Monday, January 19, 2015

Charlie Hebdo dan Islam Yang Selalu Jadi Sasaran Fitnah Teroris


Kita tidak perlu mengalami serangan terbuka dengan senjata di saat damai untuk mengerti kejahatan terorisme. Kita, apapun agama dan latar kita, asalkan nalar kita sehat dan jiwa kita damai maka pasti terorisme kita kecam. Dilakukan oleh siapapun, untuk tujuan apapun terorisme membuat seluruh manusia merasakan kerugian.

Terorisme adalah pembunuhan tanpa dasar yang oleh Al-Quran dianggap sama dengan membunuh seluruh nyawa (QS 5:32). Terorisme bukan perang. Perang sekalipun ada hukumnya. Terorisme tidak ada hukumnya. Dalam perang, waktu mulai diumumkan, tentara dipersiapkan dan tentara hanya boleh membunuh tentara. Dalam perang, tentara tidak boleh membunuh jurnalis. Dalam perang tentara tidak boleh membunuh rakyat sipil. Perang di alam normal hanya bisa diumumkan oleh negara. Kelompok kecil tidak bisa mengumumkan perang. Maka apakah peristiwa serangan di Paris itu adalah perang? Saya katakan tidak! Itu terorisme.

Antara "Je Suis Charlie" dan "Je Suis Ahmed".

Maka dalam kerangka itu, kita semua sebagai bangsa beradab mengutuk tindakan penyerangan kepada kantor sebuah media. Maka sebagai bangsa beradab kita menyatakan simpati kepada korban dan keluarga yang ditinggal. Termasuk juga di antara korban meninggal, ada seorang muslim bernama Ahmed Merabet berumur 42 tahun. Ahmed terbunuh karena mengamankan sebuah kantor media yang saban hari memaki agama dan nabinya.

Setelah itu mari kita bertanya, apakah yang terjadi di Paris ini? Cukupkah pengertian kita tentang terorisme itu menjelaskan semuanya? Saya merasa lumayan bisa memahami secara rasional, tetapi terus terang banyak yang saya tidak mengerti.

Masih banyak persoalan yang harus di-"Iqra'!"

Pertama, kenapa Barat terus saja berjuang menisbatkan terorisme dengan Islam? Sebagai orang Islam, yang paling kita mengerti adalah bahwa kitalah orang-orang moderat akhir zaman. Dalam doktrin akidah Islam, justru agama ini diturunkan untuk mengobati ekstremisme manusia dan agama. Al-Quran dimulai dengan perintah membaca (Iqra’) karena hanya akal yang bikin nalar sehat. Orang bodoh (tidak pandang agama apapun), mudah menjadi tidak seimbang, marah, dan menjadi teroris. Karena itu, agama yang dimengerti dengan akal akan menjadi obat bagi siapapun termasuk Barat yang Sekular.

Menjadi ganjil bagi orang Islam jika secara terus menerus agama ini dijadikan sasaran fitnah (sebagai) teroris. Tidakkah Barat yang menganut prinsip kebebasan berpendapat dan kebebasan pers mengerti bahwa hal ini adalah masalah? Tapi seperti halnya kita bingung kalau ada pertanyaan “Islam yang mana?” Maka pertanyaan “Barat yang mana?” Juga membingungkan.

Iqra', iqra' dan iqra'! Baca, baca dan baca! dengan lebih seksama.

Siapakah yang paling bertanggung jawab menggunakan nama Islam untuk kegiatan terorisme? Dan siapakah yang paling bertanggung jawab mengasosiasikan tindakan terorisme kepada Islam? Sepertinya kita menghadapi dua kebodohan sekaligus atau kejahiliyahan yang memerlukan Iqra’. Pertama minoritas orang Barat yang tidak paham Islam dan kedua orang Islam yang juga tidak paham Islam.

Tentu ada banyak penjelasan yang lebih kompleks dari pertanyaan ini, tapi saya yakin inilah akarnya, marilah kita membaca kembali (Iqra’). Juga banyak hal yang perlu dipelajari tentang Eropa beserta latar belakang dan konteks dari peristiwa ini.

Hal kedua yang saya tidak bisa mengerti dapat dibaca dalam artikel berikut ini: Hebdo and Islam: Extreme dichotomies - Daily News Egypt (http://www.dailynewsegypt.com/2015/01/09/hebdo-islam-extreme-dichotomies/)

Presiden Jokowi seharusnya tidak tinggal diam.

Seharusnya Kita Bersuara
Sebetulnya Indonesia tidak boleh absen dalam perdebatan tentang Islam, Barat dan Terorisme. Sayang sekali Presiden kita diam. Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, harusnya beliau tampil mengajukan solusi. Karena kitalah yang paling tahu cara mengatasi “ekstremisme pemeluk agama” dan “terorisme kelompok bersenjata.” Sebagai negara Islam terbesar seharusnya solusi dan simpati datang dari kita. Kita harus bisa memukau Barat yang sedang bingung kenapa minoritas Islam, mereka anggap sebagai ancaman. Sudah saatnya Pancasila dan khazanah Islam kita mewarnai dunia tentang arah perdamaian dan persahabatan global. Dunia sedang kehilangan narasi, dan inilah narasi kita. Sukarno pernah memimpikan ini.

Saya membayangkan Presiden Indonesia berpidato di PBB dan membuat mata seluruh dunia terbelalak. Mereka berteriak: “Inilah jalan kita menyelesaikan konflik dan ketidakadilan di dunia selama ini!” Republik Indonesia membawa jalan keluar bagi dunia kita yang murung. Bisakah? Saya jawab “Kita Bisa!”

Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR RI 2014-2019
https://www.selasar.com/politik/charlie-hebdo-dan-islam-yang-selalu-jadi-sasaran-fitnah-teroris

No comments: