Do not read this blog if not useful for you, because it will only spend your time, your energy, and spend your money.
Saturday, February 27, 2010
Jangan Menalangi Bank dengan Uang Pembayar Pajak
Dalam satu wawancara di Jakarta pada Desember 2006, George Soros menyampaikan¬ ramalannya kepada Tempo. Katanya, ”Perekonomian Amerika Serikat akan ambruk. Negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu bakal rontok terseret kejatuhan bisnis properti.”
Prediksi Soros terbukti akurat. Hingga saat ini, pemerintahan Presiden Barack Obama masih tertatih-tatih memulihkan ekonomi negara setelah dihajar krisis properti. Di belahan barat, para pemimpin negara Uni Eropa masih jatuh-bangun mengawal perekonomian mereka agar tak terjengkang kembali ke jurang.
Sebagai investor dan spekulan, ”penciuman” Soros dikenal amat tajam. Pendapatnya selalu disimak pemain pasar. Tapi, sebagai spekulan, dia kerap dituding mengail di air keruh di negara-negara yang tengah didera krisis ekonomi. Misalnya ketika krisis moneter menerpa Asia pada 1997. Tuduhan itu tak bosan-bosannya dia bantah. ”Spekulan hanyalah pembawa pesan yang menyampaikan berita buruk,” kata Soros. Kesalahan kebijakan pemerintahlah, menurut dia, yang melahirkan krisis ekonomi.
Soros memang punya dua sisi wajah yang berlawanan: spekulan pemburu untung versus dermawan yang gemar menebarkan triliunan rupiah ke seluruh dunia. Lewat Open Society Institute, Soros terlibat dalam berbagai proyek sosial, lingkungan, dan politik di negara-negara Eropa Timur, Afrika, dan Asia, termasuk Indonesia.
Di usia menjelang 80 tahun, kegiatannya tak kunjung berkurang. Dia tetap aktif memantau dinamika pasar dan terbang ke seluruh dunia mengunjungi aneka proyek filantropinya. Kepada wartawan Tempo Sapto Pradityo, Andree Priyanto, Hermien Y. Kleden, serta fotografer Ijar Karim, dia memberikan sebuah wawancara khusus pada Kamis dua pekan lalu di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan.
Gaya bertuturnya halus dan santun —kerap diselingi tawa berderai. Soros muncul dalam setelan jas abu-abu muda yang chic dan elegan. Toh, penampilannya tampak sederhana untuk seseorang dengan kekayaan, mengutip Soros: ”Hanya beberapa miliar dolar.”
Berikut ini petikannya.
Boleh kami tahu apa saja inti masalah yang Anda perbincangkan dengan Wakil Presiden Boediono?
Oh, saya menemuinya untuk mengetahui situasi ekonomi Indonesia. Sebagai mantan pemimpin bank sentral, dia merupakan sumber informasi terbaik. Saya juga bertemu dengan Kuntoro Mangkusubroto (Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan—Red.), yang saya kenal di Aceh. Kedua pertemuan itu bermanfaat terutama untuk saya sendiri karena Anda tahu, saya tidak mengikuti perkembangan Indonesia.
Sejumlah media menulis, setelah menemui Boediono, ”Soros tak menyarankan penalangan bank-bank yang ambruk akibat krisis.” Benar demikian?
Tidak tepat seperti itu. Yang saya katakan adalah, ketika suatu sistem terancam runtuh, Anda harus mengambil langkah-langkah penyelamatan sistem. Tapi pemerintah semestinya menghindari pemakaian uang pembayar pajak untuk menalangi bank. Pemerintah juga bertanggung jawab mengatur pasar karena pasar tidak mengoreksi sendiri hal-hal berlebihan. Kita tahu, telah terjadi kegagalan pengaturan sistem keuangan global yang mengakibatkan kehancuran dalam skala amat besar.
Di mana posisi Indonesia setelah ambruknya sistem keuangan berskala global?
Indonesia sebenarnya menderita relatif sedikit dibanding pusat-pusat sistem keuangan macam Amerika dan Inggris. Inilah negara-negara yang telah membiarkan globalisasi dan deregulasi pasar finansial. Mereka berkeyakinan pasar tidak perlu diatur. Itu keliru! Sebab, pasar perlu diatur. Dan kini mereka (Amerika dan Inggris—Red.) membayar amat mahal untuk kesalahan tersebut.
Ya, dan Amerika masih terbelit krisis sampai sekarang. Menurut Anda, mengapa kebijakan ekonomi Presiden Obama tak berjalan sesuai dengan harapan?
Saya bersikap kritis terhadap pendekatan yang diambil Presiden Obama. Menurut saya, kebijakan penalangan (terhadap bank-bank Amerika yang ambruk—Red.) terlalu menguntungkan institusi, pemegang saham, dan manajemen institusi keuangan.
Tentu Anda punya alasan?
Pada dasarnya institusi-institusi itu diberi pinjaman yang memungkinkan mereka meraup untung dan lepas dari kebangkrutan. Tapi sekarang, manajemen institusi keuangan menganggap keuntungan itu seolah-olah dihasil¬kan mereka yang bekerja di bank —dan bukan diberikan pemerintah. Nah, mereka harus membayar, karena jelas ini tidak adil. Kebijakan penyelamatan (Obama) bisa dikatakan berhasil dalam arti sistemnya tidak runtuh. Tapi pelaksanaannya memicu kritik dan melahirkan suasana amat buruk bagi aneka reformasi yang diperlukan.
Selama krisis, apakah tim ekonomi Obama meminta nasihat Anda?
Tidak. Tapi saya mengunjungi mereka dan menawarkan beberapa gagasan, dan saya kemukakan secara terbuka. Mereka mendengarkannya, tapi tidak menerima saran-saran saya.
Berkali-kali Anda pernah mengatakan, menjalankan bisnis sebetulnya sama dengan mengurus negara. Apa maksudnya?
Saya tidak mencampur kepentingan bisnis dengan kegiatan filantropis, atau dengan kepedulian saya terhadap masyarakat. Sebagai pemain pasar saya bertindak menurut aturan dan berusaha menghasilkan laba. Tapi, sebagai warga negara, bila saya prihatin terhadap suatu aturan, saya akan berusaha mengusulkan aturan yang bermanfaat bagi masyarakat dan bukan hanya yang menguntungkan saya.
Misalnya?
Saya, umpamanya, mendukung pengaturan lembaga hedge fund. Tapi, bila dana ini ada dalam sebuah gereja, hal ini tak akan saya jadikan kepentingan utama saya. Saya percaya, jika banyak orang —dan bukan hanya kalangan bisnis— yang bersedia menggunakan prinsip ini, demokrasi akan berfungsi lebih baik. Sudah terlalu banyak lobi legislasi untuk kepentingan khusus —suatu hal yang saya tentang.
Anda mendanai begitu banyak kegiatan —filantropi ataupun politik— di berbagai negara. Apa alasannya dan bagaimana Anda menentukannya, termasuk untuk Indonesia?
Pada dasarnya saya percaya pada rakyat Indonesia untuk memutuskan apa yang dibutuhkannya. Saya hanya menyediakan dukungan finansial karena saya tidak bisa menjadi pakar tentang Indonesia. Dua bidang yang menjadi pusat perhatian kami di Indonesia adalah pertama, pemberdayaan hukum bagi warga miskin, dan kedua, masalah tenaga kerja (Indonesia) di luar negeri.
Indonesia punya ”pekerjaan rumah” besar selama puluhan tahun, yakni membe¬rantas korupsi. Bagaimana pendapat Anda?
Kami sudah menghabiskan banyak waktu untuk mendukung berbagai upaya reformasi hukum di berbagai negara. Pada dasarnya sebagian besar usaha ini gagal. Kesimpulan kami, hampir tak mungkin melaksanakan reformasi sistem yang busuk dari dalam, karena mereka yang terlibat harus mempertahankan wilayah mereka, dan setiap individu sudah begitu terjerat dalam sistem. Maka satu-satunya pendekatan yang barangkali bisa memberikan hasil adalah mendirikan peradilan baru yang menetapkan prinsip berbeda dari awal. Sampai tingkat tertentu, saya pikir hal ini telah terjadi di Indonesia.
Seperti apa, misalnya?
Ada lembaga pemberantasan korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi—Red.), yang punya penyidik sendiri, penuntut sendiri, dan proses yudisial sendiri. Dan badan ini benar-benar telah mengguncang banyak kasus serta membuat dampak besar.
Pemain pasar selalu membandingkan kelihaian Anda dalam spekulasi dengan Warren Buffett. Pernahkah Anda gagal atau rugi dalam berinvestasi?
Pernahkah saya merugi? Ya, tentu saja pernah ha-ha-ha .... Sekitar 45 persen dari investasi.
Anda yakin sampai 45 persen?
Saya tidak mengkalkulasikannya. Tapi, kalau ada yang menghitungnya, mungkin transaksi yang merugi jumlahnya ada sebanyak transaksi yang menguntungkan. Biasanya, tiga kali rugi, sekali untung. Tapi yang sekali itu justru yang besar ha-ha-ha ....
Belakangan Anda banyak menaruh perhatian pada isu perubahan iklim. Bagaimana awal mulanya?
Pada 2004 saya mendengarkan kuliah Wakil Presiden Al Gore tentang perubahan iklim dan saya menjadi yakin betul betapa nyatanya problem ini. Saya sudah mengikuti perundingan-perundingan resmi membahas isu ini. Dan saya semakin yakin bahwa masyarakat harus lebih aktif mendorong pemerintah bertindak. Kami mengusulkan skema pembentukan Dana Hijau di Kopenhagen senilai US$ 100 miliar (sekitar Rp 1.000 triliun) dengan menggunakan mekanisme special drawing rights.
Presiden Uni Eropa Jose Manuel Barosso tampaknya terpikat usul Anda.
Ya, Barosso menyetujuinya. Saya pikir ide ini benar-benar bisa dilaksanakan semua jika G-20 menyepakatinya. Jika tidak, berbagai hambatan tak akan bisa diatasi. Mekanisme ini memang tak akan memecahkan masalah terpenting di Indonesia, yaitu pembakaran dan pembabatan hutan. Sebab, dana ini hanya bisa digunakan sebagai pinjaman yang harus dibayar kembali. Dan siapa yang akan membayar untuk pelestarian hutan? Kan tidak ada badan seperti itu. Maka masalah seperti di Indonesia perlu pemecahan lain.
Misalnya?
Saya berpendapat, negara maju harus secara efektif membayar pemeliharaan hutan. Umpama, penduduk Uni Eropa yang benar-benar peduli terhadap perubahan iklim bisa dikenai pajak satu persen bila membeli tiket pesawat. Dari dana yang terkumpul, mereka bisa membuat kontrak dengan enam provinsi di Indonesia yang punya masalah dalam pengelolaan hutan.
Ada peran politik Anda yang ingin kami konfirmasikan: benarkah Anda pendukung utama Revolusi Oranye di Ukraina?
Ya, pertama, saya mendukung Revolusi Mawar di Georgia, kemudian Revolusi Oranye di Ukraina, dan terakhir, Revolusi Tulip di Kirgistan. Kami mendukung kegiatan antikorupsi dan pemilihan ulang. Secara pribadi, saya mendukung pemimpin oposisi di Georgia. Ketika mereka naik ke tampuk kekuasaan, saya memberikan donasi untuk kepolisian. Atas dasar itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menuding saya penghasut. Dia bilang, kelompok oposan Georgia bekerja karena saya bayar. Tuduhan itu tidak benar. Mereka bekerja demi rakyatnya. Saya hanya mendukung perubahan rezim secara demokratis.
Apakah latar belakang Yahudi Anda menjadi hambatan Anda melakukan kegiatan di negara tertentu, termasuk di Indonesia?
Ya, saya kira begitu. Fakta saya memiliki banyak uang dan sedemikian aktif dalam kancah politik menimbulkan gagasan adanya konspirasi zionisme global —pengaruh uang Yahudi dan sebagainya. Tapi fakta bahwa saya tidak memakai uang saya untuk tujuan zionisme seharusnya menghapus citra ini. Namun karena saya punya kekuasaan dan pengaruh yang begitu besar, maka saya dianggap sesuai dengan mitos konspirasi Zionis.
Sering Anda alami hal ini?
Kasus ini amat sering saya hadapi di negara-negara Islam. Tapi ini tidak menghentikan saya menjalankan proyek kemanusiaan di negara Islam. Dalam kasus Israel, buktinya saya berpihak ke Palestina. Kami juga membantu orang-orang Islam yang mengalami diskriminasi. Tapi tetap saja ada kecurigaan.
Apakah Anda membenci Israel? Mengapa Palestina yang banyak Anda bantu?
Saya sama sekali tidak membenci Israel. Tapi saya bersikap kritis terhadap beberapa kebijakan Israel, tanpa membesar-besarkannya. Menurut saya, jika benar-benar ingin menentang kebijakan Israel, saya harus hidup di Israel, dan melakukannya dari dalam.
GEORGE SOROS (lahir: György Schwartz)
Tempat dan tanggal lahir: Budapest, Hungaria, 12 Agustus 1930
Pendidikan:
• Jurusan Filsafat London School of Economics
Pekerjaan:
• Pendiri dan Chairman Soros Fund Management dan
• Quantum Group of Funds
• Pendiri dan Chairman Open Society Institute
Sumber:
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/02/22/WAW/mbm.20100222.WAW132803.id.html
Wednesday, February 24, 2010
Salam Super Mario Teguh - The Golden Ways
Sosiolog: Mario Teguh Terjebak Persepsi Pribadi
Dalam akun twitter-nya, motivator terkenal Mario Teguh memposting bahwa perempuan yang suka dugem dan merokok tidak layak untuk dinikahi. Tentu saja hal itu menuai protes. Menurut Sosiolog Universitas Padjajaran Momon Sudarma, kata-kata yang dilontarkan Mario dalam akun twitter itu tidaklah tepat.
"Kalau menurut saya, ia terjebak dalam persepsi pribadi," tutur Momon ketika berbincang dengan detikBandung, Minggu (21/2/2010).
Ditambahkan Momon, reaksi negatif yang timbul akibat postingan Mario adalah suatu hal yang wajar. "Dia memposting di situs jejaring sosial yang banyak diakses orang. Kalau postingannya mengundang resistensi, itu saya kira wajar saja," terang Momon.
Menurutnya, di kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta, merokok dan dugem adalah bagian dari gaya hidup. "Masalah merokok atau dugem itu kan tidak bisa berdiri sendiri. Ini berkaitan dengan masalah sosial juga. Apalagi di kota besar seperti Bandung atau Jakarta. Dua hal itu kan biasa dilihat. Bahkan sudah menjadi gaya hidup," tutur Momon.
Momon juga menuturkan, tindakan Mario baru bisa diterima bila tujuan yang dimaksud adalah untuk menyuarakan hidup sehat.
"Kecuali yang dia lakukan untuk memberikan reaksi kejut pada masyarakat untuk menyuarakan kesehatan atau gaya hidup sehat. Tapi konteks kalimatnya kan tidak seperti itu," tutup Momon.
Di akun twitter-nya Sabtu (20/2/2010) malam, Mario menyebut bahwa perempuan yang suka merokok, dugem, dan sebagainya tidak layak untuk dinikahi.
Pradipta Nugrahanto
detikBandung, 21 Februari 2010
Ini Dia 'Pesan' Mario Teguh yang Bikin Heboh Itu
Seperti yang detik.com dapatkan dari penelusuran di twitter, Minggu (21/2/2010), ada belasan wejangan Mario soal calon pendamping hidup dan wejangan-wejangan baik lainnya.
Berikut sebagian wejangan-wejangan Mario Teguh yang diposting Sabtu (20/2/2010) malam:
1. Pada akhirnya kita harus memilih wanita yang baik untuk istri, pria yang baik untuk suami, dan membangun keluarga yang baik.
2. Jodoh itu di tangan Tuhan. Akan lebih baik jika kita periksa apakah kita mempersulit orang yang ingin memperjodoh kita.
3. Wanita yang pantas untuk teman pesta, clubbing, begadang sampai pagi, chitchat yang snob, merokok dan kadang mabuk, tidak mungkin direncanakan jadi istri.
4. Hidup berbahagialah dengan istri anda yang baik, atau suami anda yang anggun. Tidak ada kebahagiaan selain kebaikan.
Anwar Khumaini
detikNews, 21 Februari 2010
Sebut Wanita Perokok Tak Layak Dinikahi, Mario Teguh Gegabah
"Apa hubungannya perempuan yang tak layak dikawini dengan perokok dan suka dugem? Nggak ada hubungannya. Mario Teguh terlalu gegabah mengatakan seperti itu," kata Dani kepada detikcom, Minggu (21/2/2010).
Menurut pengamat gender LIPI ini, Mario Teguh telah membuat blunder dengan pernyataannya yang ditulis di twitter. Padahal publik sudah menilai sosok Mario merupakan motivator ulung yang selalu menempatkan orang lain dalam kerangka positive thinking.
"Konstruksi Mario Teguh mempertegas konstruksi patriarkal perempuan. Perempuan dilihat sebagai benda di luar dirinya. Kenapa dia nggak memperkarakan hal-hal yang merugikan orang lain," protes dia.
Jaleswari menilai dengan pandangannya itu, Mario telah menempatkan perempuan seperti hak milik. Pandangan ini tentu saja sangat tidak menghargai perempuan. "Itu konstruksi patriarkal betul, bahwa apa yang baik dan buruk didefinisikan oleh laki-laki," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Mario Teguh, motivator yang kerap memberikan motivasi lewat layar kaca diprotes di dunia maya. Di akun twitter-nya, dia menulis perempuan yang suka dugem dan perokok tidak layak untuk dinikahi.
Di akun twitter-nya yang dia posting Sabtu (20/2/2010) malam, Mario menyebut bahwa perempuan yang suka merokok, dugem, dan sebagainya tidak layak untuk dinikahi.
Kontan saja, postingan Mario Teguh tersebut mendapat hujan protes. "Kok Mario Teguh kayak ABG labil ya?" demikian sindir salah satu pengguna twitter, Minggu (21/2/2010). "Super cupu," sindir yang lainnya.
Menanggapi berbagai kecaman terhadapnya di twitter, Mario Teguh memutuskan untuk menutup akun twitter yang dia miliki.
"Dengan berat hati kami akan menghapus acc MarioTeguh MTGW sebelum jam 12:00," tulis Mario di twitter-nya.
Muhammad Nur Hayid
detikNews, 21 Februari 2010
Dari Sisi Kesehatan, Perkataan Mario Ada Benarnya
"Tidak ada dampak positif dari rokok. Apalagi yang melakukannya adalah wanita. Wanita perokok akan berpengaruh terhadap keturunannya," ujar Hanirono ketika dihubungi detikBandung melalui telepon selularnya, Minggu (21/2/2010).
Ditambahkannya, aktivitas dugem atau clubbing juga tidak baik bagi kalangan wanita. "Dugem itu identik dengan minum-minuman keras dan narkoba. Selain itu, rokok juga sudah tidak asing lagi. Jadi pasti lebih berbahaya pada keturunannya nanti," imbuhnya.
Lebih lanjut Hanirono menuturkan bahwa dirinya bukanlah seorang sosok yang antipati terhadap rokok. Namun dirinya tidak setuju dengan adanya anggapan wanita merokok adalah simbol emansipasi dan kehidupan masa kini.
"Banyak wanita yang merasa derajatnya sama dengan pria bila merokok. Selain itu juga sebagai simbol kehidupan moderen. Padahal hal itu keliru dan malah berdampak buruk pada kesehatan," ujarnya.
Terkait postingan Mario yang menuai banyak pro dan kontra, Hanirono menilai hal itu adalah wajar. "Wajar, namun saya kira tidak bisa disebut kata-kata Mario tidak sesuai HAM. HAM itu tidak berarti kita bebas berbuat apa saja tanpa mempedulikan orang lain. Perbuatan merokok dan dugem, secara tidak langsung merugikan orang lain. Apalagi bila dilakukan wanita yang akan melahirkan keturunan. Yang dirugikan adalah anaknya sendiri," tutup Hanirono.
Pradipta Nugrahanto
detikNews, 21 Februari 2010
Mario Teguh Minta Maaf dan Siap Tanggung Jawab
"Dan untuk itu saya dengan sangat tulus memohon maaf dan merasa sedih menyaksikan mereka yang menjadi tujuan dari pelayanan kami menjadi tidak damai oleh cara-cara kami," demikian klarifikasi Mario Teguh dalam facebook-nya, 'Klarifikasi Penutupan Twitter Account Mario Teguh MTGW', Minggu (21/2/2010).
Mario menegaskan siap mengambil tanggung jawab penuh atas ketidaknyamanan akibat postingan di twitter-nya tersebut. "Baik yang tidak menyukai posting langsung dari kami atau yang dimarahkan oleh editing lepas dari judul diskusi tersebut di media yang sama atau yang lain," jelasnya.
Mario menjelaskan, #MTOF 6 adalah sebuah diskusi yang menasihati para perempuan untuk tidak mempersulit masa depan kehidupan pribadi dan pernikahan mereka sendiri. "Mohon ditaruh konteks no. 6 sebagai semangat dan niat dari tweet #MTOF 6, sebagai berikut: “Wanita yang pas untuk teman, pesta, clubbing, bergadang sampai pagi, yang chitchatsnob, merokok n kadang mabuk – tidak mungkin direncanakan jadi istri” jelasnya.
Sebagai mata diskusi, #MTOF 6 adalah judul dari diskusi, dan lebih ditujukan untuk memulai proses diskusi, bukan suatu judgment terhadap wanita tertentu.
"Tetapi kami bisa memahami kesalah-penafsiran bisa terjadi terutama karena posting tersebut dibatasi sebanyak maksimal 140 huruf yang kemudian dapat di edit dan di post ulang (retweet) dengan bebas tanpa harus setia kepada keseluruhan maksud dari posting awalnya," jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Mario, para Moderator MTSC (Mario Teguh Super Club) tidak perlu dihukum atau menerima penalti apapun sebagai buntut posting tersebut. "Karena kami yang menugaskan mereka dan mereka terjamin dan terlindungi oleh tanggung jawab saya sebagai pemberi tugas," tuturnya.
Amanda Ferdina
detikNews, 21 Februari 2010
Label:
Dugem,
Mario Teguh,
Merokok,
The Golden Ways,
Twitter
Mario Teguh - The Roles We Play
Bagi orang lain, kita semua adalah pemegang peran dalam cerita hidupnya.
Orang lain akan memperlakukan kita dengan hormat, jika dia melihat kita berperan penting bagi proses pencapaian keberhasilan hidupnya.
Tetapi ini yang sering terjadi, jika orang lain melihat peran mereka lebih penting daripada peran kita, mereka akan berlaku dan memperlakukan kita seperti tidak penting bagi mereka.
Peran Anda ditentukan oleh izin Anda kepada diri sendiri.
Sebetulnya sedikit sekali perbedaan di antara kita. Pembeda yang sebenarnya adalah yang kita kerjakan. Dan yang kita kerjakan ditentukan oleh izin Anda kepada diri sendiri.
Jadi betapa pun Anda menyukai permainan, janganlah bermain-main dengan hidup Anda.
Bagi anak-anak, sebuah permainan adalah kehidupan yang sesungguhnya, dan dengan permainan itulah mereka membangun pengertian dan kemampuan untuk menjadi pemenang yang anggun dalam hidup mereka nanti. Sebagian tumbuh menjadi orang dewasa yang anggun, dan sebagian lagi menjadi orang yang hanya menua sambil terus bermain-main dengan hidupnya.
Kehidupan adalah sebuah permainan yang serius. Dan seperti semua permainan, hidup ini punya ketentuan dan peraturannya sendiri; yang tidak selalu jelas bagi mereka yang sedang berkutat di dalamnya, tetapi yang tertulis dan terkatakan dengan jelas bagi mereka yang berusaha mengerti.
Sehingga nasehatnya kepada kita; jangan bermain dengan permainan yang tidak akan memenangkan kehidupan. Dan memenangkan kehidupan adalah mengutamakan kebaikan.
Kecemerlangan hidup hanya bisa dicapai melalui pelaksanaan yang utuh dan tulus dari peran apa pun yang sekarang sedang diberikan kepada kita.
Sebuah peran kecil walau di bawah yang dilaksanakan dengan baik, adalah syarat kepantasan bagi peran baru yang di atas.
Seorang yang miskin, tidak akan meninggalkan kemiskinannya untuk naik ke keadaan-keadaan yang lebih sejahtera, jika dia tidak memerankan kemiskinannya dengan baik.
Seorang miskin yang mengerti dan menerima perannya dengan baik, akan berlaku sebagaimana seorang miskin harus berlaku; dia akan berhemat, mendahulukan kerja keras daripada mengeluh, bersikap santun kepada semua orang, berterima kasih kepada yang membantunya, menyemangati rekan-rekannya yang sedang berada dalam kemiskinan yang sama, dan selalu mengupayakan penggunaan terbaik dari apa pun yang sudah tersedia baginya. Oleh karenanya, dia berhak untuk naik ke kelas-kelas yang lebih tinggi.
Dan demikian sebaliknya bagi orang kaya yang tidak berperan sebagai orang kaya yang baik.
Setiap kali Anda membuat keputusan, masa depan berubah; bukan hanya bagi Anda, tetapi bagi semua orang.
Sadarilah bahwa setiap peran adalah peran untuk mencapai kemenangan hidup, dan bahwa setiap pribadi sedang mengupayakan kemenangan bagi hidupnya.
Dan karena kita hidup dalam kebersamaan yang tidak lagi dibatasi oleh tanah dan air, sebetulnya setiap peran memiliki dampak bagi peran-peran yang lain, dan menerima dampak-dampak sebaliknya.
Sehingga sebetulnya, tidak ada perubahan pada diri kita yang tidak berdampak kepada orang lain, dan sebaliknya.
Jadilah pribadi yang bersyukur karena telah diizinkan hidup dalam sebuah diri yang baik, yang berkualitas, dan yang membangun nilai dirinya melalui kegunaan bagi orang lain.
Jika Anda bisa melakukan sesuatu dengan baik, meskipun hal itu sangat kecil, sederhana, dan kelihatan tidak penting bagi orang lain, sebetulnya Anda telah memiliki kesempatan untuk mencapai hal-hal besar melaluinya.
Maka anjurannya bagi kita adalah:
Lakukanlah sekecil apapun yang sedang Anda kerjakan dalam peran Anda, dengan sebesar-besarnya kesungguhan, lalu perhatikan apa yang terjadi.
Rekan-rekan Super Members yang terkasih. Jika ada hal lain yang dapat kami layankan bagi kebahagiaan Anda dan keluarga, kami mohon Anda berkenan untuk menyampaikannya kepada kami.
Terima kasih dan salam super.
Mario Teguh, 4 Mei 2009
http://donisatria.com/mario-teguh-the-roles-we-play/
Monday, February 22, 2010
Bakso Khalifatullah
Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobaknya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.
“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.
“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.
“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?”
Ia tertawa. “Iya Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan bukan semua hak saya”
“Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya.
“Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.
Aduh gawat juga Pak Patul ini. “Maksudnya?”, saya mengejar lagi.
“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq, qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. InsyaAllah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH. Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa menjangkaunya.”
Spontan saya menghampiri beliau. Hampir saya peluk, tapi dalam budaya kami orang kecil jenis ekspresinya tak sampai tingkat peluk memeluk, seterharu apapun, kecuali yang ekstrem misalnya famili yang disangka meninggal ternyata masih hidup, atau anak yang digondhol Gendruwo balik lagi.
Bahunya saja yang saya pegang dan agak saya remas, tapi karena emosi saya bilang belum cukup, maka saya guncang-guncang tubuhnya. Hati saya meneriakkan “Jazakumullah, masyaAllah, wa yushlihu balakum!”, tetapi bibir saya pemalu untuk mengucapkannya. Tuhan memberi ‘ijazah’ kepadanya dan selalu memelihara kebaikan urusan-urusannya.
Saya juga menjaga diri untuk tidak mendramatisir hal itu. Tetapi pasti bahwa di dalam diri saya tidak terdapat sesuatu yang saya kagumi sebagaimana kekaguman yang saya temukan pada prinsip, manajemen dan disiplin hidup Pak Patul. Untung dia tidak menyadari keunggulannya atas saya: bahwa saya tidak mungkin siap mental dan memiliki keberanian budaya maupun ekonomi untuk hidup sebagai penjual bakso, sebagaimana ia menjalankannya dengan tenang dan ikhlas.
Saya lebih berpendidikan dibanding dia, lebih luas pengalaman, pernah mencapai sesuatu yang ia tak pernah menyentuhnya, bahkan mungkin bisa disebut kelas sosial saya lebih tinggi darinya. Tetapi di sisi manapun dari realitas hidup saya, tidak terdapat sikap dan kenyataan yang membuat saya tidak berbohong jika mengucapkan kalimat seperti diucapkannya: “Di antara pendapatan saya ini terdapat milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.
Peradaban saya masih peradaban “milik saya”. Peradaban Pak Patul sudah lebih maju, lebih rasional, lebih dewasa, lebih bertanggungjawab, lebih mulia dan tidak pengecut sebagaimana ‘kapitalisme subyektif posesif’ saya.
30 th silam saya pernah menuliskan kekaguman saya kepada penjual cendhol yang marah-marah dan menolak cendholnya diborong oleh Pak Kiai Hamam Ja’far Pabelan karena “kalau semua Bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang memerlukannya?” (Kisah penjual cendol bisa dibaca juga di: http://adibsusila.blogspot.com/2009/04/kebijaksanaan-cendol.html).
Dan ilmunya penjual jagung asal Madura di Malang tahun 1976 saya pakai sampai tua. Waktu itu saya butuh 40 batang jagung bakar untuk teman-teman seusai pentas teater, tapi uang saya kurang, hanya cukup untuk bayar 25, sehingga harga perbatang saya tawar. Dia bertahan dengan harganya, tapi tetap memberi saya 40 jagung.
“Lho, uang saya tidak cukup, Pak”
“Bawa saja jagungnya, asal harganya tetap”
“Berarti saya hutang?”
“Ndaaak. Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya”.
Doooh adoooh…! Tompes ako tak’iye!
Di pasar Khan Khalili -semacam Tenabang-nya Cairo- saya masuk sebuah toko kemudian satu jam lebih pemiliknya hilang entah ke mana, jadi saya jaga tokonya. Ketika datang saya protes: “Keeif inta ya akh…ke mane aje ente? Kalau saya ambilin barang-barang inta, terus saya ngacir pigimane dong …?”
Lelaki tua mancung itu senyum-senyum saja sambil nyeletuk: “Kalau mau curi barang saya ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan ente sama Tuhan ….”
Sungguh manusia adalah ahsanu taqwim, sebaik-baik ciptaan Allah, masterpiece. Orang-orang besar bertebaran di seluruh muka bumi. Makhluk-makhluk agung menghampar di jalan-jalan, pasar, gang-gang kampung, pelosok-pelosok dusun dan di mana pun. Bakso Khalifatullah, bahasa Jawanya: bakso-nya Pak Patul, terasa lebih sedap karena kandungan keagungan sikap hidupnya.
Itu baru tukang bakso, belum anggota DPR. Itu baru penjual cendhol, belum Menteri dan Dirjen, Irjen, Sekjen. Itu baru pemilik toko kelontong, belum Gubernur, Bupati, Walikota, dan tokoh-tokoh Parpol. Itu baru penjual jagung bakar, belum Kiai dan Ulama.
Emha Ainun Nadjib
padhangmbulan.com, 9 Februari 2010
Wednesday, February 17, 2010
Hassan Wirajuda Diisukan Terima Duit Rp 1 Miliar
Mantan Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda (NHW) diisukan menerima uang Rp 1 miliar semasa dia menjabat di posisi tersebut guna pembelian sebuah rumah.
Sebuah salinan dokumen bermaterai yang beredar di kalangan wartawan menyebutkan bahwa uang tersebut diminta oleh Ade Wismar Wijaya, Kepala Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri.
Surat itu menyatakan bahwa Ade mengklaim uang yang diminta akan digunakan untuk pembelian rumah menteri luar negeri periode tersebut.
Testimoni itu ditandatangai oleh pegawai Kementerian Luan Negeri dengan tanda tangan dan materai Rp 6.000 pada 3 Februari 2010. Menurut surat itu, permintaan Ade Wismar dilakukan pada Agustus 2009 untuk keperluan membantu pembelian sebuah rumah bagi Hasan Wirayuda.
“Uang tersebut diambil oleh suruhan Ade Wismar Wijaya yaitu Asep Sarwedi dan dibawa dengan memakai dus bekas Aqua dan disaksikan oleh Adang Sujana,” ujar Ade dalam surat tersebut.
Selain itu, testimoni tersebut juga menyebutkan terjadinya penyerahan uang kepada mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Imron Cotan (IC). Pemberian itu terjadi dua kali yakni pada Januari dan Desember 2008.
Pertama, katanya, uang itu diserahkan kepada Ade Wismar senilai Rp1,2 miliar untuk disetorkan kepada Imron Cotan. Uang tersebut diambil oleh Asep Sarwedi dan dibawa memakai dua amplop besar secara langsung oleh pegawai yang memberikan testimoni.
Kedua, papar dia, penyerahan uang Rp 1,15 miliar dilakukan pada akhir Desember 2008 kepada Ade Wismar juga untuk diserahkan kepada Imron Cotan.
Kementerian Luar Negeri (dulu Deplu) sebelumnya dituding melindungi pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan penggelembungan harga tiket perjalanan dinas lembaga tersebut periode 2008-2009.
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan lembaga itu berupaya melindungi pejabat tertentu terkait dugaan penggelembungan harga tiket perjalanan dinas. Caranya, adalah mengkategorikan perbuatan itu sebagai pelanggaran administratif dan bukan tindak pidana korupsi.
“Meskipun pihak internal Kementerian Luar Negeri telah melakukan pemeriksaan secara internal namun ICW menilai ada indikasi lembaga ini berupaya mengalihkan kasus tersebut dari tindak pidana korupsi ke pelanggaran administratif,” ujarnya.
Menurut Agus, kecurigaan bahwa ada upaya Kemenlu untuk melindungi pejabatnya bukan tanpa alasan, karena data yang dimiliki oleh ICW juga menyebutkan adanya dugaan gratifikasi yang diterima oleh pejabat tinggi di Deplu yaitu NHW sebesar Rp 1 miliar pada 2009 dan IC sebesar Rp 2,35 miliar pada 2008.
Anugerah Perkasa
Bisnis.com, 16 Februari 2010
http://web.bisnis.com/umum/hukum/1id161956.html
Hassan Wirajuda
Dr. Nur Hassan Wirajuda (lahir di Tangerang, Banten, 9 Juli 1948; umur 61 tahun) adalah politikus Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010. Sebelumnya ia menjabat Menteri Luar Negeri Indonesia sejak tahun 2001 hingga tahun 2009. Dia menjabat dalam dua kabinet, Kabinet Gotong Royong (2001-2004) dan Kabinet Indonesia Bersatu (2004–2009). Hassan dilaporkan ICW pernah menerima suap sebesar Rp 1 miliar terkait markup penggelembungan harga tiket di Deplu 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hassan_Wirajuda
Monday, February 15, 2010
Anand Krishna Dilaporkan Lakukan Pelecehan Seksual
Tokoh spiritual Anand Krishna dilaporkan 2 muridnya ke Komnas Perempuan. Pemilik perguruan spritual Anand Ashram itu dituding melakukan pelecehan seksual.
2 Murid yang melaporkan Anand Krishna adalah TR dan SM. Mereka datang dengan didampingi kuasa hukumnya Agung Mattauch, di Kantor Komnas Perempuan, Jl Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2010).
"Mereka mengadu karena mengalami pelecehan seksual oleh guru spiritual mereka, Anand Krisna," kata Agung.
Dalam melakukan pelecehan seksual, Anand Krishna dituding melakukan cuci otak terhadap korban dengan ajaran yang sangat mengultuskan pemimpin.
Setelah korban dikuasai, lanjut Agung, dengan sendirinya korban akan rela menyerahkan apa yang diinginkan sang guru spiritual. Korban pun akan mengikuti dan pasrah saja.
Sang guru spiritual, menurut Agung, sering merayu dan memuji TR dengan sebutan TR angel.
"Sang guru mulai berani memeluknya, membelai kepalanya, menciumnya bahkan meraba-raba bagian tubuhnya," ungkap Agung.
Seperti terhipnotis, TR mengikuti apa saja ajakan sang guru untuk bersemedi di kamar sang guru. TR tidak sadar apa saja yang terjadi setiap kali bersemedi dengan gurunya di kamar.
Sedangkan saat melecehkan SM, Anand berpura-pura sedang melakukan ritual. "Sang guru sudah beberapa kali menyentuh dada korban, tapi kali ini SM berontak. Dia menilai sang guru sudah benar-benar keterlaluan," ungkap Agung.
7 Orang Ngaku Jadi Korban Pelecehan Seksual Anand Krishna
Orang yang mengaku korban pelecehan seksual Anand Krishna tidak hanya dua orang, TR dan SM. Ternyata ada lima orang lagi yang mengaku sebagai korban. Jadi kesemuanya ada 7 orang.
"Saat ini sudah ada 7 orang mengaku sebagai korban pelecehan seksual Anand," ujar kuasa hukum TR dan SM, Agung Mattauch.
Agung mendampingi kliennya melapor ke Komnas Perempuan, Jl Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2010).
Agung menduga masih ada korban Anand lainnya dari para murid yang berguru pada pemilik perguruan spritual Anand Ashram ini.
"Masih banyak korban lainnya terutama para murid yang masih berguru pada Anand Krishna saat ini," tutur Agung.
Sebelumnya TR dan SM melaporkan Anand Krishna ke Komnas Perempuan dengan tudingan melakukan pelecehan seksual.
Dalam melakukan pelecehan seksual, Anand Krishna dituding melakukan cuci otak terhadap korban dengan ajaran yang sangat mengultuskan pemimpin. Karena mengultuskan pemimpin, korban pun rela melakukan dan diperlakukan apa saja oleh Anand.
TR Dilecehkan Anand Krishna Sejak Awal 2009, Diberi Gelang & Boneka
TR (19) trauma atas pelecehan seksual yang dilakukan Anand Krishna terhadapnya. TR mengaku dilecehkan sejak Februari tahun 2009. Tokoh spiritual itu memberi TR hadiah gelang, kalung dan boneka.
TR yang berpenampilan modis ini menceritakan kisah sedihnya usai melapor ke Komnas Perempuan di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Jumat (13/2/2010).
TR mengatakan, pelecehan seksual oleh Anand terjadi pada awal tahun 2009. Saat itu, TR masih duduk di bangku kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta.
"Saya menjadi ketua muda-mudinya. Waktu itu dilecehkan baru diraba-raba, dipegang tangannya. Terus kita di-brainwash, disuruh berhenti kuliah. Saya mengalami itu dari Februari sampai Juni 2009. Saya baru sadar pada bulan September setelah dihipnoterapi oleh psikolog," kata TR sambil memperagakan Anand meraba punggung TR.
TR mengatakan, pelecehan seksual dilakukan Anand di Padepokannya di L'Ayurweda di D Best Fatmawati, Jakarta Selatan. "Selama saya dipengaruhi itu, saya diberi hadiah gelang, kalung, dan boneka," kata TR sambil menunjukkan gelang manik-manik dan kalung bertali hitam yang disimpan dalam kotak.
"Saya trauma, bagaimana saya nanti harus kuliah lagi? Saya menyampaikan hal ini biar tidak ada korban lagi," lanjut dia.
Mau lapor ke polisi? "Nanti tanya ke Pak Agung Mattauch (pengacara)," jawab TR yang mengenakan baju terusan warna putih dengan motif bunga-bunga ini.
Dikatakan olehnya, Anand Ashram adalah tempat perguruan spiritualitas meditasi. TR dan keluarganya ikut meditasi di sana. "Awalnya bagus untuk kesehatan dan terapi, akan tetapi belakangan agak menyimpang," ujar dia.
Pelecehan Seksual Anand Krishna Terungkap Gara-gara SMS
Pelecehan seksual Anand Krishna terhadap TR terungkap setelah keluarga TR mencium sejumlah kejanggalan. Ibunda TR, Wijarningsih (49), menemukan SMS berisi rayuan di handphone milik TR. Dan TR akhirnya juga mogok kuliah.
"Awalnya, murid Pak Anand tidak boleh ada yang tahu nomor handphonenya. Tetapi, saya lihat di SMS anak saya kok ada SMS dari dia. Tulisannya, I Love You, You Are My Angel. Saya jadi curiga, terlebih anak saya sejak ikut itu (Anand Ashram) tahun 2008 tidak mau kuliah," papar Wijarningsih, usai mendampingi TR melapor ke Komnas Perempuan, di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Jumat (13/2/2010).
Menurut Wijarningsih, TR diambil dari rumah oleh 5 orang pengikut Anand Krishna. Saat itu TR cenderung membela yang menjemputnya. "Tetapi di luar rumah ada 40 orang pengikut Anand," kata ibunda TR yang juga ikut bergabung di Anand Ashram sejak tahun 2003.
Wijarningsih mengaku curiga. Pada bulan Juni 2009, ia mengambil TR secara hukum dengan didampingi polisi, pengacara, suami dan kakaknya. TR diambil di tempat kosnya, daerah kampus Binus.
"Waktu itu Pak Anand lagi ke Bali, dan anak saya, kemudian saya ikutkan hipnoterapi dan pada bulan September 2009 baru ingat kejadiannya antara bulan Februari hingga April. Saya baru laporkan ini sekarang karena anak saya butuh waktu untuk mengingat kejadian itu kembali," ujarnya.
Korban: Anand Krishna Tiap Hari Minta Pijat
Guru spiritual Anand Khrisna diadukan dua orang mantan muridnya ke Komnas Perempuan karena diduga melakukan pelecehan seksual. Menurut keterangan salah satu korban, Anand tiap hari minta dipijat.
"Tiap hari Pak Anand minta dipijat di daerah sensitif," ujar SM (38), di kantor Komnas Perempuan, Jl Latuharhari, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2010).
Menurut SM, saat minta dipijat Anand hanya mengenakan celana dalam saja. SM menerangkan, saat memijat itu, dirinya telah dicuci otak sebagai bentuk pengabdian kepada sang pemimpin.
"Kita memijat seperti mengabdi kepada beliau," jelas perempuan berambut sebahu tesebut.
SM menambahkan, selain minta dipijat, Anand juga melakukan pelecehan dalam bentuk lainnya. Anand mulai meraba-raba dadanya.
"Kejadian itu di L'Ayurveda, Bali, awal Oktober 2009," terangnya.
SM mengatakan, pelecehan seksual yang dialaminya hanya sebatas itu. Namun dirinya sempat melihat murid Anand lain mengalami hal yang lebih menjijikkan.
"Saya lihat Ibu MS keluar dari ruangan Pak Anand, dia bawa tissue dan masuk kamar mandi. Kemudian saya lihat tissuenya berisi air mani," pungkas SM.
Sementara itu kuasa hukum korban, Agung Mattauch mengatakan akan memikirkan kemungkinan untuk melaporkan kasus ini ke polisi.
"Kita lihat nanti. Tadi kita minta bantuan dari Komnas Perempuan untuk membuat rekomendasi atas hal ini. Karena korban malu dan ketakutan untuk melapor," terang Agung.
Sementara itu sejumlah pihak dari Anand Khrisna meragukan pengaduan ini. Mereka menilai, pelapor hanya mencari sensasi.
"Semua tuduhan itu tidak pernah terbukti karena hanya mencari sensasi," kata Wayan Sayoga, Ketua Yayasan Kesehatan dan Holistik Anand Khrisna saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (12/2/2010).
Didit Tri Kertapati
detikNews, 12 Februari 2010
Manipulasi Pikiran
Dalam sejarah modern, adalah Adolf Hitler (1889-1945) yang pertama kali menggunakan mind manipulation atau manipulasi pikiran sebagai senjata.
Ibarat komputer, mind atau ”gugusan pikiran” manusia dapat dimanipulasi, dapat di-hack, bahkan dapat disusupi virus untuk merusak seluruh jaringannya.
Perilaku manusia
Dalam otobiografinya (Mein Kampf), Hitler menulis, ”Teknik propaganda secanggih apa pun tak akan berhasil bila hal yang terpenting tidak diperhatikan. Yaitu, membatasi kata-kata dan memperbanyak pengulangan.”
Kemungkinan besar, Hitler telah mempelajari penemuan Pavlov, ilmuwan asal Rusia dan peraih hadiah Nobel 1904 untuk psikologi dan ilmu medis. Melalui teorinya tentang conditioned reflex atau involuntary reflex action, sang ilmuwan membuktikan, ”perilaku manusia dapat diatur atau dikondisikan” sesuai ”proses pembelajaran yang diperolehnya”.
Sebenarnya Pavlov terinspirasi oleh law of association atau ”hukum keterkaitan” yang banyak dibahas para pujangga dan ilmuwan sebelumnya.
Menurut hukum itu, ”suatu kejadian” dalam hidup manusia atau bentuk kehidupan lain —tetapi tidak terbatas pada hewan dan tumbuhan— dapat dikaitkan dengan ”keadaan” atau ”perangsang” atau ”apa saja” yang sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan kejadian itu.
Namun, pada saat yang sama bila dibunyikan lonceng, terjadilah proses pembelajaran. Anjing itu mulai ”mengaitkan” bunyi lonceng dengan makanan dan air liurnya.
Setelah beberapa kali mengalami kejadian serupa, maka saat mendengar bunyi lonceng, air liurnya keluar sendiri meski tidak diberi makanan. Ini disebut conditioned reflex, refleks tak lazim. Keluarnya air liur itu tidak lazim, tidak ada makanan. Namun, ia tetap mengeluarkan air liur.
Pembelajaran ini harus diulang beberapa kali agar ”keterkaitan” yang dihendaki tertanam dalam gugusan pikiran atau mind hewan, atau... manusia!
Maka, tak salah bila Adolf Hitler menganjurkan ”pengulangan”. Dalam ilmu psikologi dan neurologi modern, pengulangan atau repetition juga dikaitkan dengan intensity. Apa yang hendak ditanam harus terus diulangi secara intensif.
Demikian bila seekor anjing dapat mengeluarkan air liur yang sesungguhnya tak lazim, manusia pun dapat dikondisikan, dipengaruhi untuk berbuat sesuatu di luar kemauannya. Pengulangan
Presiden Franklin Delano Roosevelt pernah menyangkal, ”Pengulangan tidak dapat mengubah kebohongan menjadi kebenaran.” Betul, tetapi pengulangan dapat membuat orang percaya pada kebohongan.
Hitler membuktikan keabsahan sebuah pepatah lama dari Tibet, ”Bila diulangi terus-menerus, kebohongan pun akan dipercayai orang.”
Di antara kita mungkin ada yang masih ingat kasus iklan Old Joe yang digunakan produsen rokok merek Camel pada tahun 1988. Saat itu, tokoh kartun tersebut memang amat populer di kalangan remaja. Jelas, sang produsen ingin membidik kelompok itu. Dan, mereka berhasil. Jumlah perokok remaja langsung bertambah.
Saat itu, warga Amerika Serikat yang konon super power pun tidak sadar bila gugusan pikiran mereka sedang dimanipulasi melalui iklan yang ditayangkan berulang kali setiap hari dan di banyak media.
Hampir 10 tahun kemudian, setelah muncul desakan dari masyarakat dan LSM-LSM yang ”sadar”, Federal Trade Commission dan Kongres AS baru tercerahkan dan menyatakan bahwa periklanan seperti itu tidak etis dan tidak bermoral.
Camel pun mengalah dan menarik kembali iklan itu pada 1997. Hampir satu dekade setelah iklan yang tidak etis dan tidak bermoral itu berjalan dan menelan sekian banyak korban remaja. Sungguh amat disayangkan, ”periklanan yang tidak etis dan tidak bermoral” seperti ini pun terjadi di negeri kita, baik selama kampanye pemilihan umum maupun pemilihan presiden.
Saat saya membahas hal ini dengan seorang teman baik di salah satu lembaga negara yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku, ia pun mengeluh: ”Apa yang dapat kami lakukan bila tidak ada keluhan dari masyarakat?”
Siapakah masyarakat yang dimaksud? Anda, dan saya!
Adakah keberanian untuk bersuara bila keberhasilan yang dicapai, atau kemenangan yang diraih itu adalah dengan memanipulasi gugusan pikiran dan otak sesama warga bangsa? Keberhasilan dan kemenangan seperti itu semu adanya.
Saya berharap, saya berdoa, agar para menteri kita dalam kabinet mendatang, para wakil rakyat, anggota MPR, dan pejabat lain, termasuk yang duduk dalam KPU dan MK, Presiden, Wakil Presiden, dan rakyat Indonesia, sesama warga negara, senantiasa diberkahi pikiran dan perasaan yang jernih. Tidak saling memanipulasi dan mengeksploitasi, tetapi saling membantu untuk membangun Indonesia Baru yang lebih beradab, lebih sopan, lebih santun, lebih manusiawi.
Giliran Anda bertindak sesuai dengan nurani Anda.
Anand Krishna, Aktivis Spiritual dan Penulis Lebih dari 120 Buku
KOMPAS, Sabtu, 15 Agustus 2009
Label:
Anand Krishna,
Hitler,
Pavlov,
Pikiran,
Psikologi
Thursday, February 11, 2010
Kasus Pajak Perusahaan Bakrie Harus Dibawa ke Pidana
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tampaknya tidak akan setengah-setengah dalam menangani kasus tunggakan pajak 3 perusahaan Bakrie. Ditjen Pajak saat ini tengah membawa kasus ini ke ranah pidana.
Langkah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk membawa kasus tunggakan pajak 3 perusahaan Bakrie ke ranah pidana sudah benar. Sebab, pelanggaran pajak 3 perusahaan tersebut masuk domain pelanggaran pidana. Hal ini disampaikan oleh Pengamat Perpajakan Kodrat Wibowo saat dihubungi detikFinance, Selasa (9/2/2010).
"Tindakan berupaya menghindari pajak adalah tindakan pidana. Jadi langkah yang dilakukan Ditjen Pajak sudah benar dengan membawa kasus ini ke Polisi dan Kejaksaan, karena mereka yang punya kewenangan," tuturnya.
Kodrat mengatakan, kasus pajak 3 perusahaan Bakrie ini memang belum bisa dibuktikan. Karena itu Ditjen Pajak harus bisa membuktikan dan membawa ke Polisi sehingga bisa ditindak dengan segera.
Dihubungi terpisah, Pengacara PT Kaltim Prima Coal (KPC) Aji Wijaya mengatakan, KPC yang merupakan perusahaan milik Bakrie, sampai saat ini belum pernah menerima surat penyidikan soal pajak dari Polisi.
"KPC belum pernah terima surat soal penyidikan, apalagi soal tersangka," ujarnya kepada detikFinance.
Sebelumnya Dirjen Pajak M. Tjiptardjo mengatakan, dari 3 perusahaan batubara Bakrie yaitu PT Bumi Resources Tbk, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Arutmin Indonesia, dua perusahaan sudah masuk penyidikan, sementara 1 perusahaan masih dalam bukti permulaan.
"Ke ranah pidana karena SPT-nya (Surat Pemberitahuan Pajak) tidak benar. Proses penyidikan tidak ada aturan berapa lama, saya mau cepat tapi tergantung instansi lain," tegasnya saat ditemui di Gedung PTIK, Jakarta, Selasa (9/2/2010).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima gugatan pra peradilan yang diajukan PT Kaltim Prima Coal (KPC) terhadap Direktorat Jenderal Pajak. KPC menyiapkan langkah hukum selanjutnya guna meluruskan masalah sengketa pajak senilai Rp 1,5 triliun tersebut.
Penyidikan terhadap anak usaha Kelompok Bakrie pada sektor pertambangan batubara ini pertama kali diungkap Direktur Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, pada Desember tahun lalu.
Mengenai angka kerugian negara yang diakibatkan tunggakan pajak ketiga perusahaan Bakrie ini, Tjiptardjo menyatakan masih dalam penyidikan karena angkanya terus bergerak.
"Kerugian negara domainnya masih di penyidik dan terus bergerak," jelasnya.
KPC sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan berdasarkan tiga alasan. Pertama, pada saat melakukan pemeriksaan bukti permulaan, Ditjen Pajak tidak pernah menghentikan terlebih dahulu proses pemeriksaan awal yang dilakukan karena adanya lebih bayar atas status pajak terutang perusahaan 2007.
Kedua, KPC menganggap penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dilandaskan pada dasar hukum yang salah yakni Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Padahal untuk kasus tahun pajak 2007, dasar hukum yang seharusnya digunakan adalah Undang-Undang KUP lama yakni Undang-Undang nomor 16 tahun 2000.
Dan ketiga, masih terkait sidang di Pengadilan Pajak tersebut, KPC menganggap surat perintah penyidikan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak pada 30 Maret 2009 merupakan tindakan yang melampaui kewenangan dan melawan hukum. Pasalnya, surat perintah itu dikeluarkan pada saat proses permohonan di Pengadilan Pajak atas Surat Perintah Pemeriksaan Buper sedang berlangsung.
Penyidikan terhadap anak usaha Kelompok Bakrie pada sektor pertambangan batubara ini pertama kali diungkap Direktur Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, pada Desember tahun lalu. Total dugaan kurang bayar pajak tiga perusahaan tersebut diperkirakan mencapai Rp 2,1 triliun.
Dalam daftar 10 penunggak pajak per 1 Februari 2010, Ditjen Pajak juga menyebut nama dua perusahaan grup Bakrie. Daftar 10 penunggak pajak adalah:
1. Pertamina (Persero) : Surat Paksa
2. Karaha Bodas Company LLC : Penyanderaan
3. Industri Pulp Lestari : Blokir Rekening
4. BPPN : Surat Paksa
5. Kalimanis Plywood Industries : Penyitaan
6. Bakrie Investindo : Surat Paksa
7. Bentala Kartika Abadi : Surat Paksa
8. Daya Guna Samudra Tbk : Pelelangan
9. Kaltim Prima Coal : Surat Paksa
10. Merpati Nusantara Airlines : Surat Paksa
Ramdhania El Hida, detikFinance, 9 Februari 2010, detikcom, 10 Februari 2010
Wednesday, February 10, 2010
Disonansi Politik
“Saya akan melihat setiap bukti tambahan yang ada untuk mendukung opini yang saya miliki”
(Lord Mason, 1903-1991)
Pada tahun 2003, publik Amerika tahu bahwa tidak ada senjata pembunuh massal di Irak. Namun, banyak orang dari kubu Republik tetap percaya bahwa senjata seperti itu telah ditemukan. Kubu Demokrat yang tadinya mendukung kebijakan invasi Irak berbalik menyalahkan kubu Republik sebagai telah salah hitung, salah informasi, atau Presiden berdusta. Ketidakcocokan pengetahuan yang dimiliki masing-masing kubu tidak disikapi dengan pengakuan salah atau permintaan maaf kepada publik, tetapi dengan pembenaran diri. Sebuah solusi mudah untuk disonansi kognitif.
Kesalahan memang terjadi, tetapi saya sama sekali tidak terlibat di dalamnya, seperti dikatakan Carol Tavris and Elliot Aronson dalam Mistakes Were Made (But Not by Me): Why We Justify Foolish Beliefs, Bad Decisions, and Hurtful Act (2007). Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century tampaknya akan terbelah karena fokus selama ini lebih pada siapa yang bertanggung jawab untuk kebijakan yang salah benarnya dapat diperdebatkan.
Jika publik dan media menyikapi kasus cicak-buaya dengan suara bulat, tidak demikian dengan kasus Century. Sejauh ini, substansi polemik jauh dari persoalan dugaan korupsi yang memicu upaya mengungkap kasus itu. Opini publik digiring ke wilayah lain.
Jika kultur korupsi (politik) tak tersentuh, kesepakatan-kesepakatan di balik panggung teater politik akan lebih menentukan. Itu karena kontrol dan pengawasan atas penyelenggara negara belum berlangsung semestinya. Praktik yang sering terjadi adalah upaya terselubung untuk saling menyejahterakan. Padahal, rakyat menitipkan kesejahteraannya kepada penyelenggara negara.
Kesejahteraan rakyat adalah tujuan tertinggi bernegara. Dalam negara demokratis, rakyat memiliki legitimasi untuk mengingatkan dan mengoreksi penyelenggara negara yang menyeleweng dari tujuan itu. Dari perspektif itulah kritik dan tuntutan para pengunjuk rasa dapat dibaca. Realistis tidaknya isi tuntutan adalah soal lain, substansi unjuk rasa itu adalah kontrol atas kekuasaan.
Tujuan kontrol bukan merongrong negara, tetapi agar negara sungguh-sungguh kuat. Negara kuat dibutuhkan untuk melindungi warga dari keterpurukan karena bencana alam dan karena kompetisi dengan warga yang lebih kuat. Negara kuat dibutuhkan untuk melindungi industri rakyat dari keruntuhan akibat banjir produk impor. Negara kuat dibutuhkan untuk menguasai sumber daya alam negeri bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Utang politik
Kritik kepada pengemban amanat rakyat dipicu oleh dua sisi kepemimpinannya, yang (tidak) dilakukannya sebagai pemimpin. Pemimpin belum melakukan yang seharusnya. Pemimpin melakukan hal-hal yang mungkin menjadi haknya, tetapi tidak cocok dengan realitas negeri yang masih memprihatinkan.
Saat kesejahteraan puluhan juta rakyat kecil belum membaik, maka sulit diterima logika akal sehat atas pemberian berbagai fasilitas mewah dan kenaikan gaji pejabat hingga 20 persen. Jika benar keuangan negara berlebih, tidakkah lebih elok untuk mendahulukan kesejahteraan jutaan prajurit, penyuluh, guru, pegawai honorer, dan pegawai golongan rendah? Tidakkah lebih baik kelebihan itu disalurkan untuk hal-hal produktif yang dapat menciptakan lapangan kerja?
Watak penguasa yang menjabat kembali adalah mabuk kemenangan. Lupa dengan sekian banyak program dan kewajiban yang belum lunas pada periode kekuasaan lalu. Sebut saja, di antaranya adalah soal pelanggaran HAM berat, pemberantasan korupsi, pembangunan sektor riil, reformasi birokrasi, penegakan hukum, pemberantasan mafia hukum serta diskriminasi ruang tahanan, hukum yang memihak rakyat kecil, dan penghambatan sistematis bagi kaum minoritas untuk beribadah.
Pemimpin kita tak pernah menyatakan di depan publik tentang apa saja kekurangan dan kesalahan dalam kepemimpinan lalu. Tak terlihat semangat untuk membayar utang kepemimpinan yang belum lunas. Suasana kepemimpinan bangsa seperti itulah yang hari-hari ini menghilang dari ruang publik. Yang tampak adalah merayakan kemenangan dengan membagi-bagi kue kekuasaan. Penguasa sibuk memusatkan kekuasaan di sekitar istana. Kekuatan parlemen yang notabene wakil rakyat pun ingin diserap sebagai perluasan jejaring Istana. Yang tergambar dalam imajinasi rakyat, penguasa adalah raja dalam kemegahan dan kebesaran, dikelilingi hulubalang yang berjalan membusungkan dada. Rakyat dibuat terkesima dengan kemegahan tahta.
Keberhasilan perjalanan lima tahun ke depan memang tidak ditentukan oleh 100 hari pertama. Namun, alangkah memprihatinkan jika 100 hari itu tak terlihat gejala-gejala pemerintah membayar utang kesejahteraan kepada rakyat. Rakyat tak butuh imbauan dan janji, tetapi tindakan kongkret. Kebutuhan pokok terjangkau. Kebutuhan dasar terpenuhi. Rakyat benar-benar hidup dari tanah dan air negerinya, bukan menonton negerinya dieksploitasi.
Betapa malangnya rakyat Indonesia yang elite politiknya silau dengan kekuasaan. Politisinya menutup mata terhadap kepentingan bangsa yang lebih besar. Laku politiknya minus keutamaan. Lalu, warisan (legacy) macam apa yang akan ditinggalkan oleh kepemimpinan politik macam ini?
Yonky Karman, Pengajar di Sekolah Tinggi Theologi Jakarta
KOMPAS, 2 Februari 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)