Tidak tahu mengapa, saya merasa harus segera menuliskan hal ini dan kemudian mengirimkannya ke Mojok.co. Saya tidak sering menulis, tapi saya akan mencoba menuliskan keresahan yang belakangan melanda saya. Ini adalah tulisan pertama saya dan semoga Anda berkenan membacanya.
Umur saya 23 tahun. Saya merupakan salah satu dari 3000 peserta program sarjana mendidik di daerah terpencil. Dan kini saya mengajar sekolah menengah pertama di pedalaman Aceh. Daerah penugasan saya sebetulnya tidak terlalu terpencil. Hanya saja di sini sinyal susah didapat, dan tidak ada angkutan umum. Di sini juga tidak ada jalan lain selain satu jalur utama yang medannya terjal, naik turun, dan di kanan kiri jurang tanpa batas pagar pengaman jalan dan tentu saja rawan longsor, serta listrik yang sering mati.
Saya tidak akan menceritakan pengalaman mengajar saya di sini. Namun hal lain yang saya kira memang perlu untuk ditulis dan dibaca banyak orang.
Kamis tanggal 26 Mei 2016, saya dipanggil Kepala Sekolah saya dan diberikan mandat untuk menjadi Wali Kelas. Saya mengira dipanggil karena anak di kelas saya ada yang tidak naik kelas. Ternyata saya dipanggil untuk sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari yang saya pikirkan. Saya diberitahu bahwa ada anak di kelas saya yang ditangkap polisi karena terlibat kasus pemerkosaan.
Ya, pemerkosaan. Bahkan, kata Kepala Sekolah saya, berita tersebut telah beberapa kali ditayangkan di televisi.
Selama menjadi wali kelasnya, berkali-kali saya harus menandatangani surat panggilan untuk walinya karena ia telah melakukan pelanggaran, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Berkali-kali juga saya membelanya di depan guru lain yang bermasalah dengannya. Dan tak terhitung berapa kali saya menahan tangis di depannya karena saya merasa tak becus menjadi orang tuanya di sekolah.
Akan tetapi, masalahnya kali ini begitu berbeda dengan semua kenakalan yang pernah ia perbuat.
Mendengar kabar itu saya langsung sakit hati. Saya merasa gagal menjadi orang yang paling bertanggungjawab untuknya di sekolah. Saya merasa, selama ini berarti dia tidak benar-benar mendengarkan nasehat saya. Saya sering kali memohon kepadanya untuk tidak berbuat yang tidak baik kepada teman-temannya. Ia mau menurut pada saat itu, dan tak pernah ia ulangi lagi setelah saya nasehati demikian. Namun yang terjadi ini malah tak pernah saya bayangkan akan ia lakukan. Dan inilah pertama kalinya bagi saya, memiliki murid yang tersandung kasus yang saya tak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi.
Mengapa dia bisa seperti itu? Mengingat di sini, di daerah penempatan saya, ganja dikonsumsi warga sebagai bumbu dan rokok, apakah betul karena itu? Orang-orang di sini bilang mungkin saja karena pengaruh ganja yang sering dihisap warga sini pada saat ada acara kumpul-kumpul. Kebetulan anak didik saya ikut kumpul pada malam itu. Apa benar anak didik saya menghisap ganja, mabuk, tak sadar, lalu mau saja disuruh abang kandungnya untuk ikut mencabuli istri abangnya itu? Saya sungguh tak habis pikir.
Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sekitar saya? Saat saya punya kesempatan buka portal berita online, isinya hanya berita kriminal yang semakin hari semakin mengerikan saja. Yang bahkan saya tak pernah berfikir bahwa cara-cara aneh seperti itu dilakukan oleh pelaku demi memuaskan nafsunya saja. Bahkan pelaku adalah anak SD, anak kecil, belum disunat, dan mungkin belum pernah mimpi basah.
Seingat saya, zaman saya SD tidak ada yang tahu apa dan bagaimana video porno. Tetapi anak SD di sini saat ini, sudah ada yang tertangkap guru karena sedang melihat video tak senonoh di gawai milik abangnya yang ia bawa ke sekolah. Seingat saya dulu waktu saya SMP, tidak ada laki-laki yang menggoda murid perempuan dengan brutal. Namun di sini saat ini, hampir setiap minggu ada saja siswi datang ke kantor sekolah sambil menangis dan mengaku telah dipegang-pegang oleh kawan-kawan lelakinya.
Anda boleh tidak percaya, tapi yang saya tulis ini benar-benar terjadi di sekitar saya. Ada apa sebenarnya? Apa yang salah sehingga anak-anak di sekitar saya sangat berbeda dengan kawan-kawan saya pada waktu saya bersekolah dulu? Dan ini tidak hanya terjadi di sini, seperti yang telah anda ketahui, ini terjadi di hampir semua tempat di Indonesia.
Kalau saya boleh mengutuk, saya sangat benci acara-acara TV yang mengumbar kemesraan dan mengumbar aurat. Anda boleh menyebut saya kolot dan sebagainya. Silakan! Namun saya menemui anak-anak di sekitar saya jadi menirukan apapun yang mereka tonton. Mereka tidak seperti kita, yang sudah paham bahwa segala sesuatu harus disikapi secara bijak. Mereka, anak-anak ini, belum sampai ke tahap itu. Mereka menganggap segala sesuatu yang ada di depan mereka sebagai hal yang boleh mereka tiru. Dan mereka belum siap dengan segala konsekuensi yang akan mereka terima ketika melakukan hal tersebut.
Kita tidak sedang membicarakan masalah tingkat pendidikan, keimanan ataupun moralitas. Tapi bukankah itu semua saling berhubungan? Dan tidak sedikit pelaku pelecehan seksual mengaku alasan mereka melakukan hal tersebut karena tergoda oleh penampilan korban. Kita bisa saja bilang “if her clothes provokes you, i should break your face because your stupidity provokes me”, kepada orang-orang yang mengerti. Tapi nyatanya masyarakat kita saat ini masih banyak yang belum memiliki pemahaman seperti itu.
Tapi, apa benar aurat penyebabnya? Atau ganja? Atau acara televisi? Atau internet? Atau kurangnya pemahaman akan agama? Atau para orangtua? Atau kami para guru?
Saya tidak mau berbicara perkara benar dan salah. Tapi saat ini saya merasa sangat bersalah. Dan saya tidak tahu pasti kenapa bisa demikian.
Thubany Amas
http://mojok.co/2016/06/apa-yang-sedang-terjadi-di-sekitar-saya/