Soal peribadatan bagi pemeluk agama, negara tidak boleh ikut campur. Ketika agama Islam mewajibkan orang Islam ––bagi yang mampu–– untuk pergi haji ke Makah, maka negara harus memfasilitasi. Sehingga ada yang namanya Dirjen Urusan Haji Departmen Agama. Dan negara tak boleh menawar. Oleh karena itu, apabila Gereja Katolik, misalnya Paus yang sekarang ini bilang orang Katolik wajib ––paling tidak sekali seumur hidup–– untuk ziarah ke Betlehem, maka negara harus pula memfasilitasi hal tersebut.
“Andaikan saya yang jadi Presiden atau Partai Bulan Bintang (PBB) menang, maka di Departemen Agama itu wajib ada Dirjen Urusan Ziarah ke Betlehem. Itu harus ada! Untuk memfasilitasi orang Kristen agar bisa pergi ziarah. Kita (umat Islam) harus adil! Tidak boleh kita halang-halangi orang Kristen untuk beribadat,” kata Yusril.
Jika memang Paus membuat aturan wajib bagi orang Katolik untuk ziarah ke Betlehem, maka disamping ada Dirjen Urusan Haji, harus ada juga Dirjen Urusan Ziarah ke Betlehem. Dan difasilitasi oleh negara!
“Tidak bisa misalnya, Paus di Roma kita datangi, kita kirim Dubes ke sana atau Menlu berunding sama Paus untuk jangan bikin begini .... Itu harus kita hormati!” Tegas Yusril.
Hukum Privat yang dimaksud Yusril, misalnya soal Hukum Perkawinan. Bahwa sahnya nikah itu tidak bisa disamakan. Bagi orang Islam yang mengikuti Mazhab Syafei, maka harus ada calon mempelai, harus ada wali nasab atau wali hakim, harus ada mahar, harus ada ijab kabul dan sebagainya. Sedangkan bagi orang Kristen tidak mungkin memakai ijab kabul, dan memakai wali nashab. Mereka lain hukumnya, mereka memakai Hukum Agama Kristen.
“Tidak bisa keabsahan suatu perkawinan hanya memakai satu hukum! Harus beda !!!" Yusril menekankan.
Yusril Ihza Mahendra pun pernah menjadi Pengurus MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia). Ceritanya karena pada waktu itu Khonghucu resmi diakui sebagai sebuah agama di Indonesia. Lalu Menteri Kehakiman harus memberikan satu petunjuk kepada jajaran birokrasi mengenai tata cara pernikahan agama Khonghucu.
“Jadi (saat itu) saya perintahkan Catatan Sipil untuk mencatat. Kalau orang itu sudah datang ke Klenteng dan ada surat keterangan dari pemimpin agama Khonghucu bahwa, Si A dengan Si B pada tanggal sekian sudah menikah di Klenteng, dan dia sebagai kepala Klenteng itu sudah menikahkannya. Lantas hal itu dibawa ke Catatan Sipil, maka Catatan Sipil harus mengeluarkan apa yang disebut sebagai akta perkawinan bagi orang yang telah menikah di Klenteng itu.”
Terakhir menurut Yusril, kalau di ranah (bidang) Hukum Publik, maka harus ada hanya satu hukum yang berlaku bagi semua. Hukum Pidana, Hukum lalu lintas, Hukum Laut dan sejenisnya adalah Hukum Publik. Sehingga tidak mungkin Hukum Publik tersebut berbeda-beda.
Bayangkan jika Hukum Publik itu berbeda-beda (tidak sama) satu dengan yang lain. Nantinya akan ada kelompok ––misalnya dalam berlalu lintas–– yang satu hukumnya harus berjalan di sebelah kiri sedangkan kelompok yang lain hukumnya harus berjalan di sebelah kanan. Maka bisa dibayangkan bagaimana dan apa yang akan terjadi selanjutnya jika Hukum Publik tidak berlaku sama.
Sumber:
http://yimweb.blogspot.co.id/2013/07/yusril-yg-pernah-jadi-pengurus.html#.VsyvAEArxNk
No comments:
Post a Comment