Semester I-2009 Masa Kritis
Gubernur Bank Indonesia Boediono mengatakan, puncak krisis global akan terjadi pada semester I-2009. ”Jika kita mampu bertahan pada semester I ini, maka kita akan selamat,” katanya, Selasa (3/2/2009) di Jakarta.
KOMPAS, 4 Februari 2009
1 comment:
BELAJAR DARI SEJARAH PASCA TUMBANGNYA ORDE LAMA
(Cuplikan Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto di depan sidang DPR-GR, 16 Agustus 1968)
Persoalan-persoalan Nasional jang terpokok itulah jang harus kita djawab sendiri sekarang ini. Mendjelang peringatan Ulang Tahun Kemerdekaan kita, djawab itu sangat penting artinja. Saat ini, segala perasaan dan hati nurani kita, marilah kita tjurahkan kepada renungan setjara Nasional dan menda-lam ini. Hasil renungan ini harus kita djadikan pendorong untuk berbuat lebih baik, berbuat lebih banjak dan berbuat lebih njata untuk mengisi kemerdekaan kita. Setiap Ulang Ta-hun Kemerdekaan hendaknja benar-benar kita djadikan pem-baharuan tekad untuk menjelesaikan perdjoangan kemerde-kaan.
Pembaharuan tekad perdjoangan itu, terus terang sadja, un-tuk sebagian besar harus dilakukan oleh mereka jang tergo-long pemimpin-pemimpin Rakjat, oleh pedjabat-pedjabat Nega-ra — baik ABRI maupun sipil —, oleh pengusaha-pengusaha swasta kita, pendeknja, oleh mereka jang tergolong dalam „lapisan” atas dan lapisan „pertengahan” susunan masjarakat kita dewasa ini. Sebagian ketjil daripada kita, memang telah merajakan nikmat kemerdekaan ini; sebagian ketjil diantara kita telah mampu hidup dengan sangat lajak, sebagian ketjil diantara kita telah mempunjai djaminan dihari tua dan masa depan jang menenteramkan hati; sebagian ketjil diantara kita telah mampu menikmati kemakmuran lahiriah.
Akan tetapi dilain pihak, sebagian besar Rakjat masih me-rasakan perdjoangan hidup sehari-hari jang masih sangat be- rat; masih memerlukan lapangan pekerdjaan jang baik, masih memerlukan penghasilan jang lebih lajak, masih memerlukan pangan dan sandang jang tjukup, masih memerlukan sekolah anak-anaknja, masih memerlukan perumahan jang sehat, ma-sih memerlukan djaminan hari tua jang dapat didjagakan; pen-deknja mereka masih banjak memerlukan kebutuhan lahir dan ketenteraman batin.
Inilah tanda jang djelas, bahwa isi kemerdekaan kita itu masih merupakan satu perdjoangan tersendiri! Seperti jang pernah saja tegaskan, thema terpenting perdjoangan kita pada taraf sekarang ini adalah perdjoangan pembebasan Rakjat dari kemelaratan! Perdjoangan itu adalah bekerdja-keras buat pem-bangunan; oleh karena kesedjahteraan Rakjat hanja dapat di-tjapai melalui pembangunan besar-besaran. Oleh karena itu, pada pelaksanaan pembangunan disegala bidang inilah segala perhatian dan kemampuan harus kita pusatkan.
Dengan segala pengorbanan dan penderitaan, kita telah me-rebut dan menegakkan kemerdekaan Nasional. Kemerdekaan jang kita peroleh bukan sekedar berarti membebaskan diri dari kekuasaan asing, bukan berarti sekedar kemerdekaan politik dan berpemerintahan sendiri. Melainkan dengan kemerdekaan itu kita akan mewudjudkan kehidupan jang lebih baik lahir dan batin; kita akan mewudjudkan kehidupan jang mulia sesuai dengan harkat dan martabat kita sebagai machluk Tuhan.
Tjita-tjita kemerdekaan kita, sama sekali bukan sekedar ke-makmuran buat sebagian diantara kita; melainkan kemakmur-an dan keadilan bagi seluruh Rakjat Indonesia. Tudjuan Nasio-nal kita bahkan lebih djauh daripada itu, kita memperdjoang-kan djuga terwudjudnja satu dunia jang damai abadi, kita memperdjoangkan terwudjudnja kebahagiaan lahir dan batin bagi seluruh ummat manusia, kita memperdjoangkan terwu-djudnja kemerdekaan bagi setiap Bangsa didunia, kita menen-tang setiap pendjadjahan dalam bentuk apapun djuga, — baik pendjadjahan setjara lahiriah maupun pendjadjahan ekonomi maupun pendjadjahan ideologi.
Akan tetapi, sementara kita memperdjoangkan tjita-tjita jang besar dan mulia itu, kita djuga wadjib tetap berdiri diatas kenjataan. Kita wadjib sadar akan keadaan dan kemampuan jang kita miliki. Kita wadjib dengan tenang meneliti keadaan kita sendiri setiap waktu, tanpa sedikitpun lengah terhadap tudjuan djangka pandjang.
Kita wadjib menserasikan harapan dan kenjataan!
Harapan dan kenjataan memang selalu merupakan bagian jang terpenting bagi perdjoangan hidup setiap Bangsa, bahkan merupakan perdjoangan hidup setiap ummat manusia.
Harapan jang terlampau tinggi harapan jang tidak berpi-djak pada kenjataan sama halnja dengan suatu impian atau lamunan kosong; lebih-lebih apabila harapan itu tidak disertai suatu usaha njata, tidak disertai suatu perdjoangan. Harapan jang terlampau tinggi dan terlepas dari kenjataan dapat ber-akibat sangat buruk, jaitu timbulnja ke-putus-asa-an. Sebalik-nja, apabila kita hanja terpaku kepada kenjataan, lebih-lebih apabila hanja jang kita hadapi setiap hari; maka kita akan kehilangan semangat untuk mentjapai harapan dan tjita-tjita.
Hendaknja kita sadar bahwa sesuatu Bangsa jang kehilangan semangat sebenarnja telah merupakan Bangsa jang mati; oleh karena Bangsa itu telah kehilangan djiwa hidupnja, telah ke-hilangan kemauannja. Tanpa kemauan kita tidak mungkin hidup terus, tanpa kemauan kita tidak mungkin bisa madju; sedang-kan kita, bukan sekedar mau hidup; melainkan kita mau madju. Oleh karena itu kita sama sekali tidak boleh (kehilangan sema-ngat dan memang tidak akan kehilangan semangat!
Saudara-saudara sekalian;
Kita harus pandai dan tepat menilai, kenjataan, kita djuga harus memegang teguh harapan dan tjita-tjita. Agar dengan demikian, kita tidak kehilangan pegangan; agar dengan demi-kian kita tidak kehilangan tempat berpidjak.
Post a Comment