Wednesday, October 24, 2012

Kepemimpinan yang Terhubung


“Sudah saatnya negeri ini, dan juga Jateng, dipimpin oleh putra terbaik, karenanya dibutuhkan pemimpin sejati.”

Jokowi sudah mengawali tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dengan blusukan ke beberapa perkampungan kumuh (SM, 17/10/12). Kendati tidak mutlak, kemenangannya dalam Pilgub DKI Jakarta dianggap sebagai babak baru kepemimpinan di Indonesia.

Dia yang low profile dan apa adanya lebih dipilih ketimbang Foke, incumbent  (petahana)  yang mendapat dukungan koalisi partai-partai.

Tulisan ini mengambil contoh sosok Jokowi tidak untuk menyanjungnya karena dia manusia biasa. Namun salah satu yang menarik dari mantan Wali Kota Solo itu adalah kemampuannya  menampilkan praktik kepemimpinan yang terhubung langsung dengan warga. Ia terbiasa turun ke bawah dan saat bertemu warga terlihat seperti tidak ada jarak pemisah.

Hal ini sulit dilakukan oleh pejabat pada umumnya. Praktik seperti ini sontak menarik perhatian. Saya kira, rakyat dengan daya kritis yang meningkat mendambakan sesuatu yang baru.


Di negara maju, seorang wali kota atau presiden sekali pun, sudah terbiasa berkomunikasi langsung dengan rakyat.

Ada contoh menarik saat keterpilihan Barack Obama dalam Pilpres AS 2008. Waktu itu saya mengikuti sebuah program pertukaran ke AS. Dalam program itu, saya beruntung bertemu Obama saat masih senator, namun sudah resmi maju mengikuti Konvensi Partai Demokrat.

Saya menghadiri acara constituent coffee yang ia gelar di kompleks Capitol Hill, Washington DC. Acara temu konstituen itu untuk mendengar langsung aspirasi warga dari dapilnya. Terlihat ia juga akrab dengan warga, mendengarkan dan memberikan jawaban yang jujur dan tulus.

Lebih kaget lagi, saat saya berkunjung ke kota kecil, Clarkdale di Mississippi. Wali Kota Henry Espy menemui kami di pinggir jalan. Sangat jauh dari kesan formal dan kaku. Ia berjalan sendiri dari kantor wali kota tanpa ajudan atau staf. Menyambut kami secara rileks. Praktik kepemimpinan yang egaliter seperti ini, saya kira yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam beberapa literatur, Kouzes dan Posner misalnya melalui penelitiannya menyatakan ada lima praktik mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul. Pertama; pemimpin yang menantang proses (challenging the process). Pemimpin yang menampilkan sesuatu yang berbeda: out of the box. Sosok yang menarik dan simpatik.


Kedua; sosok yang mampu memberi inspirasi dan visi bersama (inspiring a shared vision). Dengan perkembangan demokrasi, kebebasan dan pluralitas, dibutuhkan sosok pemimpin yang mampu hadir memberi visi. Pemimpin sederhana yang berkomunikasi dengan rakyat.

Ketiga; pemimpin yang mampu menggerakkan bawahan atau rakyat untuk berbuat sesuatu (enabling others to act). Kompleksitas persoalan bangsa, membutuhkan pemimpin yang mampu mendorong orang untuk berkontribusi. Mengajak rakyat untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.

Keempat; pemimpin yang mampu menjadi teladan atau contoh dan memberikan arah jalan (modelling the way). Dalam kehidupan dewasa ini, sosok pemimpin yang sederhana misalnya mungkin sudah menjadi figur langka. Namun kesederhanaan justru dapat menjadi media efektif untuk menggerakkan potensi rakyat karena faktor kepercayaan (trust) terhadap dirinya.

Kelima; pemimpin yang selalu memberi motivasi bawahan, membesarkan hati rakyat (encouraging the heart). Tugas pemimpin memang memberikan semangat dan motivasi. Ia harus menjadi salah satu sumber inspirasi rakyat. Karenanya, pemimpin haruslah sosok yang kuat dan tepercaya.


Kita semua berkepentingan untuk melahirkan pemimpin yang ideal. Tentu tidak ada yang sempurna, namun bukan hal yang mustahil untuk mendapatkan pemimpin yang terbaik. Menurut hemat saya, poin penting dari kepemimpinan tentu bukanlah teori melainkan praktik.

Kini menjelang Pilpres 2014, beberapa kandidat telah resmi akan maju sebagai calon presiden. Para capres itu hendaknya menyiapkan diri sebagai pemimpin sejati. Dekati rakyat dengan ketulusan, bukan pencitraan.

Pelaksanaan Pilgub Jateng 2013 pun tinggal 8 bulan lagi. Siapa pun yang memutuskan menjadi cagub, hendaknya menyiapkan diri sebagai pemimpin sejati. Sekali lagi, dekati warga provinsi ini dengan ketulusan, bukan pencitraan.

Sebaliknya, rakyat, media massa, dan semua pihak harus memberi kesempatan selebar-lebarnya bagi anak bangsa untuk tampil menjadi pemimpin. Sudah saatnya negeri ini, dan juga Jateng, dipimpin oleh putra terbaik. Menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks, memang dibutuhkan pemimpin sejati.

M Hariman Bahtiar
Alumnus Unpad dan Pascasarjana Pengkajian Ketahanan Nasional UI, Wakil Indonesia dalam ASEAN+3 (Jepang, China, dan Korsel) Youth Leaders Symposium di Phnom Penh Kamboja
Koran SUARA MERDEKA, 18 Oktober 2012

Thursday, October 18, 2012

Depresi dan Mental Kesegeraan


Peristiwa bergulir cepat di negeri ini. Belum selesai satu masalah sudah muncul masalah lain. Maka, berbagai masalah psikososial pun merebak: kejadian bunuh diri yang erat dengan depresi, tawuran, dan berbagai macam bentuk kekerasan yang lain.

Ada begitu banyak hal yang menandakan ketidakberesan pada mental bangsa ini. Kriminalitas yang kian sadis, tawuran remaja, terorisme, ambang toleransi rendah terhadap perbedaan, memudarnya rasa malu, perilaku serakah lewat korupsi, dan seterusnya.

Dunia memang tengah memprihatinkan perihal depresi yang sudah menjadi masalah global. Beban kesakitan dunia bakal menjadi ledakan hebat pada 2020. Saat ini saja, lebih dari 350 juta penduduk dunia menderita depresi dalam berbagai gradasi. Angka tersebut selaras dengan meningkatnya kejadian bunuh diri serta kekerasan dan merosotnya kualitas hidup umat manusia.

Lebih memprihatinkan lagi, ternyata gagasan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) tidak konkret menyentuh masalah kesehatan mental. MDGs tidak secara eksplisit menganggap kesehatan mental sebagai hal yang perlu segera diatasi. Bisa jadi karena kesehatan mental memang agak sulit diukur.


Depresi
Saat ini perubahan yang cepat dalam berbagai bidang, kemunduran sosial-ekonomi dari efek globalisasi, kompetisi superketat, dan ketidakpastian masa depan, membuat sebagian masyarakat tidak mampu menghayati kebahagiaan lagi. Semua ini menjadi faktor pencetus depresi.

Salah satu dampak depresi yang berat adalah bunuh diri. Angka bunuh diri agak sulit diukur melalui kejadian yang tercatat di pusat layanan kesehatan semata karena kematian bunuh diri justru sering tercatat dengan penyebab lain, misalnya kecelakaan lalu lintas atau karena tidak dilaporkan keluarga. Kesadaran terhadap depresi dan akibatnya memang tidak selayaknya mengandalkan angka epidemiologik.

Apakah maraknya berbagai masalah kesehatan jiwa, termasuk depresi, selalu berkaitan dengan kemajuan tingkat kehidupan, termasuk kondisi ekonomi? Ada benarnya, tetapi ternyata tidak selalu begitu, bergantung pada tingkat resiliensi atau kekenyalan individu dan sistem di masyarakat tersebut.

Berbagai perubahan kehidupan yang cepat, ketidakpastian masa depan, termasuk melubernya pengangguran, dituding sebagai akar dari ketidakseimbangan. Dan kondisi ini amat relevan sebagai pemicu depresi saat ini. Banyak anggota masyarakat kehilangan pijakan akar budaya dan nilai-nilai kehidupan sosial yang dulunya bisa menjadi benteng pertahanan.


Mental Kesegeraan
Mental kesegeraan (immediacy) dan pola pikir yang terdistorsi, menjadi semacam gaya hidup serta cara pandang yang justru kian diterima, seakan menciptakan norma baru dan diserap menjadi semacam kebenaran walaupun semu. Tak heran, kesenjangan yang kian meruncing dalam masyarakat akan cepat menimbulkan perilaku mal-adaptif, lantas menciptakan ketidakseimbangan dalam banyak sektor kehidupan. Kita kehilangan sistem sosial masyarakat yang tenang, nyaman dan semakin jauh dari budaya introspeksi sebagai landasan untuk maju menghadapi tantangan.

Mental kesegeraan bisa kita lihat saat orang ingin serba cepat, cepat kaya, cepat berkuasa, cepat sembuh, cepat populer, dan sebagainya, yang seringkali bukan lewat cara yang berorientasi pada proses dan daya juang. Krisis multidimensi di Indonesia yang memuncak pada tahun 1998 yang lalu merupakan tonggak sejarah penting yang seharusnya diantisipasi, karena jangka panjangnya bisa meluluh-lantakkan kualitas hidup masyarakat, termasuk di dalamnya kesehatan mental.

Saat ini kita sudah mulai menuai dampak reformasi itu yang ternyata memang pahit. Apalagi, pemangku kekuasaan sebagai regulator perikehidupan masyarakat sungguh mengecewakan, alhasil mengempaskan harapan masyarakat yang kadung dipasang tinggi-tinggi. Di situlah kumpulan individu bernama masyarakat kehilangan harapan yang amat berharga bahwa kehidupan layak diteruskan. Depresi marak karena kita kehilangan “sesuatu”, yakni harapan dan kepastian hidup.


Individu atau masyarakat perlu mencapai aktualisasi, seperti formulasi Abraham Maslow, sehingga kelak mampu memenuhi dasar-dasar kebutuhan sendiri dan kebutuhan layaknya umat manusia secara umum. Namun, kualitas hidup yang semestinya menciptakan masyarakat yang berorientasi pada pencapaian nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban ini kian merosot.

Patut disimak pendapat Karen Horney tentang depresi bahwa kita tidak akan mengerti masalah depresi tanpa kita memahami seberapa besar harapan, nilai kehidupan, dan standar yang dipatok oleh individu dan masyarakat. Harapan yang begitu tinggi agar terjadi perubahan yang lebih baik —saat retorika reformasi diteriakkan— terempas oleh kenyataan, menyisakan ketidakberdayaan yang membuncah (overwhelming hopelessness).

Maka, kita perlu menurunkan ekspektasi agar mendekati kenyataan, betapapun pahitnya, sambil merestorasi kenyataan yang sedang tidak legit itu. Belajar merasa bahagia dan mempunyai harapan yang proporsional akan mengurangi angka perilaku mal-adaptif sebagai dampak dari depresi.

Mari kita mengembalikan nilai-nilai yang baik dan positif dari kearifan lokal serta menguatkan akar sosial budaya yang bisa meningkatkan kohesi sosial dan resiliensi mental di masyarakat sebagai sumber kebahagiaan otentik yang boleh jadi selama ini kita abaikan.

Nalini Muhdi
Psikiater di RSU Dr Sutomo FK Unair;
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia

KOMPAS, 9 Oktober 2012

Thursday, October 11, 2012

Perang Bintang Menuju 2014


Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 adalah etape krusial dalam tahapan proses demokratisasi kita. Tahun 2014 adalah grand final bagi elit-elit politik kawakan untuk bisa memperebutkan kursi singgasana orang nomor satu di republik ini.

Bagi yang sudah di atas 60-an tahun atau bahkan akan menginjak usia kepala tujuh, tahun 2014 adalah momentum atau kesempatan terakhir untuk mengadu nasib. Sementara pada saat yang sama, elite-elite muda atau yang belum pernah ikut berkompetisi politik, menjadikan Pilpres 2014 sebagai sarana mengukur kekuatan elektoral mereka setelah sekian lama bersembunyi di balik bayang-bayang elite tua. Pilpres 2014 memiliki nilai strategis bukan saja dilihat dari banyaknya stok calon kepemimpinan nasional, baik dari kubu tua maupun muda, tapi signifikansinya juga terlihat dari keharusan adanya regenerasi kepemimpinan nasional.

Praktis tidak ada petahana (incumbent) yang maju lagi setelah Susilo Bambang Yudhoyono tidak boleh maju lagi menurut konstitusi. Peluang Wapres Boediono maju juga terhitung kecil karena beliau bukan berasal dari kalangan partai politik serta tak terlihat intensi atau niat untuk berlaga pada 2014. Dengan demikian, peluang bagi bakal calon presiden lebih terbuka karena 2014 adalah pasar bebas bukan hanya bagi capres, melainkan juga bagi pemilih. Tidak ada calon presiden dominan seperti yang kita alami pada Pilpres 2009.

Seorang Prabowo Subianto yang menurut banyak survei relatif memiliki peluang lebih besar sekalipun, tetap masih mungkin disalip calon yang lain karena keunggulannya tidak mencapai 20% dengan memakai simulasi semi terbuka, serta elektabilitas Prabowo secara top of mind tidak pernah lebih dari 8%. Hal inilah yang menjadikan ajang kontestasi menuju 2014 diprediksi akan diwarnai kejutan.


Perang Jenderal
Di antara kejutan yang sudah terlihat adalah munculnya nama-nama baru maupun lama dari kalangan jenderal berbintang. Misalnya, Prabowo Subianto yang maju melalui Gerindra, Wiranto melalui Hanura, Sutiyoso dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Djoko Suyanto dan Pramono Edhie yang disebut-sebut maju melalui Demokrat, dan nama terakhir yang menggebrak dunia politik kita, mantan panglima TNI Endriartono Sutarto.

Dia mengejutkan jagat politik melalui kiprah barunya di Partai NasDem dan disebut-sebut bakal melenggang maju dalam pilpres 2014. Jenderal bukanlah golden ticket menuju 2014. Seorang capres berbintang tidak serta merta melenggang dengan mulus dalam pilpres nanti. Medan pertarungan dalam memperebutkan hati rakyat tentu berbeda dengan pengalaman mereka di medan tempur. Penguasaan teritorial dan kemampuan strategi yang mereka punya harus dikombinasikan dengan pemahaman komprehensif mengenai perilaku pemilih yang kompleks.

Kekuatan figur seorang capres berlatar belakang militer tak selalu menentukan. Inilah yang menyebabkan mengapa hanya Susilo Bambang Yudhoyono yang unggul dalam pilpres 2004 dan 2009 meski saat itu ada Wiranto, Agum Gumelar, dan Prabowo, baik yang maju sebagai capres maupun cawapres. Dalam pemilihan langsung, jenderal bintang empat maupun jabatan yang lebih tinggi bisa dikalahkan oleh jenderal yang berbintang dua atau tiga. Bahkan bisa juga dikalahkan oleh elite sipil yang tidak pernah berpengalaman di medan perang sekalipun. Rumusnya adalah 3D, dikenal (popularitas), disukai (likeability), dan dipilih (elektabilitas).

Dari segi popularitas, Prabowo dan Wiranto memiliki keunggulan komparatif ketimbang capres militer yang lain karena keduanya sudah pernah berkompetisi dan memiliki investasi politik lebih lama. Namun, popularitas yang lebih tinggi bukanlah garansi satu-satunya. Justru popularitas yang tinggi ini bisa menjadi pisau bermata dua jika dibangun di atas fondasi efisiensi kedikenalan yang lemah. Tingkat kedikenalan yang tinggi tanpa kualitas popularitas yang baik bisa dikalahkan capres yang memiliki popularitas yang efisien.

Efisiensi popularitas ditentukan oleh tingkat kedisukaan dan akseptabilitas yang tinggi serta persepsi pemilih terhadap kualitas atau kriteria kepemimpinan masing-masing calon. Di sinilah titik lemah capres-capres militer yang sudah populer seperti Prabowo dan Wiranto. Keduanya sudah dikenal lama, tapi evaluasi pemilih terhadap kualitas mereka rendah. Rata-rata capres-capres yang sudah populer dianggap kurang bisa dipercaya dan kurang berintegritas. Prabowo dan Wiranto juga terkena isu kurang sedap terkait masalah HAM.


Insentif Capres Baru
Survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) membuktikan popularitas capres-capres dari stok lama tidak berbanding lurus dengan elektabilitas mereka. Kegagalan capres-capres populer dalam menerjemahkan tingkat kedikenalan mereka yang tinggi ke dalam preferensi elektoral bisa menjadi insentif bagi figur-figur baru yang belum populer untuk bekerja lebih intensif meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka.

Inilah problem mendasar bagi bakal capres militer yang popularitasnya rendah seperti Djoko Suyanto, Endriartono Sutarto, dan Pramono Edhie. Bagaimana mungkin rakyat mau memilih mereka jika kenal saja tidak. Dibanding Endriartono Sutarto, nama Djoko Suyanto dan Pramono Edhie lebih punya peluang meningkatkan popularitas mereka karena masih memiliki jabatan publik. Namun, prospek elektoral mereka bergantung popularitas Presiden SBY juga. Jika SBY sukses, Djoko dan Pramono Edhie akan kecipratan popularitas SBY.

Namun, perkembangan politik dua tahun terakhir ini menunjukkan gejala sebaliknya. Jagat politik Indonesia tak pernah dirundung sepi dari kontroversi sejak menit pertama SBY dilantik sebagai presiden periode kedua. Survei LSI menunjukkan tren penurunan job approval rating SBY. Munculnya nama Endriartono Sutarto memang menambah alternatif bakal calon presiden pada 2014. Namun Endriartono masih harus segera meningkatkan popularitasnya sebagai syarat mutlak (necessary condition) bagi keberhasilannya.

Tapi, berbekal popularitas saja tidak memadai (not sufficient) karena harus diikuti integritas, kapasitas, dan tingkat kedisukaan publik yang tinggi terhadap dirinya agar elektabilitasnya meningkat. Apakah dia mampu atau tidak untuk muncul sebagai credible alternative, harus dibuktikan dua tahun ke depan. Dia harus siap dikuliti dan ditelanjangi rekam jejaknya serta diuji kompetensi dan kapasitasnya sebagai calon pemimpin Indonesia. Jika dia gagal melewati ujian tersebut, maka tak usahlah bermimpi untuk turut berlaga dalam ajang capres 2014.

Burhanuddin Muhtadi
Pengajar pada FISIP UIN Jakarta,
Direktur Komunikasi Publik, Lembaga Survei Indonesia (LSI) 

Koran SINDO, 9 Oktober 2012

Tuesday, October 2, 2012

Pidato Ahmadinejad di Sidang PBB ke-64


Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Wasshalatu wassalamu ‘ala sayyidina wanabiyyina ‎Muhammad wa alihi al-thahirin wa shahbihi al-muntajabin.‎ Allahumman ‘ajjil liwaliyyikal faraj wal ‘afiata wan nashr. Waj‘alna min khairi ansharihi ‎wa a‘wanih walmustasyhadina baina yadaih.‎


Bapak ketua, rekan-rekan yang terhormat; bapak dan ibu hadirin sekalian.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah yang Maha Besar atas kesempatan dapat hadir kembali di ‎forum dunia yang penting ini. Selama empat tahun lalu saya telah berbicara kepada Anda sekalian ‎mengenai problem utama dunia, sebab dan faktor-faktor asli munculnya problem ini, ‎kekuatannya dan pentingnya meninjau kembali pemikiran dan perbuatan para pemilik ‎kekuataan sekaligus solusinya. ‎

Ada dua aliran pemikiran yang saling bertentangan. Pertama, berdasarkan prinsip ‎mendahulukan kepentingan materialnya atas orang dan bangsa lain. Demi menguasai dunia dan ‎memaksakan kehendaknya terhadap bangsa-bangsa lain mereka memperluas ketidakadilan ‎dan kezaliman, kemiskinan dan penderitaan, agresi dan penipuan. Hasil dari cara pandang ini ‎menggambarkan keputusasaan dan masa depan yang kelam kepada manusia.‎

Kedua, berdasarkan prinsip keimanan kepada Allah yang Maha Esa dan mengikuti ajaran-‎ajaran para Nabi Ilahi. Aliran pemikiran ini menginginkan terciptanya dunia yang penuh ‎dengan rasa aman, bebas, sejahtera, perdamaian yang berkelanjutan berdasarkan keadilan dan ‎spiritual bagi seluruh umat manusia dengan tetap menghormati kemuliaan manusia dan cinta ‎kepada sesama. Sebuah aksi, yang menghormati setiap manusia, bangsa, budaya tradisional ‎yang tak ternilai, kebangsaan dan kemanusiaan, yang menuntut dihapuskannya diskriminasi ‎dari dunia dan kesetaraan semua di hadapan hukum yang berdasarkan keadilan dalam ‎memanfaatkan segala fasilitas, kesempatan belajar, kesempurnaan manusia dan kemajuan. ‎Cara pandang ini berusaha mewujudkan masa depan penuh harapan.‎

Saya berbicara tentang mendesaknya perubahan mendasar dalam cara pandang terhadap ‎dunia, manusia dan pentingnya menciptakan sistem yang adil dan insan yang baru demi ‎terciptanya esok yang cemerlang.‎

Saudara-saudara dan rekan-rekan sejawat.‎

Hari ini, sebagai kelanjutan dari pembicaraan saya yang dahulu, saya ingin menjelaskan ‎beberapa poin tentang pelbagi dimensi perubahan yang harus diwujudkan.‎


Poin Pertama
Situasi yang menguasai dunia saat ini jelas tidak mungkin dapat dilanjutkan. Kondisi sepihak ‎dan tidak diidamkan saat ini bertentangan dengan fitrah manusia dan bahkan bertentangan ‎dengan tujuan penciptaan dunia dan manusia. Kini tidak mungkin lagi menciptakan kekayaan ‎semu uang kertas dan menyuntik kekayaan tidak riil bernilai puluhan trilyun dolar kepada ‎ekonomi dunia. Setelah menciptakan defisit anggaran luar biasa, inflasi, problem ekonomi ‎dan sosial, apa yang dihadapi ini hendak dialihkan kepada negara-negara lain, bahkan ‎berusaha memindahkan kekayaan negara-negara lain kepada ekonomi negara-negara tertentu.‎

Mesin ekonomi kapitalis, kendali yang tercerai-berai, dengan sistem tidak adil telah berada di ‎ujung jalan, tidak dapat dipakai lagi dan tidak mampu mempertahankan keseimbangannya ‎yang hanya memiliki satu sisi.‎

Periode pemaksaan ide kapitalisme yang tak berperasaan, pemaksaan selera dan animo satu ‎kelompok khusus kepada masyarakat internasional, ekspansi hegemoni terhadap dunia ‎dengan nama globalisasi dan era kekaisaran, telah berakhir. Masa penghinaan terhadap ‎bangsa-bangsa dan pemaksaan politik standar ganda sudah tamat.‎

Bila dikatakan keberhasilan sebagian negara merealisasikan keinginannya sebagai satu-‎satunya tolok ukur ada atau tidak adanya kebebasan dan demokrasi; berada di bawah bendera ‎kebebasan dengan melakukan segala penipuan dan ancaman terburuk dicitrakan sebagai ‎demokrasi dan diktator dianggap demokrat; semua ini jelas buruk dan tidak memiliki ‎legitimasi. Sudah bukan zamannya lagi sebagian menjadikan dirinya sebagai definisi ‎demokrasi dan kebebasan, menganggap dirinya sebagai tolok ukurnya dan saat melanggar, ‎mereka meletakkan dirinya sebagai hakim dan eksekutornya. Sementara pada saat yang sama ‎mereka juga memerangi negara-negara yang berdasarkan demokrasi hakiki.‎

Namun penyebaran kebebasan global dan kesadaran bangsa-bangsa di dunia tidak akan ‎membiarkan terus watak tidak benar ini. Dengan alasan inilah mayoritas bangsa-bangsa, ‎termasuk rakyat Amerika menanti perubahan luas, dalam dan riil. Itulah mengapa mereka ‎menyambut baik slogan perubahan dan akan terus menyambutnya.‎


Siapa yang dapat menggambarkan kemungkinan berlanjutnya pemaksaan politik tidak ‎manusiawi di Palestina? Bertentangan dengan segala tolok ukur kemanusiaan, mereka ‎mengusir satu bangsa dari rumah-rumah mereka secara paksa di bawah todongan senjata dan ‎propaganda bohong selama 60 tahun. Mereka menyerang rakyat Palestina dengan segala cara ‎tidak manusiawi dan dengan peluru kendali, bahkan dengan senjata terlarang. Sebaliknya, mereka bahkan ‎merampas hak rakyat Palestina untuk membela diri. Lebih aneh lagi, di hadapan ‎ketercengangan masyarakat internasional, mereka malah menyebut agresor dan penjajah ‎sebagai pihak yang “cintai damai” dan “benar”, sementara rakyat yang terzalimi disebut “teroris”.‎

Bagaimana mungkin kejahatan para penjajah terhadap anak-anak dan wanita, perusakan ‎tempat-tempat tinggal, tanah pertanian, sekolah-sekolah dan rumah-rumah sakit mendapat ‎perlindungan mutlak sebagian negara, sementara para pria dan wanita tertindas yang ‎dianggap bersalah hanya dikarenakan membela rumah dan tanah airnya berada di bawah ‎blokade bahan pangan, air, obat-obatan dan pembersihan etnis. Bahkan diupayakan untuk ‎mencegah rekonstruksi bangunan-bangunan mereka yang rusak akibat agresi brutal 22 hari ‎rezim Zionis Israel, padahal musim dingin akan tiba. Para agresor dan pendukungnya ‎meneriakkan slogan membela hak asasi manusia, sementara pada saat yang sama ‎memanfaatkan slogan ini guna menekan pihak lain. Kini tidak dapat lagi diterima kelompok ‎minoritas dengan jaringan rumit disertai desain yang tidak manusiawi menguasai ekonomi, ‎politik dan budaya dunia. Mereka menerapkan perbudakan modern dan menjadikan martabat ‎seluruh bangsa dunia, bahkan Eropa dan Amerika sebagai korban ketamakan rasialisme.‎

Tidak dapat diterima bila sebagian yang berasal dari ribuan kilometer jauhnya dari kawasan ‎Timur Tengah, melakukan intervensi militer yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan, ‎perang, teror, ancaman dan agresi. Namun sensitifitas bangsa-bangsa di kawasan akan nasib dan ‎keamanan nasionalnya, teriakan protes terhadap ketidakadilan, agresi dan dukungan mereka ‎kepada masyarakat sebangsa dan seagama yang tertindas disebut sebagai aksi perlawanan ‎terhadap perdamaian dan campur tangan urusan dalam negeri negara lain. Perhatikan dengan ‎baik kondisi yang terjadi di Irak dan Afghanistan!‎

Kini, tidak bisa lagi melakukan pendudukan militer terhadap satu negara dengan slogan ‎melawan terorisme dan narkotika, sementara produksi narkotika menjadi berkali lipat, ‎wilayah terorisme menjadi lebih luas, ribuan orang tak berdosa tewas, cidera dan mengungsi, ‎infrastruktur hancur dan keamanan regional terancam. Lucunya, para pelaku utama tragedi ‎kemanusiaan ini malah terus menuduh pihak lain sebagai pihak yang harus bertanggung ‎jawab.‎


Kini, tidak bisa lagi meneriakkan slogan persahabatan dan solidaritas kepada bangsa-bangsa ‎namun bersamaan dengan itu mereka memperluas pangkalan-pangkalan militer di dunia, ‎termasuk di Amerika Latin.‎

Kondisi yang ada tidak dapat dilanjutkan. Kini tidak mungkin logika militerisme mampu ‎memajukan politik ekspasi dan anti kemanusiaan. Logika kekuatan dan ancaman akan ‎memunculkan dampak yang lebih buruk dan menambah masalah yang telah ada.‎

Tidak dapat diterima bila anggaran belanja militer sebagian negara mencapai beberapa kali ‎lipat dari bujet militer seluruh negara di dunia; ekspor senjata yang pertahunnya mencapai ‎ratusan miliar dolar; penyimpanan senjata kimia, biologi dan nuklir; pembukaan pangkalan ‎militer dan pengerahan pasukan di pelbagai penjuru dunia; namun di saat yang sama mereka ‎masih menuduh pihak lain melakukan politik militerisme. Mereka berusaha menghalangi ‎kemajuan pengetahuan seluruh bangsa di dunia dengan menyalahgunakan fasilitas dunia dan ‎dengan mengangkat slogan-slogan bohong diantaranya slogan melawan perlombaan senjata.‎

Tidak dapat diterima bila Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Dewan Keamanan PBB ‎yang semestinya berperan mewakili seluruh bangsa dan negara dan pengambilan ‎keputusannya berdasarkan sistem paling demokratis ternyata justeru berada di bawah kendali ‎dan pengaruh segelintir negara dan hanya melayani kepentingan mereka.‎

Pada prinsipnya, di dunia yang pemikiran, budaya dan opini publik menjadi faktor penentu, ‎kondisi seperti ini tak bisa dipertahankan. Harus ada tindakan nyata untuk melakukan ‎perubahan yang mendasar.


Poin Kedua
Perubahan harus dilakukan di dua ranah; ranah teori dan ranah praktis dalam struktur dan ‎metode secara mendasar.‎ Tidak mungkin mengubah kondisi yang ada dan menciptakan dunia yang ideal dengan ‎prinsip pemikiran dan metode yang menjadi penyebab utama semua problem masyarakat ‎manusia. ‎

Pemikiran Liberalisme dan Kapitalisme yang menghegemoni dunia, yang telah memisahkan ‎manusia dari akhlak dan “langit”, bukan hanya tidak membawa kebahagiaan kepada umat ‎manusia, tapi malah menjadi faktor kesengsaraan termasuk perang, kemiskinan dan ‎penderitaan. Semua menyaksikan bagaimana struktur ekonomi timpang yang berada di ‎bawah pengawasan kebijakan politik yang menggerus kepentingan bangsa-bangsa di seantero bumi demi ‎keuntungan sejumlah kecil pemodal tak bermoral.‎

Struktur politik dan ekonomi pasca Perang Dunia II yang dibangun dengan niat hegemoni ‎dunia sudah tidak mampu lagi menjamin keadilan dan keamanan yang berkelanjutan.‎

Para penguasa yang hatinya tidak pernah bergetar dengan cinta kepada manusia, bakal ‎mengorbankan ide keadilan dalam dirinya. Mereka tidak pernah memberikan hadiah ‎perdamaian dan persahabatan kepada umat manusia.‎

Sebagaimana Marxisme telah tumbang dan hanya dapat ditemukan dalam sejarah, dengan ‎pertolongan Allah, Kapitalisme juga akan bernasib sama. Karena berdasarkan Sunnah Ilahi, ‎yang disebut al-Quran sebagai prinsip, kebatilan bak melukis di atas air, bakal lenyap dan ‎hanya yang memberikan manfaat kepada manusia akan tetap dan langgeng. Semua harus ‎waspada betapa tujuan imperialisme, diskriminasi dan aksi tak manusiawi tidak ‎dapat diraih hanya dengan mengubah slogan semata-mata dan dengan paket usulan baru.‎

Dunia membutuhkan perubahan mendasar dan semua harus saling bekerjasama agar ‎perubahaan terjadi di jalur yang benar. Di bawah perubahaan mendasar ini tidak boleh ada ‎pengecualian baik pribadi maupun negara dan tidak ada yang lebih dibandingkan yang lain. ‎Tidak boleh terjadi ada pemaksaan keinginan hanya dengan mengklaim dirinya sebagai ‎pemimpin dunia.‎


Poin Ketiga
Penyebab utama segala problema masyarakat internasional adalah menjauhnya sebagian ‎penguasa dari moral, nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran para Nabi Ilahi. Patut disayangkan ‎dalam mayoritas hubungan utama dunia, cinta, pengorbanan demi keselamatan dan ‎kebahagiaan orang lain, penekanan terhadap keadilan dan kehormatan manusia telah diambil ‎alih oleh egoisme, kerakusan yang tidak pernah puas dan kenikmatan individu yang tak ‎terbatas.‎

Penyembahan kepada Allah yang Esa telah diserahkan kepada penyembahan diri, bahkan ‎sebagian malah meletakkan dirinya pada posisi Tuhan. Tanpa memiliki kelayakan manusiawi ‎mereka bersikeras memaksakan apa yang dipahami dan diinginkannya kepada dunia. Kebohongan telah mengambil tempat kebenaran, kemunafikan di tempat kejujuran dan ‎egoisme menggantikan pengorbanan.‎

Tipu muslihat dalam berinteraksi disebut kecakapan dan diplomasi. Penjarahan kekayaan ‎negara lain disebut pembangunan dan pengembangan, penjajahan tanah air bangsa lain ‎diistilahkan pemberian hadiah kebebasan dan demokrasi, dan penindasan bangsa lemah ‎dianggap membela hak asasi manusia.‎

Saudara-saudara dan rekan-rekan yang terhormat.

Menyelesaikan masalah dunia dan menciptakan keadilan dan perdamaian hanya akan ‎terwujud dengan tekad dan solidaritas seluruh bangsa dan negara di dunia. Periode dua kutub ‎yang berasal dari sistem hegemoni dan kekuasaan beberapa negara atas dunia telah berakhir.‎

Hari ini kita harus bangkit dengan komitmen bersama menghadapi kondisi yang ada, ‎menindaklanjuti perubahan secara serius dan berusaha dalam partisipasi dan perjuangan ‎bersama agar kita semua dapat kembali pada nilai-nilai akhlak, manusiawi dan fitrah.‎

Para Nabi Ilahi dan orang-orang saleh diutus ke dunia untuk mengenalkan hakikat manusia ‎dan tanggung jawab individu dan sosial manusia.‎

Kesucian, iman kepada Allah yang Esa, Hari Perhitungan, penerapan keadilan di dunia dan ‎akhirat, pencarian kebahagiaan hakiki dalam kebahagiaan orang lain menggantikan ‎kedengkian dan egoisme, dan melayani orang lain sebagai ganti dari penguasaan atas orang ‎lain merupakan puncak ajaran para Nabi Ilahi dari Nabi Adam, Nuh hingga Ibrahim, Musa, ‎Isa dan Rasulullah Muhammad Saw, penutup silsilah para Nabi.‎

Mereka semua diutus untuk mencegah terjadinya perang, melenyapkan diskriminasi dan ‎kemiskinan, memberantas kebodohan dan menciptakan kemakmuran bagi seluruh umat ‎manusia. Bila pemikiran “penantian” akan datangnya pemerintahan yang terbaik dan pemerintahan dari orang-orang yang saleh ‎menjadi pemikiran global dan kita semua berusaha mewujudkannya demi kebahagiaan seluruh dunia, maka saat itulah ‎harapan akan perubahan menjadi lebih realistis dan lebih berkembang.‎


Poin Keempat
Menurut saya ada beberapa agenda penting di hadapan kita. Sekjen PBB dan Ketua Majelis ‎Umum PBB dapat menyusun program berdasarkan agenda tersebut dan menjadi pelopor ‎dalam mengambil langkah-langkah penting di jalan ini.‎

‎1. Perubahan struktur Perserikatan Bangsa Bangsa dan mengubahnya menjadi satu lembaga ‎yang sesuai dengan harapan masyarakat saat ini, netral, adil, berpengaruh kuat dalam hubungan internasional, termasuk perubahan ‎struktur Dewan Keamanan, penghapusan diskriminasi keistimewaan hak veto, pemberian ‎segera dan secara penuh hak-hak rakyat Palestina dengan menyelenggarakan referendum ‎yang bebas dan menjadi sarana bagi kehidupan harmonis antara umat Islam, Kristen dan Yahudi di ‎Palestina dan menghentikan intervensi di Irak, Afghanistan, Timur Tengah, Afrika, Amerika ‎Latin, Asia dan Eropa.‎

Pemerintahan yang kafir dapat diterima tapi tidak untuk pemerintahan yang zalim. Ini adalah ucapan Nabi ‎Muhammad Saw. Kezaliman dan pelanggaran HAM di Palestina seperti berlanjutnya ‎pengusiran warga Palestina pemilik asli tanah air Palestina yang tinggal di Baitul Maqdis, serta perusakan rumah-rumah oleh penjajah al-Quds. Demikian pula di Afghanistan dan Pakistan, kezaliman yang ‎serupa dilakukan lewat pengeboman udara dan kezaliman di penjara Guantanamo yang sangat disesalkan karena hingga kini belum ditutup. Belum lagi di penjara-penjara rahasia di Eropa.‎

Berlanjutnya kondisi seperti ini mengakibatkan semakin bertambahnya kedengkian dan ‎kekerasan. Kezaliman dan agresi harus dicegah. Patut disesalkan, bagaimana laporan-laporan ‎resmi terkait aksi-aksi brutal rezim Zionis Israel di Jalur Gaza tidak dipublikasikan secara ‎lengkap. Sekjen PBB yang terhormat punya kewajiban berat yang harus dilakukan. ‎Masyarakat internasional sudah tidak sabar menanti para agresor Gaza dan pembantai rakyat ‎yang lemah diadili dan dijatuhi hukuman.‎

‎2. Perubahan struktur ekonomi berdasarkan hubungan ekonomi yang etis dan manusiawi di ‎dunia demi melayani kebutuhan manusia berlandaskan keadilan yang kongkret. ‎Hubungan ekonomi yang mampu mengaktualkan potensi dan kemampuan bangsa-bangsa, ‎memberi hadiah kesejahteraan kepada seluruh umat manusia dan dapat menjamin kehidupan ‎bagi generasi mendatang.‎

‎3. Perubahan hubungan politik internasional, membangun hubungan berdasarkan perdamian ‎dan persahabatan yang berkelanjutan, mencabut sampai ke akar-akarnya perlombaan ‎senjata, mengakhiri politik destruktif, melucuti senjata nuklir, kimia, dan biologi, dan ‎mempersiapkan sarana bagi pemanfaatan teknologi modern dan damai demi kemajuan umat ‎manusia.‎

‎4. Perubahan struktur budaya, penghormatan kepada adat-istiadat dan tradisi bangsa-bangsa, ‎menyebarkan akhlak, spiritual dan memperkuat sendi-sendi keluarga yang hangat, langgeng ‎dan sejahtera sebagai tiang penyangga masyarakat yang bahagia.‎

‎5. Perhatian global terhadap upaya perlindungan lingkungan hidup manusia dan menjaga ‎undang-undang dan hukum internasional guna mencegah kerusakan kekayaan alam yang tak ‎dapat diperbaharui.‎


Poin Kelima
Bangsa Iran pasca pemilu presiden yang meriah dan benar-benar bebas telah menandai babak ‎baru kemajuan nasional dan interaksi luas dengan dunia, dan dengan suara mayoritas ‎menyerahkan tanggung jawab berat di pundak saya. Di sini saya mengumumkan kesiapan ‎bangsa Iran yang besar demi terciptanya peradaban dan negara Republik Islam Iran sebagai satu dari ‎pemerintah maju dunia yang paling demokratis untuk ikut secara aktif dalam sebuah program ‎yang adil dan berdasarkan prinsip saling menghormati demi menghilangkan kekhawatiran ‎dan problema umat manusia dengan memanfaatkan segala kapasitas budaya, politik dan ‎ekonominya.‎

Bangsa Iran adalah termasuk korban terbesar terorisme. Di dekade pertama ‎revolusinya yang sudah berumur tiga puluh tahun saat ini, Iran mampu menghalau invasi militer dari luar. ‎Bangsa kami selalu menjadi sasaran kebencian pihak-pihak yang suatu hari mendukung ‎agresi Saddam ke Iran bahkan mereka memanfaatkan senjata kimia saat itu, sementara di hari lainnya ‎mereka mengerahkan pasukan ke Irak dengan alasan ingin melenyapkan kejahatannya.‎

Bangsa Iran menginginkan dibangunnya dunia yang penuh dengan keindahan dan kasih ‎sayang bagi setiap bangsa dan seluruh umat manusia. Bangsa ini mengumumkan siap ‎melestarikan perdamaian dan keamanan bagi seluruh bangsa berdasarkan keadilan, ‎spiritualitas dan kehormatan manusia di samping upaya pembelaan dengan segenap kekuatan ‎atas hak-hak legalnya.‎

Demi terealisasinya semua tujuan ini, bangsa kami siap menyambut hangat tangan yang ‎diulurkan dengan jujur. Tidak ada bangsa yang merasa tidak membutuhkan perubahan dalam ‎melalui jalan kesempurnaan ini. Kami menyambut baik perubahan riil dan manusiawi, dan ‎siap berperan serta dalam perubahan dunia yang mendasar.‎

Berdasarkan hal ini saya menekankan;‎

Satu-satunya jalan keselamatan adalah kembali pada tauhid dan keadilan. Ini harapan dan ‎kesempatan terbesar di setiap masa dan generasi. Tanpa iman kepada Allah, komitmen ‎kepada pelaksanaan keadilan dan melawan ketidakadilan dan diskriminasi, sistem dunia tidak ‎akan terbentuk menjadi lebih baik.

Manusia adalah inti keberadaan sebuah sistem. Ciri khas manusia ada pada sisi kemanusiaannya. ‎Hakikat inilah yang menuntut akan keadilan, kesucian, cinta, ilmu, makrifat dan seluruh ‎kesempurnaan akhlak lainnya. Harus ada dukungan dan kesempatan bagi setiap manusia untuk ‎meraih nilai-nilai kemanusiaan ini. Menghapus satu dari dimensi hakikat ini sama artinya ‎dengan mennghapus kemanusiaan. Ini adalah unsur kolektif yang mengikat seluruh umat ‎manusia dan membentuk pondasi perdamaian, keamanan dan persahabatan.‎

Agama-agama Ilahi memperhatikan seluruh dimensi kehidupan manusia termasuk ‎penghambaan kepada Allah, akhlak, keadilan, melawan kezaliman dan berusaha menciptakan ‎pemerintahan yang adil dan saleh. Nabi Ibrahim as adalah penyeru tauhid di hadapan ‎Namrud, Nabi Musa as di hadapan Firaun dan Nabi Isa serta Nabi Muhammad saw berdiri ‎kokoh menghadapi orang-orang zalim di masanya. Sikap tegar mereka sampai pada tahapan ‎diancam mati dan diusir dari negerinya. Tanpa keteguhan dan protes, ketidakadilan tidak ‎akan tercerabut dari dunia.‎


Poin Terakhir
Rekan-rekan dan saudara-saudara yang tercinta.‎

Dunia saat ini tengah mengalami perubahan. Sesuai janji Allah kepada manusia, nasibnya ‎dibangun berdasarkan kehidupan thayyibah dan manusiawi. Akan tiba suatu masa di mana ‎keadilan akan berlaku menyeluruh dan global dan setiap manusia akan dihormati dan dimuliakan. Pada ‎saat itu jalan kesempurnaan spiritual manusia akan terbuka dan perjalanannya menuju Allah ‎dan manifestasi asma Allah bakal terwujud. Manusia harus sampai pada satu titik di mana ‎simbol ilmu dan hikmah, rahmat dan belas kasih, keadilan, kekuasaan dan kreativitas, ‎kedermawanan dan kemurahan semuanya berasal dari Allah, Pencipta alam semesta.

Semua ini bakal terwujud di bawah pemerintahan manusia sempurna, insan Ilahi yang ‎dipersiapkan untuk akhir zaman, keturunan Rasulullah saw; yakni Imam Mahdi (af). Beliau ‎akan datang untuk merealisasikan tugas besar dunia dengan diiringi Nabi Isa bin Maryam as ‎dan manusia-manusia suci lainnya. Inilah pemikiran “penantian”. Penantian kepemimpinan ‎segala kebaikan dan pemerintahan saleh. Sebuah pemikiran global, fitrah dan sumber harapan ‎bangsa-bangsa akan perubahan dunia.‎

Dengan bantuan manusia-manusia mukmin dan saleh, mereka akan mewujudkan kebebasan, kesempurnaan, kemajuan, keamanan, ‎ketenangan, perdamaian dan keindahan, bagi seluruh umat manusia. Mereka akan datang untuk memberangus perang dan ‎agresi dan menghadiahkan segala ilmu, spiritualitas dan persahabatan kepada dunia.‎

Sungguh benar, masa depan manusia yang cemerlang akan segera tiba.‎

Saudara-saudara, mari kita nantikan periode indah itu dan dalam komitmen bersama kita turut ‎memberikan sumbangsih yang selayaknya guna mempersiapkan sarana demi terciptanya ‎masa depan ini.‎

Hidup cinta dan spiritual …‎
Hidup perdamaian dan keamanan …‎
Hidup keadilan dan kebebasan …‎

Terima kasih kepada seluruh hadirin.‎

Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.