Tuesday, February 9, 2010

Hubungan China-AS Memanas


Penjualan senjata Amerika Serikat ke Taiwan yang bernilai miliaran dollar AS menimbulkan ketegangan baru dalam hubungan AS dengan China.

Media massa China mengecam paket penjualan senjata senilai 6,4 miliar dollar AS itu. Penjualan senjata ke Taiwan dinilai dapat membahayakan keamanan nasional China. Bagaimanapun Taiwan di mata China Daratan merupakan salah satu provinsinya yang membangkang.

Sebaliknya AS melihat Taiwan terlepas dari China. AS berargumen, penjualan senjata itu untuk kepentingan pertahanan diri Taiwan, sekaligus memperkuat daya tawar menghadapi ancaman China Daratan.


Dampak paket penjualan senjata itu tidak hanya menimbulkan ketegangan AS-China, tetapi juga ketegangan China Daratan dengan Taiwan. Hubungan kedua China yang relatif tenang belakangan ini kembali memanas.

Ketegangan AS-China akibat penjualan senjata ke Taiwan menggambarkan lagi pasang surut hubungan kedua negara raksasa itu. Sesungguhnya tidak terlalu gampang menggambarkan kompleksitas hubungan kedua negara.

Pada permukaan, hubungan AS-China terkesan cenderung membaik. Kerja sama dalam bidang perdagangan dan ekonomi terlihat semakin erat. Namun, pada level yang lebih dalam, hubungan kedua negara raksasa itu sebenarnya penuh pertarungan keras, yang digerakkan oleh perbedaan kepentingan ekonomi dan politik di panggung regional ataupun global.


Kasus penjualan senjata ke Taiwan hanya menambah rangkaian ketegangan bilateral meski baru pertama di bawah pemerintahan Presiden AS Barack Obama. Ketegangan sudah lama berlangsung terkait keluhan AS menyangkut nilai tukar mata uang China yang terlalu rendah, proteksionisme perdagangan, kebebasan internet, dan kasus Tibet.

Di sisi lain, tak terelakkan, China tampil sebagai raksasa baru dalam bidang ekonomi yang terus membayangi kekuatan AS pada tingkat kawasan ataupun global. Sudah disebut-sebut, China paling lama tahun 2050 akan mengambil posisi AS sebagai kekuatan ekonomi nomor satu dunia. Tanda-tandanya mulai kelihatan jelas.


China terus menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi mengesankan, sementara banyak negara di dunia, termasuk AS, terseok-seok oleh krisis keuangan global yang berawal di AS. Sejak akhir tahun lalu, China mengambil posisi Jerman sebagai eksportir nomor satu dunia. Tidak lama lagi China akan mengambil alih posisi Jepang sebagai kekuatan ekonomi nomor dua dunia.

Kemajuan dan pengaruh China yang melesat tinggi sudah pasti mengganggu posisi AS sebagai negara adidaya. Ketegangan hubungan kedua negara dikhawatirkan pula akan memengaruhi stabilitas kerja sama ekonomi dan keamanan pada tingkat kawasan ataupun global.

Tajuk Rencana KOMPAS, 2 Februari 2010

No comments: