatan kebijakan ekonomi, kedaulatan atas isi kekayaan alam, dan kedaulatan atas para pelaku ekonomi.

KOMPAS.com, 14 Juni 2009

No comments: