“Merayakan Keragaman Imajinasi Menuju Literasi Indonesia Unggul” menjadi tema festival ini. Tema yang kontekstual itu dipadu dengan situasi yang belangsung di Indonesia, yaitu tengah bermekarannya beragam aktivitas produktif yang berbasis pada imaji.
Betul sekali nubuat Albert Einstein bahwa imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Karena itu, jika TBM ini ingin menjadi bagian dari apa yang disebut literasi Indonesia unggul, ia harus selalu terhubung dengan persoalan-persoalan kebangsaan serta isu-isu global sebagai sumber imaji dan gagasan, bukan terus berkutat pada persoalan internal, seperti koleksi buku yang kurang atau jumlah pengunjung yang sedikit. Kalau persoalan klasik dan klise ini yang terus-menerus diekspos, TBM tidak akan beranjak ke mana-mana dan tak akan move on. Tak jadi masalah bila TBM ini merupakan entitas kecil. Sebab, biarpun kecil, kalau produktivitasnya tinggi, tetap akan mewarnai Indonesia.
Kedua, ada produk yang dihasilkan. Produk yang didasari imaji dan pengetahuan sebagai titik pijak keberangkatan awal. Melalui produk tersebut, orang bisa mencandrai dinamika dari sebuah gerakan budaya baca. Wujudnya bisa bersifat fisik, seperti buku yang berisi kearifan lokal, alat permainan edukatif literasi, dan hasil praktek dari buku menjadi karya. Atau yang bersifat non-fisik, misalnya warung arsip digital, perangkat lunak (software) pengelolaan TBM/perpustakaan, serta game literasi gratis yang dipasarkan melalui Android.
Tanpa ketiga hal tersebut, keunggulan literasi akan tetap menjadi mimpi. Karena itu, agar mimpi ini menjadi kenyataan, diperlukan upaya merasionalkan imaji dan kegilaan tingkat tinggi dalam menekuninya.
Agus M Irkham,
Pegiat Literasi
KORAN TEMPO, 18 September 2014
1 comment:
salam hangat dari kami ijin menyimak sahabat
Post a Comment