Tuesday, September 22, 2009

Islam Berperan dalam Transformasi Sosial di Jawa


Islam adalah agama yang paling banyak memberikan kontribusi dalam sejarah Indonesia dan mendorong transformasi dalam masyarakat Jawa sejak abad ke-17 hingga abad ke-19. Namun, Islam gagal membangun basis kekuatan politik dalam menghadapi kekuatan kolonialis Belanda.

Hermanu Joebagio, pengajar Jurusan Sejarah FKIP Universitas Sebelas Maret Solo, memaparkan peran penguasa di Jawa -Kerajaan Mataram- menyangkut sejarah hubungan antara Islam dan Jawa, dalam diskusi Ramadhan ”Jawa, Islam, dan Transformasi Sosial” di Balai Soedjatmoko, Solo, Jawa Tengah, Senin (7/9). Pembicara lain adalah Zuly Qodir dan dalang wayang suket Slamet Gundono.

Menurut Hermanu, para penguasa Jawa dinilai tidak mampu menyinergikan kekuatan-kekuatan sosial dalam sistem politik. Mereka tidak peduli untuk membangun sistem politik yang berpijak kepada Islam sebagai kekuatan sosial. ”Waktu itu yang terjadi justru segregasi sosial, jurang yang lebar antara kalangan aristokrat, rakyat, dan ulama. Inilah penyebab kegagalan membangun basis politik Islam,” ujarnya.


Dalam sejarah Islam di Indonesia, lanjut Hermanu, pemikiran politik yang tumbuh sampai abad ke-19 lebih menempatkan Islam sebagai ”alat politik”. Pada masa Paku Buwono IV di Surakarta, dia memaksa kalangan istana untuk memeluk Islam, bahkan merangkul sejumlah ulama kharismatis. Hal ini dianggap sebagai penentangan terhadap kolonialis Belanda sehingga Belanda bertindak untuk melumpuhkannya.

Zuly Qodir dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menguraikan, Islam pada masa lalu dicitrakan amat akomodatif terhadap budaya lokal. Di Jawa, Islam hadir dalam lokalitas Jawa yang berhubungan dengan kebiasaan Hindu-Buddhisme sehingga dalam khazanah antropologi Islam di Jawa disebut sebagai ”Islam populer”.

Pada masa lalu Islam dicitrakan punya empati dan simpati kepada lokalitas, atau kondisi lokal kedaerahan. Belakangan, atau sejak akhir abad ke-19, Islam tidak lagi akomodatif. Sebaliknya, yang menguat belakangan ini adalah Islam yang formal, tetapi itu sebenarnya berkaitan dengan arah pendulum politik,” kata Zuly.

KOMPAS, 9 September 2009

No comments: