Wednesday, April 25, 2012

KPK “Melempem”


Sebagian besar orang Indonesia pasti sudah tahu apa arti kata ”melempem”. Ya, macam kerupuk keanginan: kalau digigit tidak lagi berbunyi “kriyuk-kriyuk”, tetapi seperti kita menggigit tempe yang tidak berbunyi apa-apa. Akan tetapi, kita hendaknya jangan menyamakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tempe. Itu suatu penghinaan!

Bung Karno dulu selalu mengatakan, “Bangsa kita bukan bangsa tempe.” Tempe dalam konteks kata-kata Bung Karno berarti makanan yang inferior sehingga dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang murahan. Kalau kita katakan KPK “melempem” bolehlah karena nyatanya memang seakan-akan KPK ”keanginan”. Macam kerupuk tadi, angin yang tidak kelihatan, tetapi baunya menyengat sehingga rakyat merasa mual: mau muntah.


Betapa tidak! Tempo hari KPK berjanji mau memeriksa seorang tokoh penting. Mana buktinya? Sampai sekarang tidak nyata. Yang ada malah isu tentang perpecahan unsur pimpinan KPK. Ini pun kemudian dibantah sendiri. Katanya bukan perpecahan, melainkan perbedaan pendapat.

Fokus perhatian kita pun berubah arah: bukan pada pemeriksaan tokoh penting itu, melainkan pada perbedaan pendapat.

Sebelumnya ada salah seorang pimpinan KPK yang mengatakan bahwa dua orang yang bersaksi di sidang pengadilan di bawah sumpah belum cukup dijadikan alat bukti untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka. Kata sang anggota pimpinan KPK tersebut, menurut KUHAP masih harus ada alat bukti lain.

Waduh! Dua saksi, apalagi keterangan itu diberikan di bawah sumpah di depan sidang pengadilan, bukankah sudah lebih dari cukup untuk dijadikan sebagai alat bukti permulaan?

5 Pendekar KPK

Krisis Kepercayaan?
Saya sebenarnya sudah mengenal Anas Urbaningrum dan Andi A Mallarangeng sewaktu keduanya menjadi anggota Tim 11 di bawah pimpinan (almarhum) Nurcholish Madjid dan Adnan Buyung Nasution yang bertugas menyeleksi partai politik yang akan mengikuti Pemilu 1999. Waktu itu mereka merupakan dua tokoh muda yang penuh semangat, berdedikasi tinggi, dan jauh dari terpaan isu korupsi. Menurut pendapat saya, mereka sebaiknya kini diperiksa oleh KPK supaya mereka tidak terombang-ambing oleh isu dan rakyat pun cepat dapat mengetahui kebenarannya.

Sekarang mengapa semua unsur pimpinan KPK menjadi kuthuk-kuthuk alias diam, tidak bersuara galak seperti ketika baru dilantik dulu?

Belum lagi ditambah kenyataan bahwa mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari telah dinyatakan sebagai terdakwa oleh Kejaksaan Agung atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi. Apakah ini bukan menjadi porsi KPK untuk memeriksanya?


Apakah sudah ada kesepakatan baru yang rakyat tidak tahu ataukah ini sekadar menandakan adanya krisis kepercayaan kepada KPK?

Saya termasuk orang yang tak setuju apabila KPK dibubarkan. KPK sebagai lembaga superbody dalam pemberantasan korupsi harus tetap dipertahankan keberadaannya sampai korupsi benar-benar hilang dari bumi Indonesia. Akan tetapi, tentu dengan catatan, KPK yang benar-benar bisa diandalkan; tidak melempem seperti sekarang, yang mudah masuk angin.

Perbedaan pendapat di antara pimpinan yang bersifat kolektif boleh-boleh saja dan hal itu pasti tidak bisa dihindari. Akan tetapi, yang penting di antara pimpinan itu harus to make the best of it sehingga selalu bisa dicapai keputusan yang kompak tanpa ada saling menjegal di dalam.

Adi Andojo Soetjipto, Mantan Hakim Agung
KOMPAS, 24 April 2012

No comments: