Bagi Jim Clemmer (2009), pemimpin harus mampu membuat perbedaan. Itulah semangat utama yang mesti dimiliki seorang pemimpin. Tampil beda dengan gagasan yang kuat akan mengantarkan seseorang menduduki posisi penting dalam pemerintahan.
Seorang pemimpin, bagi pemikir terkemuka Amerika Utara itu, juga harus memiliki keotentikan. Para pemikir yang otentik membangun kepercayaan yang menjembatani celah-celah pemisah antara “kami dan mereka”. Para pemimpin seperti itu memiliki integritas dan konsistensi yang tinggi. Mereka mengembangkan lingkungan yang penuh keterbukaan dan transparansi, yang menampilkan masalah-masalah yang sebenarnya.
Pemimpin itu berintegritas. Integritas seorang pemimpin dapat dilihat dari sepak terjang (track record) sejak ia masuk di gelanggang politik. Integritas itu terbangun atas usaha dan karya pribadi yang mempribadi. Ia hadir bukan karena polesan dan goresan wartawan. Namun, tulus ikhlas bekerja, berusaha, dan berkarya sekaligus menjadi panutan bagi masyarakat. Inilah dalam bahasa Ki Hajar Dewantara yang disebut sebagai ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Lebih lanjut, seorang pemimpin selayaknya mempunyai konsistensi yang tinggi. Konsistensi itu dapat dilihat dari kata dan laku. Apa yang mereka ucapkan merupakan janji suci kehidupan. Kata bukan hanya menggerakkan lidah, tapi juga mewujud dalam keseharian, sehingga ia tak mudah mengumbar janji. Kata dan laku seorang pemimpin harus selaras, sabda pandita ratu, tan kena wala-wali.
Tahta merupakan amanat kepemimpinan. Artinya, seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang bersih dan selalu berjuang (bertekad) untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat menjadi program utama seorang pemimpin bangsa. Seorang pemimpin bangsa harus mau dan rela meninggalkan (meletakkan) segala atribut yang pernah melekat dalam dirinya ketika menjadi pemimpin (presiden). Tanpa hal itu, akan sulit mewujudkan kepemimpinan yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Pada akhirnya, mari mencermati sosok calon pemimpin bangsa Indonesia dalam hajatan pemilihan presiden 9 Juli. Pilihlah pemimpin yang bisa ngemong (mengasuh) dan menjadi pamong praja (pemimpin peradaban).
Benni Setiawan,
Dosen Universitas Negeri Yogyakarta
TEMPO.CO, 24 Mei 2014
No comments:
Post a Comment