Kisah Donald Trump dan Elon Musk: tragedi atau komedi?
Pada 5 Juni 2025, Elon Musk secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap pemakzulan Presiden Donald Trump.
Itu terjadi saat Musk membalas unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) dari Ian Miles Cheong, yang menulis:
“Trump should be impeached and JD Vance should replace him.”
(Trump harus dimakzulkan dan Wapres JD Vance menggantikannya).
Musk menjawab hanya satu kata: “Yes.”
Keesokan harinya, dunia maya menyaksikan gempa susulan yang lebih dahsyat.
Masih di platform X, Elon menulis: “Saatnya menjatuhkan bom besar: @realDonaldTrump tercantum dalam dokumen Epstein. Itulah alasan sebenarnya mengapa dokumen itu belum dipublikasikan. Semoga harimu menyenangkan, DJT!”
Dokumen Epstein merujuk pada arsip investigasi Jeffrey Epstein, finansier yang terlibat dalam skandal perdagangan seks dan pelecehan anak di bawah umur.
Jika tuduhan Musk benar, ini bukan sekadar bom. Ini meteor. Mungkin peluru terakhir dalam drama pemakzulan Donald Trump.
Mari kita tarik waktu ke belakang, ke tahun 2016. Trump baru saja menang. Hampir seluruh elite Silicon Valley menutup pintu. Tapi Musk melangkah masuk. Ia bergabung dalam Presidential Advisory Forum —melawan arus.
“Saya lebih baik berada di meja diskusi, mempengaruhi arah kebijakan, daripada berada di luar dan hanya mengeluh,” ujar Musk saat itu.
Tahun-tahun awal tampak hangat. Di balik layar, Musk melobi kebijakan energi hijau, teknologi luar angkasa, dan kontrak pemerintah. SpaceX tumbuh. Tesla meledak. Mereka tak selalu sejalan, tapi saluran komunikasi tetap terbuka.
Trump membalas pujian itu. Ia menyebut Musk sebagai “jenius paling berguna bagi Amerika.” Ia bahkan menunjuknya sebagai penasihat informal untuk DODGE. Ini Departemen Opportunity, Growth, and Development of the Economy.
Mereka tampil bersama dalam peluncuran proyek broadband pedesaan lewat Starlink. Pada Januari 2025, mereka difoto makan malam bersama para taipan industri. Banyak yang percaya: poros Trump–Musk adalah duet masa depan Amerika. Namun, di balik layar, benih perpecahan mulai tumbuh.
Musk terkejut. Ia telah memindahkan pabrik Tesla ke Texas. Menyerap puluhan ribu pekerja lokal. Membangun rantai pasok dalam negeri. Namun Trump tetap mengecam EV sebagai pengkhianatan.
Lebih jauh, Trump menyerang Starlink. Ia menyebutnya “alat globalis” dan mengisyaratkan ancaman penyelidikan kongres. Saham Tesla sempat anjlok 6% dalam dua hari setelah pidato Trump. Musk kehilangan lebih dari 14 miliar USD hanya dalam 48 jam.
Sakit itu datang bukan dari musuh. Tapi dari tangan yang dulu bersalaman sebagai sahabat.
Banyak yang tahu bahwa Elon Musk menyumbangkan sekitar $277 juta. Itu setara Rp4,5 triliun, untuk mendukung kemenangan Donald Trump dan Partai Republik dalam Pemilu 2024.
Jumlah ini menjadikannya donor individu terbesar dalam siklus pemilu tersebut. Dananya disalurkan melalui sejumlah Political Action Committees (PAC), termasuk America PAC yang ia dirikan sendiri.
Kini, setelah segala bentuk dukungan itu, Musk justru menyerukan: Setuju Trump dimakzulkan. Dipecat dari kursi presiden.
Sebelumnya, dunia menyaksikan bromance paling berpengaruh di planet ini: Elon Musk dan Donald Trump. Dua raksasa ego. Dua pusat gravitasi kekuasaan. Satu di dunia teknologi. Satu di panggung politik.
Hubungan mereka tampak personal. Penuh gestur saling puji, saling dukung, dan saling tampil. Elon Musk bahkan menyebut dirinya sebagai “teman pertama” presiden.
Kita memetik tiga pelajaran dari kisah Donald Trump dan Elon Musk.
Pelajaran pertama: politik bisa menghancurkan persahabatan, bahkan yang tampak tak tergoyahkan. Elon dan Trump adalah simbol bahwa loyalitas personal tidak cukup bila bertentangan dengan prinsip.
Seakrab apa pun hubungan, jika arah moral tak lagi sejalan, perpisahan adalah keniscayaan. Bahkan untuk dua orang yang terbiasa berdiri di pusat panggung, kebenaran kadang datang dari bayangan.
Ia menyebut RUU itu sebagai “menjijikkan.” Mungkin dunia butuh lebih banyak Musk: figur yang rela melawan arus ketika prinsip dikorbankan.
Pelajaran ketiga: retaknya dua tokoh ini adalah simbol pertarungan nilai. Trump mewakili nostalgia, populisme, dan retorika masa lalu. Musk mewakili masa depan, teknologi, dan imajinasi melampaui zaman.
Pecahnya mereka adalah simbol zaman yang sedang berbelok —antara mereka yang ingin mengulang masa lalu, dan mereka yang ingin menciptakan masa depan.
Musk, meski jenius, kadang melompat terlalu cepat. Ia percaya teknologi adalah jawaban segalanya, padahal dunia juga butuh hati, bukan hanya algoritma.
Dari retaknya mereka, kita belajar: yang paling setia bukan kawan, uang, atau kekuasaan —melainkan nilai. Dan dalam sejarah manusia, mereka yang mempertahankan nilai, meski kehilangan segalanya, justru menciptakan warisan yang abadi.
Senator Barry Goldwater dan Presiden AS, Richard Nixon.
Kita pernah melihat kisah serupa dalam sejarah: persahabatan Senator Barry Goldwater dan Richard Nixon.
Goldwater, awalnya pendukung fanatik Nixon, akhirnya memimpin Partai Republik untuk meminta Nixon mundur dalam skandal Watergate. Katanya: “The party is bigger than one man.”
Kini sejarah berulang —dengan wajah dan teknologi berbeda. Dalam dunia yang terus berubah, aliansi bisa pecah. Namun nilai seperti rasa hormat, etika, dan visi jangka panjang harus tetap hidup.
Elon Musk, dengan segala kontradiksinya, menunjukkan: Bahkan raksasa pun punya batas kesabaran. Kadang, suara paling jernih datang bukan dari gedung politik, tapi dari mereka yang membangun dunia dengan mimpi dan logika.
Sebagai pemilik platform X, ia menyadari kekuatan narasi publik. Dengan mengalihkan sorotan ke skandal Epstein, Musk tak hanya membalas dendam atas kebijakan Trump yang merugikan bisnisnya. Ia juga mengukuhkan citranya sebagai whistleblower yang berani melawan kekuasaan korup.
Di dunia di mana reputasi adalah mata uang baru, langkah ini bisa jadi kalkulasi genius: mengubah kerugian finansial menjadi keuntungan simbolis. Di zaman yang menghitung reputasi seperti saham, Musk tak meratap saat nilainya jatuh. Ia menciptakan pasar baru: pasar moralitas yang disiarkan langsung dari layar handphone kita.
Jakarta, 7 Juni 2025
Ditulis Oleh: Denny JA
www.facebook.com/DennyJAWorld
Referensi:
• OpenSecrets.org. “Top Individual Contributors: 2024 Cycle.” Center for Responsive Politics. https://www.opensecrets.org
• X.com / @elonmusk tweet, June 5–6, 2025.