Sejak era Soekarno dan Soeharto, bisa dibilang langkah-langkah Presiden selanjutnya tidak begitu istimewa. Gus Dur sempat menjadi fenomenal, tetapi peta politik waktu itu tidak memungkinkan ia mengambil langkah lebih jauh.
Dalam sepakbola, Jokowi adalah ibarat seorang pemain gelandang yang mampu berlari kuat di tengah hambatan pemain lawan. Gerak mengecohnya, pandangan matanya yang jauh untuk menempatkan bola pada kawan, membuat lawan selalu menebak-nebak langkah apa yang sedang dia lakukan.
Lihat saja saat ia hendak berangkat ke luar negeri.
Ia mengumpulkan jajaran TNI AD untuk merapatkan barisan, dan tentunya meninggalkan sebuah “pesan”. Pesannya adalah ketika ada sesuatu yang dinilai membahayakan, TNI harus turun ke lapangan. Dan ini sebuah perintah yang dipegang kuat oleh Panglima TNI.
Ia bisa saja membuat kebijakan sebelum berangkat, tapi tidak ia lakukan. Ia menunggu saat (momentum) untuk memukul. Ia justru menyampaikan keputusannya lewat Buya Syafii Maarif, orang yang sudah dianggap bapaknya sendiri, walaupun sebenarnya memang untuk disampaikan ke publik. Dengan jalan Buya yang menyampaikan ke publik bahwa Jokowi tidak akan melantik BG, maka ada dua reaksi yang dia tunggu.
Maka lihat, Plt Kapolri, Badrodin Haiti pun mengancam jika ada oknum di internalnya yang membangkang, maka ia akan langsung mengambil tindakan. Dan tiba-tiba semua kericuhan ini menjadi sunyi senyap. Lawan paham bahwa mereka dijebak. Mereka sempat “sekali” menyerang KPK, tapi tiba-tiba mundur dengan seksama.
Bisa diperhatikan, bahwa isu tidak jadinya BG dilantik mulai mendingin. Dan seperti biasa kelompok tertentu di Polri mengambil langkah. Mereka secara cepat menaikkan pangkat Budi Waseso dan mempersiapkannya untuk menjadi Kapolri.
Masalah BG sudah diselesaikan, tanpa menimbulkan kegaduhan. Masalah Budi lainnya melihat situasi yg berkembang. Tapi dengan pernyataan Buya bahwa Jokowi tidak mungkin melantik Budi Waseso karena ia zolim, kita sudah mulai meraba petanya.
Jokowi tidak hanya berkunjung ke berbagai negara. Rupanya ia sedang menyusun strategi lain dengan menggunakan waktunya. Ia mampu menjadi seperti seekor ular yang berdiam diri berhari-hari seolah menjadi sebongkah kayu, sehingga mangsanya lengah dan menganggap ia tidak berbahaya.
Menganalisa langkah-langkah Jokowi memang mengasyikkan. Baru kali ini kita sibuk menelaah apa yang terjadi. Ini seperti sebuah pendidikan politik. Kita jadi mengerti sistem kerja di KPK, jadi mengerti sistem kerja di Polri, dan mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa terasa kini kita menjadi lumayan pintar (lebih well informed), bahkan ada yang sudah merasa “sangat” pintar sehingga terjebak dalam teori konspirasi yang membuat rumit pikiran mereka sendiri.
(Catatan Redaksi: Tulisan ini saya dapat dari Postingan Seseorang dari Group Milis Salim Said serta juga ada di Twitter, http://chirpstory.com/li/251506. Dikarenakan sudut pandang analisisnya cukup menarik dan tidak menyerang nama baik seseorang maka meskipun saya masih kesulitan mem-verifikasi penulis asli —apakah benar yang nulis Bapak Dr. Salim Said atau bukan, dari info yang dapat tulisan: Denny Siregar— saya memutuskan untuk menayangkan tulisan ini. Terlepas setuju atau tidak setuju isinya, tulisan ini amat menarik. Selamat menikmati)
Dari Group Milis Salim Said
https://ferizalramli.wordpress.com/2015/02/11/langkah-kuda-dari-group-milis-salim-said/