Thursday, February 6, 2020

2020 Tahun Keruntuhan?


Presiden Soeharto dulu diangkat kembali menjadi Presiden oleh MPR pada tahun 1997 setelah Pemilu di tahun tersebut. Banyak suara yang menganjurkan agar Pak Harto tidak melanjutkan kepemimpinannya. Dirasakan sudah cukup menjabat dan agar dapat mengakhiri dengan baik.

Akan tetapi beberapa pembisik mendorong agar Soeharto terus lanjut memimpin. Bisikan maut “rakyat masih membutuhkan Pak Harto” menyebabkan “racun kekuasaan” tersebut akhirnya diminum.

Pada 1998 terjadi lah gelombang aksi yang tak terprediksi. Ketidakpuasan rakyat memuncak dan Pak Harto tak mampu mengendalikan kondisi ekonomi.

Akhirnya semangat reformasi berhasil menjatuhkan Bapak Jenderal dari singgasananya. Kekuasaan telah menemukan momen untuk akhir ajalnya. Turun dengan tragis dalam proses tuntutan hukum. Karena pertimbangan kesehatan maka penuntutan terhenti. SKP3 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara) dikeluarkan.


Presiden Jokowi terpilih untuk kali kedua pada tahun 2019 yang lalu dengan berbagai upaya. Indikasi curang yang melibatkan KPU berproses hingga sidang MK. Namun MK membuldozer gugatan pasangan Prabowo-Sandi. Dikalahkan dengan telak. Prabowo menyerah dan siap mengabdi sebagai Menteri.

Setelah Jokowi dilantik, KPK dilemahkan dengan Revisi UU KPK. Nyatanya memang KPK lumpuh. Menghadapi kasus suap PDIP saja tampaknya KPK belepotan. Upaya menangkap Harun Masiku berputar-putar. Ceritanya jadi membosankan. Lebih tepatnya menjengkelkan, karena jadi kisah ajaib banyolan konyol yang sangat jauh dari akal sehat.

Jadilah kini tahun 2020 penuh dengan misteri. Misteri untuk berapa lama lagi beliau mampu bertahan. Orang dekat Presiden sudah mulai goyah. Moeldoko, Ketua KSP, ditarget Jiwasraya. Erick Thohir Menteri BUMN meramal dirinya tidak akan lama menjadi menteri.

Sri Mulyani bongkar rahasia soal sakit perut dan janji palsu Jokowi. Yasonna siap-siap mundur terbentur kasus Sompie. Denny Siregar sang pemuja Jokowi membuat sensasi dengan bernyanyi mengecam para menteri. Menyebut kinerja Jokowi di periode ini lebih buruk.


Peristiwa masa Pak Harto mungkinkah akan terulang? Yakni ketika para menteri satu persatu berlepas diri? Balik badan menyelamatkan diri. Megawati tersinggung dengan langkah KPK yang mengejar kader dan melawan dengan menusukkan pedang Jiwasraya ke Istana. Jokowi adalah figur lemah, kekuatannya ada di lingkaran orang-orang yang berebut menjadi penentu.

Ketika pembantu tak mampu diarahkan, para menteri berjalan sendiri-sendiri, pendukung rakus menikmati kue di berbagai posisi, maka sinyal akhir kekuasaan semakin mendekat. Jika andalan rezim Jokowi di periode kedua adalah China, maka kini China sedang bermasalah. Virus corona menjadi lawan prioritas. Jokowi coba melompat ke sana-sini hingga ke Timur Tengah. Tapi itu bisa tak berarti. Ia sudah terkepung dari semua sisi.


China bisa marah karena terkhianati. Ia coba menggertak dengan manuver coast guard di kepulauan Natuna. Namun sang virus terlalu cepat datang hingga konsentrasi menjadi hilang. Situasi domestik rawan dan perlu penanganan. Xi Jinping mulai seperti orang sinting. Panik warganya diusir-usir. Etnis China dibenci dan "ditakuti" karena menjadi sumber dan penyebar penyakit.

Tahun 2020 adalah tahun rawan bagi rezim. Analis moderat sudah sampai pada pernyataan “tidak akan kuat hingga 2024”. Sementara angin bertiup tak terduga. Jiwasraya menjadi pembuka malapetaka bagi “istana”. Kasus semakin banyak terbuka. Rakyat gelisah tak jelas akan dibawa ke mana oleh sang pemimpin. Bisa-bisa 2020 menjadi tahun Jokowi “hands up” dan tak mampu berdiri lagi.

Rakyat tentu berfikir mencari opsi yang terbaik. Negeri tak bisa dibiarkan tenggelam bersama kerakusan para penikmat kekuasaan.

M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik
Gelora News, 5 Februari 2020

No comments: