Monday, June 21, 2010

M Dzikron: Amerika Butuh Infus dari Indonesia


Pada saat negara-negara di Benua Amerika dan Eropa menjauhi Barack Obama, Indonesia justru paling lengket bak perangko. Ini ditunjukkan oleh dekatnya hubungan pribadi antara SBY dan Obama. Padahal, di luar itu ada maksud lain yang hendak dilancarkan AS. Amerika saat ini sedang sekarat, dia kan butuh infus. Satu-satunya infus paling gampang ya dari Indonesia, ujar pengamat pertambangan ITB M Dzikron kepada Indonesia Monitor, Rabu, (10/3).

Indonesia ini, lanjut Dzikron, istilahnya merupakan “sapi perah” bagi Amerika. “Arti sebenarnya, perekonomian Amerika saat ini masih kacau. Itu membutuhkan recovery yang relatif lama. Untuk menutup ekonomi Amerika yang morat-marit, yang paling mungkin hanya dari Indonesia,” kata staf pengajar di Universitas Islam Bandung (Unisba) itu.

Menurut Dzikron, saat ini Amerika sedang terpojok. Di beberapa negara Eropa, Amerika Latin, dan Timur Tengah, Amerika tidak mendapatkan tempat. “USA di Amerika Latin dilawan, di Eropa dilawan, di Timur Tengah memang ada teman-temannya, tapi untuk membiayai perang Irak, perang Afghanistan, dan Pakistan, keuangan Amerika babak belur. Satu-satunya negara yang baik, selalu loyal sama dia, ya Indonesia,” katanya.


Kekayaan minyak dan gas dari Indonesia yang akan tersedot ke Amerika bisa dikalkualsi. “Kalau dari konversi minyak dan gas saja kira-kira 1,5 juta barrel per hari, dan kalau dihitung 1 barrel minyak per hari harganya 70 dolar AS. Maka 1,5 juta barrel kali 70 dolar AS per hari, sudah ketahuan berapa,” katanya.

Dalam bidang Migas, Amerika menguasai 70 persen. Konversi produksinya kira-kira begini. “Misalnya kita per hari memproduksi minyak 1 juta barrel. Dari 1 juta barrel per hari, yang 700 ribu adalah kavling-nya Amerika. Kemudian, pemerintah akan bilang ekspor naik. Padahal kalau yang ekspor orang asing, ya pemasukannya bukan untuk Indonesia. Jadi terminologi ekspor yang terjadi hari ini harus direvisi,” katanya.

Kalau konteksnya pertambangan, sebenarnya sudah berlaku UU Minerba (Mineral dan Batubara) tahun 2009, yang salah satunya ada kewajiban bagi perusahaan pertambangan untuk melakukan processing di Indonesia. Tapi faktanya sampai hari ini belum dilakukan. Mereka masih menggunakan masa transisi UU itu. Misalnya Freeport, yang diolah di dalam negeri baru 25 persen, sisanya diangkut semua ke Amerika.


Hasil tambang seperti emas, batubara, gas, minyak, itu kata Dzikron, lebih banyak yang diangkut ke Amerika dibanding yang diproses di sini. “Persepsi saya, yang dominan main di Indonesia, sebanyak 70 persen adalah Amerika, sementara Eropa 10 persen, swasta nasional 10 persen dan Pertamina 10 persen,” paparnya.

Dalam konteks pasar finansial, kata Dzikron, Amerika juga dalam keadaan terpuruk. “Pasar industri manufaktur dihantam Jepang, Cina, dan Korea. Nah, sekarang mendapat suntikan dari Indonesia,” tegasnya.

Mengapa AS lebih suka Indonesia? Sebab, jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia relatif tidak rewel. “LSM-LSM dulu ada yang keras, sekarang tak ada lagi yang komplain soal kontrak ulang pertambangan atau perusahaan Amerika. Jadi, Indonesia ini good boy-lah bagi Amerika,” ungkapnya.

Sri Widodo
www.indonesia-monitor.com

No comments: