Menurut kepercayaan sebagian masyarakat, Gunung Tidar pada mulanya hanya ditinggali oleh para jin dan setan yang konon dipimpin oleh salah satu jin bernama Kiai Semar. Kiai Semar tidak sama dengan tokoh Semar dalam dunia pewayangan. Kiai Semar yang menguasai Gunung Tidar ini konon jin sakti yang terkenal seram. Setiap ada manusia yang mencoba untuk tinggal di sekitar Gunung Tidar, maka tak segan Kiai Semar mengutus anak buahnya yang berupa raksasa-raksasa dan genderuwo untuk memangsanya.
Alkisah, datanglah seorang manusia yang terkenal berani untuk mencoba membuka wilayah Tidar untuk ditinggali. Ksatria berani ini berasal dari tanah jauh. Konon ia berasal dari negeri Turki, bernama Syekh Bakir, dan ditemani oleh Syekh Jangkung. Kedua syekh ini disertai juga oleh tujuh pasang manusia, dengan harapan dapat mengembangkan masyarakat yang kelak mendiami wilayah itu.
Mendengar kabar itu, Kiai Semar murka. Diseranglah mereka oleh anak buah Kiai Semar, dan tiada seorang pun yang selamat kecuali Syekh Bakir yang sakti, saleh dan sabar. Setelah bertapa selama 40 hari 40 malam, ia bertemu dengan Kiai Semar.
"Hei, Ki Sanak, berani benar kau berada di wilayah kekuasaanku tanpa permisi. Siapakah engkau dan apa maumu berada di wilayah ini," kata Kiai Semar.
"Duh penguasa wilayah Tidar, ketahuilah olehmu bahwa namaku Syekh Bakir, asalku dari negeri Turki nun jauh di sana. Adapun kedatanganku kemari untuk membuka tempat dan aku akan tinggal di sini bersama saudara dan sahabatku," jawab Syekh Bakir dengan tenang.
"Adakah kau tahu bahwa daerah ini adalah daerah kekuasaanku? Siapa pun tak boleh tinggal di sini. Jika tiada peduli, maka aku akan mengutus anak buahku untuk menumpas kalian tanpa sisa."
"Hai engkau yang mengaku sebagai penguasa Tidar. Tidakkah kau tahu bahwa tiada yang dapat melebihi kekuasaan Allah? Allah menciptakan manusia untuk menjaga dan memelihara alam semesta ini, bukan untuk menguasainya secara semena-mena," kata Syekh Bakir.
"Hai manusia, sebelum kemarahanku memuncak, tinggalkan tempat ini. Ketahuilah bahwa tempat ini sudah menjadi milikku, dan jangan mencoba merampasnya!"
Syekh Bakir terdiam. Mendengar ancaman Kiai Semar, ia lalu mengalah. Syeh Bakir pun meninggalkan tempat itu. Bukan berarti ia menyerah kalah. Tetapi sebaliknya Syekh Bakir hendak menyiapkan diri dengan lebih baik untuk mengalahkan Kiai Semar dan bala tentaranya.
Sesampai di negeri Turki, ia mengambil sebuah tombak sakti yang bernama Kiai Panjang. Selain itu, ia pun menyiapkan lebih banyak lagi manusia yang akan diajak serta untuk membuka tempat tinggal baru di Tidar.
Sesampai kembali di Tidar, berpasang-pasang manusia yang diajak oleh Syekh Bakir tinggal lebih dulu di daerah sebelah timur Gunung Tidar yang sekarang dikenal dengan nama desa Trunan. Konon desa itu berasal dari kata "turunan". Ada yang mengatakan arti dari turunan itu adalah keturunan, tetapi ada juga yang menganggapnya sebagai daerah pertama kali sahabat-sahabat Syeh Bakir diturunkan dan tinggal di tempat itu untuk sementara waktu.
Setelah itu Syekh Bakir berangkat sendiri ke puncak Gunung Tidar untuk bersemadi. Tombak pusaka sakti Syekh Bakir ditancapkan tepat di puncak Tidar sebagai penolak bala. Dan benar, tombak sakti itu menciptakan hawa panas yang bukan main bagi Kiai Semar dan wadyabalanya.
Mereka pun lalu lari tunggang-langgang meninggalkan Gunung Tidar. Kiai Semar dan sebagian besar tentaranya melarikan diri ke arah timur dan konon hingga sekarang menempati daerah di sekitar Gunung Merapi yang masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai wilayah yang angker. Dan sebagian lagi ada yang melarikan diri ke Alas Roban dan bahkan ada juga yang tinggal di Gunung Srandil. Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan dimakamkan di Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak Kiai Panjang.
Dengan adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk halus. Syehh Bakir pun akhirnya memboyong sahabat-sahabatnya untuk membuka tempat tinggal baru di kawasan Gunung Tidar dan sekitamya.
Sumber: Dorothea Rosa Herliany, Cerita Rakyat dari Kedu, Penerbit Grasindo
Konon menurut cerita Almarhum Ayah saya (KM Bakir), dua orang tokoh dalam kisah inilah yang menginspirasi Kakek (KH Siraj Mursyid) ketika memberi nama kepada anak laki-lakinya yang keempat.
Wallahu a'lamu bish-shawaab.
Muhammad Baqir dalam Sejarah Islam
Muhammad Baqir adalah Imam kelima dalam tradisi Syiah yang bergelar al-Baqir. Beliau adalah putra dari Ali Zainul Abidin yang bergelar as-Sajjad. Sedangkan Ali Zainul Abidin adalah putra Husein bin Ali al-Murtadla. Husein yang bergelar asy-Syahid adalah putra Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah az-Zahra binti Muhammad Rasulullah saw. Jadi Muhammad Baqir adalah buyut dari Nabi Muhammad saw.
Sumber: aljawad.tripod.com
1 comment:
http://www.jeparadisemebeland.com ,kch gan infonya salam kenal
Post a Comment