Wednesday, August 5, 2015

Manajemen "Gerudugan"


Terdapat kesalahan mendasar dalam perpolitikan nasional. Akibatnya, tidak terbangunlah dasar-dasar manajemen untuk membangun Indonesia.

Terlihat dalam menatap berbagai kasus. Ibarat bermain bola menggunakan pola 4-4-2, tetapi ketika bola ke utara semua meng-gerudug ke utara, begitu juga saat bola ke selatan. Kemarin masyarakat sibuk membahas Budi Gunawan, lalu Engeline ––anak hilang yang ternyata dikubur di rumah sendiri–– dan terakhir soal Tolikara.

Bukan hanya media sosial yang gerudugan, melainkan juga pemerintah.

Ibarat kejadiannya di suatu dusun, Pusat serta-merta bergerak semua ke sana. Lalu, apa guna UU Otonomi Daerah? Bukankah Bupati bertanggung jawab dalam segala hal kecuali keuangan, pertahanan, dan hubungan luar negeri?

Lewat gerudugan, naluri keilmuan, keyakinan, dan kepentingan berkembang tanpa kendali. Semua merasa paling benar, kekuatan dibangun demi opini. Pikiran kita teradu domba, mengabaikan prinsip dasar manajemen, memberi peluang terjadi salah kelola di seluruh sektor pembangunan.


Semua merasa paling benar karena tujuan setiap pihak berbeda-beda. Kita tidak punya tujuan nasional yang menyatukan bangsa. Padahal, Prof Miriam Budiardjo lewat buku Dasar-dasar Ilmu Politik, mengajak seluruh anak didik mendalami Pembukaan UUD, satu-satunya naskah hukum yang tetap layak dipatuhi setelah UUD-nya kembar. Sayang, buku itu keliru menunjuk "tujuan negara" (halaman 45).

Tanpa mengurai alinea 1-2-3, alinea 4 ditunjuk sebagai tujuan negara, yaitu melindungi, kesejahteraan umum, mencerdaskan, dan ikut serta menjaga perdamaian dunia. Dari empat hal sumir itu, lahirlah "Manajemen Gerudugan" karena semua pihak berkewajiban mewujudkan yang seolah-olah tujuan negara itu.

Keempat hal itu tugas pemerintah. Alinea 4 didahului "kemudian daripada itu", menunjukkan betapa penting alinea 1-2-3 karena berisi hal-hal berkaitan dengan bangsa. Selanjutnya, agar pemerintah di alinea 4 mewujudkan "keinginan bangsa" lewat empat kegiatan dan segala tindakan berlandaskan Pancasila. Demikian hubungan antara alinea 4 dan lainnya yang menunjukkan tata kelola membangun peradaban Indonesia.


Alinea 1 berisi realitas jati diri, yaitu bangsa terjajah yang ingin melepaskan diri dari keterjajahannya. Alinea 2 berisi dinamika perjuangan yang telah dirintis, positioning (di depan pintu gerbang kemerdekaan), dan untuk apa harus merdeka (tujuan negara).

Isi alinea 3, prasyarat untuk sesungguhnya merdeka adalah hadirnya rahmat Allah yang didorong oleh keinginan luhur dari kita semua. Sedang tujuan negara ialah "mengantarkan rakyat agar merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".

Semua itu harus dilalui bertahap untuk mengubah peradaban dari bangsa terjajah menjadi merdeka yang bebas dari keterjajahan. Mau tak mau, langkah harus ditata secara bertahap dengan kesabaran level tinggi, berhadapan dengan keterbatasan negara dan kejamnya dinamika global.


GBHN
Bangsa Indonesia (alinea 1, 2, dan 3) harus memberikan arah dan prioritas untuk perubahan agar dilaksanakan oleh pemerintah (alinea 4). Tahapan perubahan adalah setelah merdeka, rakyat harus diupayakan agar bersatu. Hanya pada rakyat merdeka dan bersatu, setiap komunitas akan mampu berdaulat, memiliki nilai-nilai "adil" yang akan menjiwai hukum nasional. Dengan hukum itulah kemakmuran bersama akan dicapai.

Kini, berkat reformasi, rakyat Indonesia sudah merdeka, boleh bicara apa saja. Namun, itu justru membahayakan kelangsungan hidup bernegara, karena tidak mau bersatu, selalu curiga terhadap rekan sejawat dan saudara sendiri.

Kemerdekaan yang demikian malah bukan membangun kekuatan bangsa, justru kelemahanlah yang terjadi dan akhirnya mengundang intervensi asing, yang mengadu domba untuk menjarah sumber daya alam. Demikianlah perubahan spontanitas alamiah (by accident) sedang terjadi.


Padahal memang dituntut kesabaran revolusioner untuk bicara kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan. Itu semua butuh waktu.

Untuk mempercepat, diperlukan perencanaan menyeluruh, bertahap, berkelanjutan, yang disebut Garis Besar Haluan Negara (GBHN), alias perubahan by design. Perencanaan lengkap tersebut berisi uraian detail tentang manajemen bernegara khas Indonesia, sesuai kekhususan jati diri bangsa ini (mentalitas keterjajahan).

Kekhasan manajemen Indonesia adalah menarik garis lurus antara satu tahapan tujuan negara ke empat tugas pemerintah (alinea 4), dan menjabarkan dalam bentuk kegiatan ekonomi dan politik, lengkap dengan 5W1H (what, when, where, why, who, dan how). Dengan demikian, insya Allah akan mempermudah dalam me-manajemen-i Indonesia ke masa depan.

Roch Basoeki Mangoenpoerojo,
Purnawirawan TNI
KOMPAS, 29 Juli 2015

No comments: