Friday, September 5, 2014

Buku


David C. McClelland (1917-1998) adalah seorang psikolog sosial asal Amerika Serikat yang tertarik pada masalah-masalah pembangunan. McClelland mempertanyakan, mengapa ada bangsa-bangsa tertentu yang rakyatnya bekerja keras untuk maju, dan ada yang tidak. Dia membandingkan antara bangsa Inggris dan Spanyol, yang pada abad ke-16 merupakan dua negara raksasa yang kaya raya. Sejak saat itu, Inggris terus berkembang menjadi semakin besar. Namun Spanyol menurun menjadi negara lemah. Mengapa bisa terjadi demikian? Apa penyebab timbulnya ketimpangan kemajuan tersebut?

Berdasarkan tuturan Arief Budiman dalam buku Teori Pembangunan Dunia Ketiga (1995), setelah mencari beberapa aspek melalui penelitian dan pembuktian yang nyata, akhirnya McClelland menemukan jawabannya. Ternyata faktor penentu perbedaan itu terletak pada (buku) cerita dan dongeng anak-anak yang terdapat di kedua negeri tersebut. Kelihatannya, dongeng dan cerita anak-anak di Inggris pada awal abad ke-16 itu mengandung semacam virus yang menyebabkan pembacanya terjangkiti penyakit “butuh berprestasi” (need for achievement). Sedangkan cerita anak dan dongeng yang ada di Spanyol didominasi oleh cerita romantis, lagu-lagu melodramatis, dan tarian yang justru membuat penikmatnya lunak hati (lembek), dan meninabobokan.


McClelland juga mengumpulkan 1.300 cerita anak-anak di banyak negara dari era 1925 dan 1950. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa cerita anak-anak yang mengandung nilai achievement (hasrat berprestasi) yang tinggi pada suatu negeri selalu diikuti oleh adanya pertumbuhan yang tinggi pula pada negeri itu dalam kurun waktu 25 tahun kemudian. Penelitian McClelland menghasilkan satu kesimpulan: buku (bacaan) mempunyai kekuatan untuk mengubah seseorang.

Setelah keputusan Mahkamah Konstitusi, yang mengukuhkan pengusung revolusi mental Jokowi-JK menjadi Presiden-Wakil Presiden RI ke-7, jika merujuk pada hasil penelitian McClelland, maka salah satu strategi kebudayaan untuk melakukan revolusi mental adalah melalui buku.


Berdasarkan penelitian McClelland, perubahan mental di Spanyol dan Inggris membutuhkan waktu 25 tahun. Namun Jepang hanya memerlukan waktu “sangat singkat” untuk mengubah mental para generasi muda tentang sepak bola. Melalui penerbitan komik manga Captain Tsubasa yang untuk pertama kalinya terbit pada tahun 1994, pemerintah Jepang betul-betul melakukan revolusi mental. Hanya butuh waktu sewindu -terhitung dari pertama kali buku komik itu terbit- yakni pada 2002, berbagi bersama Korea Selatan, Jepang membuktikan mampu menjadi tuan rumah Piala Dunia sekaligus berhasil lolos ke babak kedua.

Pada titik kesadaran itu, kebijakan tentang perbukuan tidak bisa dianggap enteng dan sambil lalu begitu saja. Besar harapan saya, Jokowi memberi kesempatan kepada para stakeholder budaya baca, terutama yang diprakarsai oleh para penulis, penerbit, jurnalis, media massa, perguruan tinggi, dan para pegiat literasi, untuk bertemu dan secara khusus membahas hal-ihwal dunia buku, serta visi dunia penerbitan kita sebagai strategi kebudayaan dan “jalan cepat” menuju perubahan mental tersebut. Dan ini pula yang menjadi harapan para pengelola Taman Bacaan Masyarakat yang terlibat dalam Rembuk Budaya Baca di Yogyakarta pada 11-14 Agustus lalu.

Agus M Irkham,
Pegiat Literasi
KORAN TEMPO, 2 September 2014

No comments: