Asal-usul wacana atau pola karikatur bisa terlacak atau bertolak dari muasal katanya. Caricare adalah kata dalam bahasa Italia yang berarti "melebih-melebihkan atau memberi muatan" dan dari kata inilah istilah "karikatur" timbul. Karikatur adalah gambar yang tak wajar, tak biasa. Kekuatan karikatur dibentuk, pada umumnya, oleh perpaduan humor dan kecerdasan.
Apa yang paling diharapkan atau ditunggu orang dari kehadiran karikatur? Tawa bercampur kesegaran kualitas kesadaran teranyar nan tak terduga. Mungkinkah karikatur tetap mempesona tanpa semua ini? Karikatur adalah kegamblangan visual yang menawarkan kejutan pikiran dan pukauan kelucuan yang tak lazim. Bukan guratan kenjelimetan di luar duga. Lain kata, karikatur adalah kesederhanaan yang menghibur dan menawarkan kepintaran atau keusilan yang mencerahkan.
Karikatur menghebohkan sering lantaran kualitas sindirannya. Olokan atau ejekan kepada kebobrokan kekuasaan, misalnya, yang muncul melalui sindiran bisa menjadi sinisme halus yang tajam dan elegan, yang melampaui protes atau kritik yang vulgar.
Oom Pasikom adalah contoh tokoh karikatur ciptaan Gerardus Mayela (GM) Sudarta. Sepertinya karikatur media massa cetak telah identik dengan Oom Pasikom. Dan, Oom Pasikom adalah "penampakan" GM Sudarta. Konsistensi kehadiran Oom Pasikom selama setengah abad merupakan salah satu faktor penyebabnya selain apresiasi yang bagus dari khalayak atas capaian karikaturnya yang kerap dipandang memiliki "heroisme kelucuan" yang cenderung santun namun acap menerabas ketakutan.
Pada awal karier menggarap karikatur Oom Pasikom, GM Sudarta didatangi dua kendaraan panser lantaran karikaturnya dipandang menyinggung kasus perampokan yang diduga melibatkan tentara.
GM Sudarta tak percaya bahwa karikatur tak berdaya. Karikatur bisa bersikap atas ketidakadilan, penindasan, dan gejala-gejala buruk kekuasaan lainnya. Namun, karikatur punya batas-batas dalam dirinya. Karikatur bukan alat untuk melancarkan segala urusan dan tujuan. Kesantunan dan komitmen GM Sudarta terhadap prinsip kebenaran menjadi corak karya karikaturnya.
Selain karya karikatur Oom Pasikom di harian KOMPAS, GM Sudarta juga membuat karya lukis, ilustrasi, desain cover, bahkan juga seni instalasi.
“Tapi, karikatur harus cerdas, tajam, dan bijak dalam memotret realitas hidup dan memberi penyadaran atau kritik yang baik. Setidaknya karikatur memberi tahu ada sebuah kesalahan atau penyelewengan. Karikatur tidak bisa merevolusi, dia hanya mencegah kesalahan ini agar tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Oom Pasikom diciptakan untuk menyindir, mengkritik maupun mengolok —suatu misi ciptaan yang kontroversial. Tokoh karikatur ini bukan pengejek yang vulgar atau tukang bisik-bisik yang sukar tersimak suara dan pesannya. Bukan pula ia penjilat kekuasaan atau pembela buta segala bentuk kehendak massa. Tak pula ia sekadar melucu tanpa bobot tertentu, namun muatan yang luhur atau cerdas tersemat dalam kejenakaannya.
Bisa menggelikan dan sekaligus mencerahkan merupakan mutu yang kerap diberikan oleh kehadiran Oom Pasikom. Kejelian membaca beragam keadaan dan menentukan eksekusi visualnya membuat kehadirannya turut menjaga martabat dan citra gambar karikatur di negeri ini. Prestasi karya karikatur yang bernapas panjang ini juga telah menjadi bagian dari sejarah jurnalisme, sosial maupun politik selama tujuh dekade.
Pemaknaan atau persepsi atas karikatur-karikatur Oom Pasikom bisa dikatakan sebagai cerminan opini publik kepada dinamika aktual di negeri ini. GM Sudarta, merupakan "Sang Imam Sindiran" atas sebagian gejala-gejala utama di masyarakat dan pemerintahan di negeri ini pada paruh kedua abad ke-20 dan paruh awal abad ke-21.
Setelah separuh abad rutin mengedarkan karikaturnya setiap hari, Sang Guru Sindiran ini berakhir hayatnya.
Akankah sejarah kehadiran Oom Pasikom tamat bersama ujung hayat penciptanya?
Oom Pasikom muncul pertama kali pada 1967 dan penciptanya wafat pada 2018 di usia 73 tahun. Yang pasti, kehadiran Oom Pasikom selama ini terpatri dalam benak dan sejarah negeri ini sebagai warisan kreatif dan intelektual yang amat berharga.
Oom Pasikom bukan sekadar berita bergambar. Bukan wataknya "mengganyang" yang disindirnya. Bukan tabiatnya "menghabisi" yang dikritiknya. Bukan pula sifatnya "menghina" yang dioloknya. Oom Pasikom menampilkan sejenis sikap berbahasa yang lunak, tetapi telak.
Karakter Oom Pasikom tidak bengis namun tak pula kompromistik. Wacana dalam karikaturnya yang telanjang tidak untuk mempermalukan. Yang disentilnya adalah kesadaran yang tak murahan, sejenis satir intelek tanpa terjatuh menjadi komunikasi visual yang tak sampai atau mengada-ada.
Sesungguhnya kehadiran Oom Pasikom juga merupakan pendidikan politik yang unik dan kreatif bagi khalayak luas. Kompleksitas dinamika sosial-politik kerap tertangkap intinya melalui cara sederhana yang lucu dan cerdas.
GM Sudarta, berpose di samping karya instalasinya berjudul: "Republik Tikus".
Apakah Oom Pasikom adalah "guru politik" bagi publik? Muatan karikatur ini tentu bukanlah sekadar merayakan isi dan cara pandang yang terpinggirkan dari batas-batas akal sehat kolektif. Bahkan tak jarang tampil jenial.
Sering ada "suspens" dari Oom Pasikom. Inilah yang bisa tak terduga dari kehadiran tokoh ini. Bukan sekadar keterkejutan. Meski hadir setiap hari selama setengah abad di harian Kompas, langka dijumpai ketaksegaran dalam kehadiran Oom Pasikom. Butuh stamina kepekaan, ketajaman, dan kreativitas yang tak biasa dalam rutinitas penciptaan Oom Pasikom. Berkejaran dengan dinamika dan isu aktual yang kompleks dan tak terduga. Ini sudah menjadi takdir Oom Pasikom sebagai bagian dari kehadiran surat kabar harian. Ini suatu ketakmudahan yang panjang dan berhasil dilaluinya dengan amat baik dan mengesankan.
Selamat jalan, Mas GM Sudarta. Jika pun tak lagi tercetak di lembaran surat kabar, Oom Pasikom akan tetap tercetak di benak sejarah perjalanan bangsa ini.
Binhad Nurrohmat,
Penyair, mukim di Rejoso, Jombang, Jawa Timur
KOMPAS, 7 Juli 2018