Saturday, December 24, 2011

Puisi dan Narasi tentang Sondang Hutagalung


Anak Moeda Bakar Diri

Toean, Anak Moeda ini jang berdiri di depan Istanamoe, boekan orang koerang sehat pikiran. Boekan joega orang soeroehan bagai kerbaoe ditarik hidoengnja.

Toean, Anak Moeda ini berdiri tegar dalam njala api. Ja, tiang api jang ditatap Moesa ketika membawa bangsanja keloear dari Mesir. Tiang api jang menjadi tanda seroe jang tertonggak di depan istanamoe.

Ini seroean !!!

Ini peringatan !!!

Moengkin tak lama ia berdiri. Ketika pada akhirnja kakinja gemetar dan tersoengkoer ….
Seperti itoe joega tatapnja pada nasib rejim Toean.
Merah Poetih melambaikan salam, dari tiang di depan istana,
….. diingatan terakhir.

(RIP. Sondang Hutagalung)
Sondang Hutagalung, 22 tahun, Ketua organisasi Himpunan Aksi Mahasiswa Marhenis Untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi). Termasuk aktivis komunitas Sahabat Munir.

oleh Edi Sembiring


sondang yang bakar diri

oleh landung simatupang

anak itu bicara dengan tubuhnya, bensin dan nyala api

ia mati di depan hidung kekuasaan

yang berlarut-larut mengecewakan

suka dusta, cuci tangan dan ingkar janji


[ :) tak apa. semua baik-baik saja
lihatlah barang empat-lima hari
semua juga segera lupa. :) ]

bapak, memang begitulah biasanya

tapi yang ini berbeda: memberimu isyarat, bahkan aba-aba

untuk sigap mengubah diri atau menyingkir dini

waktu mendesak, bapak;

di mana-mana berkobar api!



Muak dan Jijik

Oleh N. Ketaren

Martir !!!
Sondang Hutagalung adalah martir bagi buta dan tulinya Rezim SBY.

Muak !!!
Sondang Hutagalung adalah pemuda yang muak melihat kemunafikan dan keserakahan SBY dan keluargannya.

Jijik !!!
Sondang Hutagalung adalah mahasiswa yang jijik melihat perilaku koruptif SBY dan kroninya.

Negeri ini butuh TNI dan Pemuda Mahasiswa yang jijik dan muak yang bersedia menjadi martir atas kebusukan rezim SBY penjual negeri ini.



Catatan Penyadaran:

Sondang Hutagalung tidak menyakiti fisik siapa pun, kecuali membakar fisiknya sendiri. Apakah ia frustrasi? Tidak! Kalau ia frustrasi mungkin ia akan menggantung dirinya di kamar, bukan membakar tubuhnya di depan Istana Negara, simbol dari kekuasaan di negeri ini.

Silahkan Anda tidak setuju dengan metode perjuangannya, tetapi tidak perlu menghinakannya. Keberaniannya tidak untuk menyakiti siapa pun, tetapi membangunkan kepengecutan kita yang cuma jadi penonton di televisi terhadap berbagai ketidakadilan akibat korupsi, mafia hukum, dan pelanggaran HAM di negeri ini.

Kita menjadi bangsa yang mudah lupa dan bersembunyi di ruang zona nyaman kita, bahkan mendekati apatis dan tidak peduli, tanpa tindakan nyata untuk melawan ketidakadilan yang makin merajalela di negeri ini.

Sondang membangunkan kita dan mengajak kita untuk keluar dari ruang zona nyaman kita guna melawan ketidakadilan hingga titik darah penghabisan!

(Bang AYE)

Sumber:
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/

No comments: