شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ
Al-Hafizh Ismail bin Umar bin Katsir Al-Bashrawi Ad-Dimasyqi (700-774) yang lebih terkenal dengan sapaan Ibnu Katsir –rahmatullah ‘alaih, berkata mengenai ayat ini dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim (I/460-461; Darul Hadits), “Allah menyanjung bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lain karena bulan Ramadhan telah dipilih sebagai waktu diturunkannya Al-Quran Al-‘Adhim. Karena hal ini pula Dia mengistimewakannya."
Kitab-kitab Samawi: Al-Quran, Zabur, Taurat dan Injil.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kitab-kitab suci diturunkan kepada para nabi –‘alaihimussalaam, di bulan ini. Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah– [Al-Musnad VI/107] berkata; "Abu Said Maula Bani Hasyim telah bercerita kepada kami, Imran Abul Awwam telah bercerita kepada kami, dari Qatadah, dari Abul Malih, dari Watsilah yaitu Al-Asqa, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda,
أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان ، و أنزلت التوراة لست مضين من رمضان و الإنجيل لثلاث عشر خلت من رمضان و أنزل الله القرآن لأربع و عشرين خلت من رمضان
Telah diriwayatkan pula hadits dari Jabir bin Abdullah –radhiyallahu ‘anhu; “Bahwasannya Zabur diturunkan pada dua belas Ramadhan dan Injil pada sepuluh Ramadhan.” Sementara yang lainnya sebagaimana di atas yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih.
Adapun Shuhuf, Taurat, Zabur, dan Injil, maka diturunkan secara spontan kepada nabi yang menerima. Sedangkan Al-Quran diturunkan secara spontan di Baitul ‘Izzah yang berada di langit bumi. Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan di malam Qadar (lailatul qadar), berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Kami telah menurunkannya di lailatul qadar,” juga pernyataan-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya di malam yang penuh keberkahan.” Kemudian setelah itu turun berangsur-angsur berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Demikian itulah keterangan Ibnu Katsir.
Keberkahan Al-Quran nampak jelas dengan adanya riwayat-riwayat yang mengabarkan keutamaan dan keistimewaannya. Ia merupakan pedoman hidup seorang muslim, obat dari segala penyakit badan dan hati, dan banyak lagi keistimewaan lainnya. Allah berfirman:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لَا يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا خَسَارًا
Dari Abu Umamah Al-Bahili –radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Bacalah Al-Quran. Sebab pada hari kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pengembannya.” (HR Muslim)
Diriwayatkan pula dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang membaca Al-Quran dan mengamalkannya, pada hari kiamat orang tuanya akan dikenakan mahkota yang cahayanya lebih bagus daripada cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah di dunia. Lantas bagaimana menurut kalian dengan orang yang mengamalkannya?” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Sanadnya shahih”)
Berikutnya, Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma, meriwayatkan, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Puasa dan Al-Quran akan datang pada hari kiamat untuk mensyafaati hamba. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya dari makanan dan minuman di siang hari, oleh karena itu izinkanlah aku memberinya syafaat.’ Al-Quran berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya tidur malam, oleh sebab itu berilah aku izin untuk memberinya syafaat.’ Maka keduanya pun memberi syafaat.” (HR Ahmad, Ibnu Abiddunya, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim)
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Quran.
Orang-orang terdahulu memiliki perhatian luar biasa kepada bulan Ramadhan ini. Perhatian mereka ditunjukkan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Disebutkan bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum ajma’in, selama enam bulan pertama memanjatkan doa kepada Allah agar mereka disampaikan di bulan Ramadhan, kemudian di enam bulan setelahnya mereka berdoa agar mereka dipertemukan kembali dengan bulan mulia ini. Hal semacam ini tentu merupakan bukti kuat akan antusiasme mereka dalam menggapai pahala besar padahal secara umum mereka telah dijamin masuk surga.
Jika mereka yang jelas-jelas manusia yang dijamin surga saja begitu hebatnya dalam berlomba-lomba untuk meraih kebaikan, tentu kita sebagai manusia belakangan yang tidak ada yang menjamin surga, mestinya harus lebih semangat lagi untuk lebih banyak melakukan kebaikan.
Khususnya aktifitas membaca Al-Quran, mereka memiliki perhatian yang sangat besar. Dalam Lathaif Al-Ma’arif, Ibnu Rajab –rahmatullah ‘alaih, menyebutkan, “Kebiasaan orang-orang terdahulu di bulan Ramadhan ialah membaca Al-Quran, baik dalam shalat maupun selainnya.”
Malaikat Jibril –‘alaihissalam, selalu mendatangi baginda Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam, di setiap Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Pengkhususan Jibril pada bulan Ramadhan tentu menjadi sinyal kuat bahwa Ramadhan benar-benar waktu yang istimewa sehingga ia pantas menjadi waktu untuk tadarus Al-Quran.
Imajinasi Al-Malaikah.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas –radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Adalah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, merupakan sosok yang paling dermawan. Terlebih lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpainya untuk mengajarinya Al-Quran. Jibril menemui beliau di setiap malam Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Maka ketika Jibril menjumpainya, beliau adalah orang yang paling dermawan, lebih dari angin yang bertiup.”
Mengenai riwayat ini, Ibnu Rajab menuturkan (Lathaif Al-Ma’arif: 243), “Dalam hadits Ibnu Abbas bahwa tadarus yang berlangsung antara beliau (Nabi –shallahu ‘alaihi wa sallam) dan Jibril di malam hari menunjukkan sunnahnya memperbanyak membaca Al-Quran malam hari di bulan Ramadhan." Sebab, di malam hari sudah tidak ada lagi kesibukkan, semangat menguat, hati dan lisan akan saling bersepakat untuk tadabbur, berdasarkan firman Allah, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS Al-Muzammil: 6)
Lihatlah Amirul Mukminin Utsman bin Affan –radhiyallahu ‘anhu, bagaimana beliau bersama Al-Quran di bulan Ramadhan. Dikabarkan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya. Beliau membaca Al-Quran di setiap rakaat shalat yang beliau kerjakan.
Bahkan sahabat Nabi, Ubai bin Ka’ab –radhiyallahu ‘anhu, mampu mengkhatamkan Al-Quran di setiap delapan harinya. Sementara sahabat Nabi yang lain, Tamim Ad-Dari, konon mampu mengkhatamkan Al-Qurân dalam setiap pekannya.
Adalah Qatadah –rahmatullah ‘alaih, biasa mengkhatamkan Al-Quran berkali-kali di setiap bulan Ramadhan. Diceritakan, jika datang bulan Ramadhan, beliau mampu mengkhatamkannya setiap tiga harinya dan di sepuluh hari terakhirnya beliau mampu mengkhatamkannya di setiap malamnya. (Lathaif Al-Ma’arif: 191)
Diriwayatkan pula bahwa Ibrahim An-Nakha’i melakukan hal itu (mengkhatamkan Al-Qurân setiap hari) khusus di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sedangkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tiga hari sekali. (Lathaif Al-Ma’arif: 191)
Disebutkan pula bahwa Qatadah biasa mengajar Al-Quran di bulan Ramadhan.
Imam Malik bin Anas Al-Asbahi yang bergelar Imam Darul Hijrah, memiliki pengajian dengan hadirin yang luar biasa banyaknya, namun demikian beliau rela meninggalkan pengajiannya itu dan bergegas demi untuk membaca Al-Quran.
Sufyan meriwayatkan, “Apabila Zubaid Al-Yami memasuki bulan Ramadhan, beliau khusus mengutamakan Al-Quran dan mengumpulkan murid-muridnya.”
Muhammad bin Mas’ar menceritakan, “Ayah saya tidak pernah tidur sampai beliau membaca setengah Al-Quran.” (Lathaif Al-Ma’arif: 318-319)
Jika ada yang bertanya, bagaimana mungkin mereka mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari sementara Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, melarang hal tersebut?
Berikut adalah jawaban Ibnu Rajab, “Adapun larangan mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari, maka itu khusus jika dilakukan terus-menerus. Sedangkan di waktu-waktu yang memiliki keistimewaan sebagaimana bulan Ramadhan terkhusus malam-malam yang di dalamnya diburu lailatul qadar, atau di tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti di Makkah bagi orang-orang asing yang memasukinya, maka disunnahkan memperbanyak membaca Al-Quran sebagai bentuk perhatian pada masalah waktu dan tempat (situasi dan kondisi). Inilah pendapat yang dianut juga oleh Imam Ahmad, Ibnu Ishaq, dan imam-imam lain. Ini pulalah yang dipraktekkan oleh selain mereka sebagaimana yang telah disebutkan di atas.” (Lathaif Al-Ma’arif: 319)
Semoga Allah –‘Azza wa Jalla, memberikan kita kekuatan, ketabahan dan kesabaran untuk bisa lebih memanfaatkan bulan Ramadhan kali ini dan juga bulan-bulan lainnya dalam hal beribadah kepada Allah wabil khusus dalam hal menggeluti Al-Qurân yang Agung, seiring dengan berkurangnya jatah hidup kita masing-masing di dunia fana ini.
Semoga shalawat beriringan salam senantiasa tercurahkan kepada kita semua sebagaimana baginda Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta seluruh keluarga dan shahabat beliau telah mencapainya hingga husnul khatimah fiddunya wal-akhirah.
Penulis Firman Hidayat (telah diedit seperlunya oleh pemilik Blog)
Pengajar dan Alumni Pondok Pesantren Hamalatul-Quran Yogyakarta
Artikel ini sudah dimuat di muslim.or.id, 25 Oktober 2023